Akankah Dolar AS Melemah dan Tamat? Peringatan Terbaru dari Tuhan

DR Xie Tian

Pada Selasa lalu (04/04) setelah ke New York menghadapi tuduhan bernuansa politik dari kaum sayap kiri dan kembali ke Mar-a-Lago, mantan Presiden Trump mengatakan, “Hari ini seluruh AS menjadi puing, mata uang tengah hancur, dan inflasi sedang menanjak. Sementara RRT, Rusia, dan Iran, telah menjadi sekutu.” Trump menekankan, “Saya tidak akan membiarkan ini terjadi!” Hari Selasa 4 April 2023 tersebut, ditakdirkan akan tercatat dalam buku sejarah Amerika, dan Trump menjadi presiden pertama di AS yang digugat. Kaum sayap kiri memburu Trump dengan segala cara, yang juga mencerminkan situasi merosotnya negara dan mata uang AS. Beberapa hari pasca Trump digugat, harga emas kembali menerobos ambang batas atas sebesar 2.000 dolar AS (29.808.244 rupiah) per troy ounce, mendekati titik tertingginya dalam satu dasawarsa terakhir.

Pernyataan Trump tentang “kehancuran dolar AS” telah merefleksikan tren “de-dolarisasi” oleh sejumlah negara sejak awal tahun ini. Bagaimanakah masa depan tren ini? Jika dolar AS benar-benar akan terus mengarah pada kehancuran, apa yang akan terjadi pada kondisi perekonomian dunia? Nyali RRT semakin besar, dengan memainkan peran sebagai negara besar dunia, menggandeng beberapa negara untuk menantang dolar AS, dan dengan munculnya mata uang BRICS, apakah dolar AS akan tamat riwayatnya? Jika dolar AS tamat, lalu mata uang internasional manakah yang mampu menggantikan dolar AS? Bagi orang yang mumpuni mengamati situasi zaman dan dunia mungkin akan merasakan, melemahnya dolar AS dan aksi de-dolarisasi dunia, bukankah merupakan satu lagi peringatan dari Tuhan kepada Amerika Serikat?

Wakil Ketua Gosduma (= Duma Negara, lembaga legislatif majelis rendah, red.) Rusia yakni Alexander Babakov belum lama ini mengungkapkan, lima negara BRICS baru-baru ini tengah berupaya mengembangkan semacam “mata uang baru”. Dikabarkan, Brazil, Rusia, India, RRT, dan Afrika Selatan akan secara resmi meluncurkannya pada KTT BRICS di Afrika Selatan pada Agustus mendatang. Mata uang tunggal itu yakni “mata uang BRICS”, kemungkinan akan menggunakan bentuk mata uang digital, yang akan diamankan dengan emas, bisa juga dengan komoditas langka lainnya seperti tanah jarang atau minyak bumi, sebagai pondasi materi penopangnya.

Dalam seminggu terakhir, dalam konflik antara kaum konservatif dengan kaum sayap kiri radikal di dalam negeri AS, di tengah sistem hukum yang dipersenjatai untuk menindas Trump, serta di tengah amukan dan perlawanan warga kaum konservatif, tingkat dukungan terhadap Trump meningkat dan dana kampanye Trump melonjak, dunia di luar AS, juga telah terjadi banyak perubahan yang sangat drastis, banyak negara di dunia mengalami perubahan kebijakan mata uang dan perdagangan. 

Pertama, RRT dan perusahaan minyak bumi Prancis telah menyelesaikan transaksi gas alam cair (LNG) dengan mata uang Renminbi (RMB) Tiongkok; kedua, kabinet Arab Saudi telah meloloskan sebuah memorandum yang menyetujui negara itu menjadi anggota Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) serta menjadi rekan dagangnya; ketiga, RRT dan Brasilia telah menyepakati untuk menyelesaikan perdagangan kedua negara dengan mata uang kedua negara masing-masing; keempat, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara ASEAN telah mulai mengadakan pertemuan untuk meninggalkan mata uang dolar AS, Euro, dan Yen Jepang, serta menyerukan agar meminimalisir penggunaan sistem pembayaran luar negeri seperti VISA dan Mastercard. Dalam setahun terakhir, kegiatan perdagangan antara RRT dengan Rusia dan Argentina telah merealisasikan perhitungan dengan mata uang sendiri; India juga telah merealisasikan penyelesaian perdagangan dengan Rusia, Malaysia dan negara lain dengan menggunakan mata uangnya sendiri.

Tidak sulit bagi masyarakat untuk melihat bahwa di balik serangkaian aksi “de-dolarisasi” ini, baik menyangkut Brazil, Prancis, atau Arab Saudi, semuanya didalangi oleh PKT. 

Namun dalam kasus yang disebut “RRT dan perusahaan minyak bumi Prancis telah menyelesaikan transaksi gas alam cair (LNG) dengan mata uang Renminbi (RMB) Tiongkok”, sepertinya tidak semurni yang dipropagandakan oleh media massa RRT dan para Fans Merah-nya, bukannya Prancis telah meninggalkan Euro atau dolar AS, dan langsung menggunakan RMB. Kondisi sebenarnya adalah, transaksi antara China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dengan Total Energies Prancis lewat bursa Shanghai Petroleum & Natural Gas Exchange (SHPGX) dengan harga gas alam cair (LNG) dihitung dalam mata uang RMB. Gas alam cair sebanyak 65.000 ton yang melibatkan bursa itu, sebenarnya diimpor dari Uni Emirat Arab, yang merupakan komoditas milik Total Energies. Jadi transaksi ini sebenarnya adalah transaksi dengan mata uang RMB antara Uni Emirat Arab dengan RRT, dan Prancis hanya sebagai perantaranya saja, bagaimana Uni Emirat Arab membayarkan keuntungan Prancis dari transaksi itu, belum diketahui, namun diyakini Prancis tidak akan semudah itu meninggalkan Euro dan beralih ke RMB.

Jika sistem dolar AS runtuh, maka tentu saja AS yang pertama akan terkena dampaknya, tetapi sebenarnya juga akan menjadi sebuah bencana super dahsyat bagi berbagai negara di dunia. Di era 1980-an, hanya 15% uang kertas dolar AS dan 30% uang pecahan besarnya (100 dolar AS) yang beredar di luar negara AS; hingga hari ini, 60% uang kertas dan mencapai 80% uang pecahan besar (100 dolar AS) telah luas beredar di luar wilayah AS. Dunia mengandalkan dan bergantung pada AS serta dolar AS, semua ini adalah fakta tak terbantahkan yang bisa disaksikan semua orang, dan hal itu tidak mudah untuk diubah.

Mantan asisten Sekretaris Divisi Humas pada Kementerian Keuangan AS Monica Elizabeht Crowley memperingatkan, jika dolar AS kehilangan posisinya sebagai mata uang cadangan devisa dunia, maka akan menimbulkan dampak “bencana”. “Ini berarti mata uang AS telah tamat riwayatnya”, dan dia juga menambahkan, “Juga diprediksi sistem ekonomi dunia akan hancur seluruhnya”. Crowley bukan sekedar menggertak, ini adalah dampak bersifat bencana yang tidak dipikirkan baik-baik rencana tanggap daruratnya oleh mayoritas orang. Masyarakat sama sekali tidak tahu menahu tentang apa yang dapat digunakan untuk menggantikan mata uang dolar AS, dan juga tidak menyadari sebuah dunia yang tidak memiliki sebuah mata uang internasional yang bersifat universal, akan terjerumus ke dalam kekacauan yang mengerikan!

Karine Jean-Pierre, juru bicara pemerintah AS dalam konferensi pers di Gedung Putih menyatakan, “Kami telah melihat transaksi di sejumlah negara menggunakan mata uang mereka, tidak lagi menggunakan mata uang dolar AS, ini adalah pelanggaran terhadap hak warga AS, dan AS akan memberlakukan sanksi bagi negara yang menolak transaksi dengan mata uang dolar AS.” Juru bicara Biden ini mungkin kurang profesional, perkataannya kurang berhati-hati, karena hal ini tidak bisa dikatakan “melanggar hak warga AS”. Mata uang apapun yang digunakan oleh negara lain itu adalah hak negara tersebut, tidak bisa disangkut-pautkan dengan “melanggar hak warga AS”. Namun yang dikatakannya “AS akan memberlakukan sanksi bagi negara yang menolak bertransaksi dengan mata uang dolar AS”, walaupun tidak terperinci, serta menuai banyak kecaman, tapi AS memang memiliki kemampuan memberi sanksi bagi negara yang menolak menggunakan dan mengakui mata uang dolar AS. Dengan tidak melakukan tindakan finansial, dan tanpa intervensi militer pun, cukup dengan cara perdagangan dan pemblokiran teknologi, AS dapat melakukannya dengan mudah. Hingga saat ini dunia kita ini masih tergolong era militer menguasai dunia dan pemenangnya adalah raja, di antara negara yang kuat akan menguasai yang lemah, tidak ada moralitas dan keadilan, walaupun kebebasan dan hukum telah diterapkan pada kebanyakan negara normal.

Secara lugas, terlepas dari apapun sikap politik seseorang, benci AS atau cinta AS, anti AS atau pro AS, posisi dolar AS sebagai mata uang internasional sepertinya akan sulit digantikan selama kurun waktu yang cukup lama. Ini bukan sepenuhnya karena dolar AS atau negara AS begitu besar dan kuat, melainkan belum ada mata uang negara mana pun yang mampu memimpin, dan menggantikan dolar AS.

Dunia kita ini, jika mau menjaga perdagangan dan investasi internasional berjalan lancar, maka dibutuhkan satu mata uang internasional, dan mata uang ini harus memiliki kemampuan ekonomi yang sangat kokoh sebagai tamengnya, yang membutuhkan teknologi, sumber daya, dan keunggulan produksi yang kuat sebagai penopangnya, dibutuhkan pula mekanisme pergantian pemerintahan yang stabil dan berkesinambungan, dimana pemerintahan baru tak akan menyangkal hutang lama pemerintahan sebelumnya, bahkan harus memiliki kekuatan militer yang kuat sebagai jaminannya, juga dibutuhkan bank sentral dan pemerintahan yang bertanggung jawab untuk menjamin stabilitas nilai mata uang dan pembayaran, dengan kata lain, mata uang ini tidak bisa dicetak dan diedarkan seenaknya sendiri, pemerintah yang mengedarkan mata uang ini harus mampu menguangkannya. Dengan demikian dan hanya dengan demikian, mata uang tersebut baru dapat menggantikan posisi dolar AS, serta menjadi mata uang dunia yang baru.

Yang paling memungkinkan menggantikan dolar AS, pada dasarnya bukan Renminbi (RMB), masih terlalu jauh, bahkan masih jauh tertinggal di belakang Euro, Pound Sterling, dan Yen Jepang. Agar RMB bisa menggantikan dolar AS, maka harus dapat ditukar bebas, pemerintah tidak boleh campur tangan dalam nilai tukarnya, bank sentral harus bekerja independen, harus ada sistem politik yang stabil, harus memiliki pemerintah yang kredibel, semua ini sama sekali tidak dimiliki oleh RRT, dan selamanya tidak akan mungkin bisa dimiliki RRT.

Jadi, negara Republik Rakyat Tiongkok yang dikuasai PKT, yang telah mengedarkan RMB seenaknya, selamanya tidak akan mungkin bisa menggantikan dolar AS. Setelah PKT runtuh, era Tiongkok bebas pasca PKT, lewat pertumbuhan ekonomi dan sosial yang cukup panjang, setelah PDB dan seluruh perekonomiannya mendekati AS, maka barulah kompeten untuk mulai membahas topik ini.

Di dunia saat ini yang paling kompeten untuk menggantikan dolar AS sebenarnya adalah Euro. Dulu para tokoh yang membentuk mata uang Euro, seharusnya memiliki ambisi ini di dada mereka. Jumlah populasi di kawasan Euro (343 juta jiwa) lebih banyak dibandingkan dengan AS (333 juta jiwa), walaupun PDB zona Euro (13 trilyun atau 14 trilyun dolar AS) lebih kecil dibandingkan AS (25 trilyun dolar AS), tapi telah mewakili dua puluh negara terkuat dan terbesar di daratan Eropa, yang sebenarnya paling mampu untuk menggantikan dolar AS. 

Namun ada satu hal, masyarakat di kawasan Euro memiliki mata uang bersama, tapi tidak memiliki Departemen Keuangan bersama, masing-masing negara menjalankan pemerintahan sendiri, kedisiplinan terhadap keuangan berbeda, cara pemerintah membelanjakan uangnya berbeda, hutang pemerintah juga berbeda, jadi tanpa pemerintahan tunggal, maka mata uang tunggal ditakdirkan tidak dapat bertahan lama.

Ditambah lagi adanya Inggris yang memprovokasi dari samping, tidak mau bergabung dalam Euro, juga tidak mendukung Uni Eropa, terlebih AS juga tidak berharap munculnya mata uang pengganti dolar AS. Pasca perang Rusia-Ukraina, dolar AS menguat sementara Euro dan kawasan Eropa akan melemah, hal ini dapat membuat harapan Euro menggantikan dolar AS hancur.

Demi kepentingannya sendiri, AS tidak akan membiarkan dolar AS semudah itu keluar begitu saja dari pentas dunia, tidak akan semudah itu melepaskan “senjata super” dolar AS ini. Mata uang apapun termasuk Euro dan RMB, jika langkah kaki globalisasi terlalu cepat, serta mengancam posisi AS dan mata uang dolar AS, pasti akan menuai hantaman dari AS.

Lagi pula AS tidak perlu menggunakan cara tidak bermoral, cukup dengan serangan yang bersifat legal, beradab, dan terbuka, kemungkinan sudah cukup efektif. Tentu saja, “perilaku hegemonis” seperti ini dibangun di atas pondasi posisi kepemimpinan dunia AS selama hampir delapan puluh tahun pasca perang, termasuk kepercayaan mereka terhadap agama ortodoks (5 agama besar dunia), sistem yang bebas, teknologi yang unggul, kemampuan produksi yang luar biasa, serta jasa besar AS menumpas komunisme, yang diakui oleh Sang Pencipta.

Namun, jika AS mulai menyimpang dari pondasi seperti tersebut di atas, serta tidak mampu memastikan prasyarat ini, maka bisa diprediksi AS dan mata uang dolarnya akan kehilangan status internasionalnya. Hari ini, seolah satu lagi peringatan dari Tuhan, jika merosotnya moral, ekonomi, dan politik AS tidak dihentikan segera, maka kita kebetulan dan mungkin saja akan menyaksikan nasib lain yang akan menimpa AS.

Konsepsi memerintah pada rezim AS yang sekarang, telah menyimpang dari nilai tradisi, membuat posisi internasional AS menghadapi tantangan; dalam hal ekonomi belanja pemerintah AS terlalu besar, membuat inflasi terus menanjak dan suku bunga meningkat, imbal hasil surat hutang jangka panjang maupun pendek menurun, kebangkrutan perbankan menyebabkan ketidak-stabilan moneter, bahkan memicu inflasi global. Dalam kondisi seperti ini, pengaruh dolar AS menurun, dan memberikan peluang yang dimanfaatkan oleh Beijing. Kini, belasan negara bersatu menantang posisi dolar AS, negara OPEC+ mengurangi produksi minyak bumi, hal ini sejatinya telah membuat dolar AS dan posisi kepemimpinan dunia AS dalam bahaya!

Tadinya, Sang Pencipta telah memberikan kita emas sebagai mata uang, jumlah emas di seluruh dunia selalu sama yakni: wujud bongkahan emas sebesar 20 meter persegi, hanya sebanyak itu. Emas dijadikan mata uang, selamanya tidak akan pernah inflasi, seiring dengan terus meningkatnya kemampuan produksi umat manusia, dalam menanam pangan, beternak, dan semakin tinggi kemampuan dan efisiensi membuat alat untuk menghasilkan sandang, pangan, papan dan transportasi, nilai emas juga akan semakin tinggi, masyarakat bisa menggunakan perak dan perunggu sebagai mata uang bantuan yang nilainya lebih kecil, untuk menambal kekurangan penggunaan emas, tapi selamanya tidak perlu khawatir emas akan melemah, juga tidak perlu khawatir akan kehabisan mata uang untuk digunakan.

Munculnya Mata Uang Fiat (Fiat money, red.), telah menggantikan emas dan perak, pemerintah telah mengambil alih hak untuk membuat mata uang, juga memiliki hak istimewa untuk menciptakan inflasi dan mengendalikan suku bunga. Kekayaan rakyat jelata, berada dalam gengggaman mereka. Itulah mengapa di AS ada yang mengusulkan untuk membubarkan The Fed, inilah alasannya. Rakyat mengizinkan bank sentral mengendalikan hak mengedarkan mata uang, berapa yang harus diedarkan mereka yang memutuskan, berapa kekayaan setiap orang, yang dulunya didapat dari kerja keras, kecerdasan, warisan harta, beramal, juga amal baik leluhur, tetapi kekayaan kita justru menyusut, dan mungkin menjadi tidak ada nilainya, karena pemerintah bisa mencetak uang, dalam jumlah banyak mencetak dan mengedarkannya, serta bisa mengatur suku bunga. Pemerintah telah memenangkan hak untuk mengendalikan mata uang, dan mengendalikan berkat yang dimiliki warga, serta mengendalikan kekayaan masyarakat, mungkin inilah yang tidak terduga oleh masyarakat.

Konsultan bisnis Venture Consulting mengutip data Dewan Gubernur (BOG) yang dirilis The Fed, dalam satu bulan saja yakni pada Maret 2023, perbankan AS telah kehilangan uang simpanan sebesar 389 milyar dolar AS (5.802 triliun.rupiah). Tentu saja ini adalah efek setelah restrukturisasi dan likuidasi terhadap Silicon Valley Bank, First Republic Bank, dan lainnya. Namun seperti telah diperingatkan dalam surat kabar Wall Street Journal, di antara 4.200 bank di Amerika, masih ada 200 bank yang memiliki risiko alokasi aset yang tidak tepat serta jaminan penyebaran risiko yang tidak memadai. Bagi sistem keuangan AS, ini adalah Pedang Damocles terhunus di atas kepala. Perusahaan konsultan bisnis Venture Consulting mengungkap data perubahan nominal simpanan perbankan dari bulan ke bulan, selama lima puluh tahun dari 1973 hingga 2023; pada 2019 tatkala Presiden Trump berkuasa simpanan perbankan telah meningkat lebih dari 400 milyar dolar AS (5.965 triliun rupiah), memecahkan rekor tertinggi selama 50 tahun, sedangkan di masa pemerintahan Biden pada Maret tahun ini simpanan perbankannya telah menurun hampir 400 milyar dolar AS, juga memecahkan rekor terendah selama 50 tahun terakhir.

Inflasi AS bertengger tinggi dan tidak pernah turun, aksi pendinginan dengan menurunkan suku bunga terus berlanjut, biaya perbankan menjadi meningkat, sederetan bank bangkrut dan dilikuidasi, ratusan lainnya dalam bahaya, dan krisis keuangan telah merambat ke Eropa, kini pemerintah PKT yang berkelakuan preman kembali bersemangat untuk membujuk berbagai negara menantang posisi dominasi dolar AS.

Melemahnya dolar AS dan de-dolarisasi dunia, bagi orang yang mengamati situasi mungkin akan menyadari, seharusnya ini lagi-lagi adalah peringatan dari Tuhan. Walaupun sistem dolar AS sulit diakhiri atau digantikan, tapi melemahnya dolar AS dan menurunnya kondisi negara AS, bagi AS maupun dunia, akan menjadi bencana dahsyat yang belum pernah terjadi sebelumnya. (sud)