Home Blog Page 1324

Pembatasan Terbaru Tiongkok: Melarang Generasi Muda Mengadopsi Gaya Hidup ‘Seperti Buddha’

0

“Gaya hidup seperti Buddha,” atau “fo xi” dalam bahasa Mandarin, adalah istilah yang dibuat sekitar tahun 2017 yang menggambarkan filosofi kehidupan yang semakin banyak diadopsi oleh anak-anak muda Tiongkok: tidak memiliki keinginan, tidak mencampuri urusan orang lain, tidak ambisius untuk mencapai apa pun, maupun tidak peduli untuk menyenangkan orang lain.

Dong Zhenhua, seorang profesor di Pusat Sekolah Partai Komunis Tiongkok, lembaga terkemuka untuk melatih para kader, menulis sebuah artikel yang mengkritik gaya hidup “fo xi” yang diterbitkan 20 Januari di People’s Forum, sebuah majalah yang dicetak oleh koran corong Partai, Harian Rakyat (People’s Daily).

Banyak outlet media yang dikelola pemerintah menerbitkan kembali artikel tersebut di situs-situs web mereka.

Dong, yang juga adalah wakil direktur departemen pendidikan filsafat Sekolah Partai, menulis bahwa gaya hidup “fo xi” akan mengarahkan orang untuk “melepaskan prinsip-prinsip [komunis] mereka dan mengikuti yang lain.”

“Kurangnya keinginan untuk mengejar impian mereka,” orang-orang ini akan kehilangan motivasi dalam hidup, dan kemudian “kurang peduli tentang hukum dan peraturan,” klaim Dong.

Dia menyarankan kaum muda untuk tidak mengambil gaya hidup itu. “Efek buruk dari mentalitas ‘fo xi’ tidak dapat diabaikan,” tulis Dong.

Rezim Tiongkok baru-baru ini meningkatkan upaya untuk mengatur pilihan-pilihan gaya hidup masyarakat.

Sehari sebelum artikel Dong diterbitkan, muncul berita bahwa iQiyi, platform video online yang mirip dengan Netflix, telah mulai menyensor foto-foto selebriti pria yang mengenakan anting-anting saat tampil di program televisi atau video. Anting-antingnya diburamkan.

Aktor dan rapper Tiongkok Kris Wu
Aktor dan rapper Tiongkok Kris Wu menghadiri acara Louis Vuitton Menswear Fall / Winter 2019-2020 sebagai bagian dari Paris Fashion Week pada 17 Januari 2019. Selebriti pria yang mengenakan anting-anting yang diburamkan baru-baru ini oleh platform video online iQiyi. (Pascal Le Segretain / Getty Images untuk Louis Vuitton)

Meskipun para pejabat membantah bahwa ada larangan, tidak biasa bagi perusahaan media untuk terlibat dalam sensor tanpa beberapa bentuk instruksi dari otoritas Tiongkok.

Faktanya, media pemerintah Xinhua pernah menerbitkan sebuah komentar pada September 2018 yang mengkritik fenomena pria yang memilih untuk tampak dan bertingkah laku seperti wanita. “Dari ‘muda’ menjadi ‘cantik’ dan, akhirnya, ‘banci’ adalah perkembangan estetika yang tidak normal.”

Aktivis terkemuka yang bermarkas di Beijing, Hu Jia, mengatakan kepada Radio Free Asia mengapa lebih banyak anak muda yang mengadopsi filosofi “fo xi”. Dalam masyarakat yang menekankan latar belakang keluarga dan status sosial seseorang, banyak anak muda percaya bahwa tidak peduli sekeras apa pun mereka berusaha, mereka tidak memiliki sumber daya atau pengaruh yang dimiliki pangeran mahkota partai (keturunan pejabat senior komunis terkemuka dan berpengaruh) atau elit kaya.

“Anggota keluarga yang kuat dan kaya memimpin politik dan ekonomi,” kata Hu. “Tidak cukup bagi seseorang mempunyai kemampuan. Bagi perusahaan swasta, mustahil bagi mereka untuk mempertahankan lingkungan yang adil dan kompetitif.”

Hu menambahkan bahwa rejim Tiongkok tidak membiarkan kehidupan “fo xi”, yang tidak memiliki rasa khawatir, karena ia menginginkan warga negara “berpura-pura sangat bahagia dan sangat bangga dengan sistem komunisnya.”

Tang Jingyuan, seorang komentator yang berbasis di AS pada The Epoch Times edisi bahasa Mandarin mengatakan bahwa filosofi “fo xi” juga tidak cocok dengan ideologi Komunis.

“Dengan cara tersamar, gaya hidup seperti ini sedang menentang pembatasan-pembatasan yang dilakukan rezim Tiongkok terhadap masyarakat,” kata Tang dalam sebuah wawancara pada 23 Januari. “Orang-orang ini menggunakan cara yang lembut dan pasif untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka pada pemerintah.” (ran)

Video pilihan:

Kacau Balaunya Bhikhu Model Komunis Tiongkok

Pembredelan 9000 Aplikasi Seluler dan 700 Situs Web Dalam Tindakan Keras Internet Tiongkok

0

Rezim Tiongkok terus memperketat cengkeramannya atas internet negara tersebut dengan menutup ratusan situs web dan ribuan aplikasi, dan memilih untuk fokus pada aplikasi berita raksasa internet Tencent Holdings untuk menyebarkan “konten vulgar.”

Dalam tiga minggu pertama tahun ini, lembaga siber Tiongkok, Cyberspace Administration of China (CAC), telah menghapus lebih dari 7 juta informasi online yang dianggap “berbahaya”, dan menghapus 9.382 aplikasi seluler serta 733 situs web, kata regulator internet tersebut dalam sebuah pernyataan 23 Januari.

Langkah ini merupakan bagian dari kampanye enam bulan polisi dunia maya (siber) yang diluncurkan pada tahun baru untuk membersihkan “informasi vulgar” dari internet.

Aplikasi berita milik Tencent, Tiantian Kuaibao, yang diterjemahkan menjadi “berita harian cepat,” telah dipanggil karena menyebarkan “informasi vulgar dan tidak intelektual yang berbahaya dan merusak ekosistem internet,” dan diperintahkan untuk melakukan perubahan-perubahan. Lembaga tersebut tidak memberikan contoh-contoh spesifik konten yang kasar dan memuakkan.

Tiantian Kuaibao mengatakan akan beroperasi sesuai dengan hukum dan memenuhi semua persyaratan, lapor The Wall Street Journal.

Lembaga tersebut juga mengkritik Huaban, sebuah jejaring sosial berbagi foto, karena memiliki “masalah ekosistem yang serius.” Laman web Huaban saat ini menampilkan pemberitahuan, mengatakan bahwa layanan daring (online)-nya telah diturunkan sementara waktu untuk perbaikan.

Pengawas siber secara berkala mengumumkan tindakannya untuk menyensor web. Pada Desember 2018, pengawas siber telah menghapus 110.000 akun media sosial karena menyebarkan apa yang dikatakannya sebagai informasi berbahaya.

Dua bulan sebelumnya, CAC telah membersihkan 9.800 akun media sosial, termasuk yang dimiliki oleh para influencer terkenal (akun yang mempunyai pengikut yang banyak karena opini, saran dan rekomendasinya dihormati), karena dianggap melakukan pelanggaran-pelanggaran menyebarkan informasi yang berbahaya secara politis dan memalsukan sejarah Partai Komunis Tiongkok.

KONTROL INTERNET

Rezim Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan upayanya untuk mengendalikan internet, ketika rezim komunis berusaha untuk menekan suara-suara yang berbeda pendapat di kancah media sosial negara yang selalu ramai.

Baru-baru ini, sensor telah membidik video-video pendek, format media sosial yang sangat populer yang menawarkan lebih dari 100 juta pengguna setiap hari di Tiongkok. Sebuah asosiasi internet yang didukung pemerintah bulan ini telah menerbitkan daftar tentang 100 jenis konten yang dilarang, dari mulai membuat lelucon mengenai pemimpin-pemimpin partai komunis sampai video-video yang mempromosikan “pemujaan terhadap uang,” yang mana platform-platform video pendek, seperti aplikasi populer Bytedance, Douyin dan Kuaishou, diharuskan untuk menyensor.

Raksasa pencarian internet Tiongkok, Baidu Inc. dan Sohu.com, juga telah dipanggil pada awal Januari untuk menangguhkan berbagai layanan berita.

Namun bukan hanya internet domestik negara tersebut yang sangat dibatasi; rezim juga telah memperketat kendali pada aktivitas media sosial di luar Great Firewall-nya. Great Firewall mengacu pada perangkat sensor internet Tiongkok yang mencakup pemblokiran situs-situs web asing dan menyensor konten yang dianggap tidak diinginkan oleh Partai Komunis Tiongkok.

Dalam beberapa bulan terakhir, otoritas Tiongkok telah menargetkan warga Tiongkok di Twitter, yang hanya dapat diakses dengan menghindari Firewall. Beberapa aktivis dan influencer Twitter telah ditangkap dan diinterogasi oleh polisi setempat, sementara yang lain dipaksa menghapus tweet mereka dan menutup akun mereka.

Pada bulan Desember, polisi mendenda dua netizen Tiongkok yang menerobos Great Firewall karena mengakses situs-situs web internasional yang diblokir. (ran)

Video pilihan:

“Bom Maya” Tiongkok yang Mengkhawatirkan

https://www.youtube.com/watch?v=rvIS2eUnc7M

Pesawat Jepang Dituduh Terbang Provokatif di Atas Kapal Perang Korsel

0

Epochtimes.id- Korea Selatan menuding pesawat patroli Jepang melakukan “intimidasi” dengan melintasi kapal perang Korea Selatan pada 23 Januari 2019.

Militer Korsel menyebutnya sebagai “provokasi yang nyata” terhadap tetangga yang ramah.

Pesawat Jepang terbang tepat di atas kapal angkatan laut Korea Selatan di perairan lepas pantai barat daya semenanjung Korea. Militer Korsel menyebut penerbangan terjadi setelah pesawat tersebut menentukan identitas kapal.

“Penerbangan rendah ketinggian hari ini adalah provokasi yang jelas terhadap kapal negara sahabat, dan kami tidak bisa meragukan niat Jepang dan sangat mengutuknya,” kata Jenderal Suh Wook, dari Kepala Staf Gabungan Korea Selatan.

Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengatakan pihaknya memanggil pejabat pertahanan dari kedutaan Jepang untuk mengajukan protes.

“Jika perilaku ini diulangi lagi, kami akan merespons dengan tegas sesuai dengan aturan perilaku militer kami,” kata Suh.

Juru bicara pemerintah dan pasukan pertahanan Jepang tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Kantor berita Korea Selatan Yonhap mengutip pernyataan kepala sekretaris kabinet Jepang, Yoshihide Suga, dia menyatakan mengetahui pengumuman Korea Selatan. Dia menegaskan sangat penting bagi kedua negara memelihara komunikasi.

Kedua sekutu AS berbagi sejarah pahit yang mencakup kolonisasi pada tahun 1910-45 dengan Jepang di semenanjung Korea dan penggunaan wanita penghibur, eufemisme Jepang untuk anak perempuan. Kala itu banyak dari warga Korea dipaksa bekerja di rumah bordil pada masa perang.

Deretan sejarah perang telah lama menjadi rintangan bagi hubungan antara negara tetangga. Faktor ini memicu kekhawatiran tentang upaya regional untuk mengendalikan program nuklir Korea Utara.

Insiden Rabu lalu menyusul perseteruan Desember lalu atas protes Jepang bahwa kapal perusak Korea Selatan mengunci radar penargetan terhadap pesawat pengintai Jepang.

Namun demikian, Korea Selatan membantah tuduhan tersebut. Korsel berdalih pesawat itu mendekati kapal dan merupakan misi penyelamatan normal.

Ada dua penerbangan lain oleh pesawat Jepang di dekat kapal Korea Selatan sejak Jumat lalu. Insiden ini mendorong permintaan Korea Selatan kepada Jepang agar menghentikannya.

Pejabat pertahanan dari kedua pihak telah bertemu tetapi Jepang memutuskan untuk menghentikan pembicaraan sebagaimana dilaporkan oleh media Jepang pada Senin lalu. Menteri luar negeri kedua negara akan bertemu di sela-sela konferensi internasional di Davos, Swiss. (asr)

Sumber : Reuters via The Epochtimes

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=R282T08Z1Rc

Mafia Prostitusi Menjebak 20.000 Wanita Nigeria Seperti Budak di Mali

0

Epochtimes.id- Sebanyak 20.000 wanita dan anak perempuan dikhawatirkan telah jadi korban human trafacking dari Nigeria. Mereka kemudian terdampar di Mali lalu dipaksa terlibat praktik prostitusi.

Laporan ini disampaikan oleh Kepala Badan Anti-Perdagangan Manusia Nigeria pada 22 Januari 2019 seperti dilansir oleh Reuters.

Direktur National Agency for the Prohibition of Trafficking in Persons (NAPTIP) Julie Okah Donli mengatakan tim pencari fakta dari NAPTIP dan International Organization for Migration (IOM) mengungkapkan tingkat perdagangan manusia selama kunjungan ke Mali bulan lalu.

Puluhan wanita dan anak perempuan dipulangkan dari daerah Kangaba, Mali selatan pada bulan-bulan sebelumnya.

Tim langsung menyelidiki daerah tersebut. Hingga akhirnya, ditemukan ratusan wanita lainnya yang mendekam di sana.

“keberadaan mereka diyakini oleh penduduk setempat bahwa lebih dari 200 lokasi seperti itu yang tersebar di sekitar bagian selatan Mali.”

“Di setiap gubuk tempat mereka ditampung, terdapat 100 hingga 150 anak perempuan di lokasi itu. Itulah bagaimana kami sampai pada angka ”setidaknya 20.000 ditahan,” katanya.

Sejumlah wanita dan anak perempuan, kebanyakan berusia 16 hingga 30 tahun. Mereka awalnya diimingi akan dipekerjakan di perhotelan Malaysia, tetapi malah dipaksa menjadi pelaku prostitusi.

“Mereka ditahan dalam kondisi yang mengerikan, seperti budak,” kata Okah-Donli.

“Mereka tidak dapat melarikan diri karena disembunyikan di lokasi terpencil, seperti jauh di dalam hutan,” tambahnya.

Ribuan wanita dan gadis didatangkan dari negara terpadat di Afrika setiap tahun, di mana 70 persen dari 190 juta penduduknya hidup dengan pendapatan kurang dari $ 2 sehari. Sebagian besar dari mereka tiba di Eropa tetapi korban lainnya dibawa ke bagian lain Afrika Barat.

Okah-Donli mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan IOM, yang mengatur pemulangan 41 wanita dan gadis dari Mali pada Desember lalu. Kini kedua lembaga ini sedang berusaha untuk mengembalikan korban-korban lainnya.

Wanita-wanita ini sebagian besar berasal dari negara bagian di Nigeria selatan, termasuk Delta, Sungai, Bayelsa, Anambra, dan Edo.

Korban lainnya diduga diperdagangkan ke negara-negara Afrika Barat lainnya, termasuk Ghana, Burkina Faso, dan Pantai Gading. (asr)

Oleh Alexis Akwagyiram/Reuters

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=bFXyl2pNQXg

Wakil Kepala Negara RRT : Tiongkok Membutuhkan Reformasi Struktural

0

oleh Gu Qinger

Menjelang negosiasi perdagangan memasuki putaran keenam, Wakil Kepala Negara RRT Wang Qishan yang menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss mengatakan ia juga sependapat bahwa Tiongkok harus secara aktif melakukan reformasi struktural.

Sebelumnya, perwakilan perdagangan AS mengatakan bahwa Tiongkok dan Amerika Serikat belum membuat kemajuan dalam masalah perbaikan struktural Tiongkok.

Forum Ekonomi Dunia yang berlangsung di Swiss berfokus pada pembahasan arah ekonomi Tiongkok.

Pada 23 Januari, Wang Qishan mengatakan dalam pidatonya bahwa Tiongkok harus secara aktif melakukan reformasi struktural. Ini adalah pertama kalinya pernyataan terbuka dari seorang pejabat tinggi komunis Tiongkok setelah berkobarnya perang dagang dan dijadikan syarat oleh AS untuk membuka kembali negosiasi.

Media resmi komunis Tiongkok, Xinhua News Agency tidak memblokir pernyataan Wang Qishan di atas dalam reportase mereka.

Namun, usai konsultasi pada tingkat wakil menteri antara Tiongkok dengan Amerika Serikat, pihak AS mengungkapkan bahwa dalam masalah reformasi struktural ekonomi yang dibahas kedua negara tersebut tidak membuat kemajuan berarti.

Menurut Reuters, Senator Republik AS Chuck Grassley mengutip apa yang disampaikan oleh Robert Lighthizer kepadanya bahwa, pembicaraan mengenai reformasi struktural yang dibahas ditingkat wakil menteri tidak membuat kemajuan berarti, seperti mengenai masalah kekayaan intelektual, pencurian rahasia dagang dan tekanan pada perusahaan untuk berbagi informasi.

Setelah pertemuan Trump – Xi Jinping pada 1 Desember tahun lalu di Buenos Aires Gedung Putih mengeluarkan pernyataan yang berbunyi bahwa Trump dan Xi Jinping sepakat untuk segera memulai negosiasi mengenai reformasi struktural.

Reformasi ini akan mecakup menghapus transfer teknologi wajib, perlindungan kekayaan intelektual, hambatan non-tarif, intrusi terhadap jaringan internet dan pencurian lewat cyber, perbaikan layanan serta produk pertanian.

Sejak aksesi di WTO, komunis Tiongkok selama bertahun-tahun selain tidak mematuhi aturan perdagangan internasional, juga melakukan pencurian hak kekayaan intelektual AS, juga diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan struktural pada struktur perdagangan antara AS dengan Tiongkok, sehingga Amerika Serikat harus mengalami defisit perdagangan antara USD. 3.5 ~ 4.2 triliun dalam 30 tahun terakhir.

Setelah penyelidikan oleh administrasi Trump, ditemukan bahwa berbagai komitmen Beijing di masa lalu tidak ada yang terpenuhi.

Liu He, Wakil Perdana Menteri Dewan Negara Tiongkok akan menghadiri Negosiasi putaran keenam yang akan diadakan di Washington DC pada 30-31 Januari nanti.

Sekarang berbagai pihak sedang menaruh perhatian tinggi tentang pernyataan yang dikeluarkan Wang Qishan menjelang negosiasi ini. Apakah statement yang ia sampaikan tersebut merupakan sebuah isyarat bahwa negosiasi akan mencapai kemajuan yang berarti?

Akibat terkena dampak dari perang dagang Tiongkok – AS, ekonomi Tiongkok telah melambat secara serius. Pada tahun 2018, data resmi yang dikeluarkan pihak berwenang Tiongkok menunjukkan bahwa ekonomi Tiongkok meningkat sebesar RMB. 9 miliar dengan PDB sebesar  6,6 %. Pihak berwenang mengatakan mereka telah mencapai target yang diharapkan, tetapi angka tersebut adalah angka pertumbuhan ekonomi paling lambat dalam 28 tahun.

Pada 21 Januari sore hari, tak lama setelah pihak berwenang Tiongkok merilis data keuangan Presiden Trump mengirim pesan lewat tweet : “Komunis Tiongkok telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi paling lambat sejak tahun 1990 karena terkait hubungan perdagangan yang tegang dan kebijakan baru Amerika Serikat. Cara mengatasinya secara masuk akal buat komunis Tiongkok adalah berjujurlah dalam melakukan setiap transaksi, berhentilah bermain-main (stop playing around).” (Sin/asr)

Tiongkok Segera Gunakan Bando Pemindai Otak untuk Memantau Konsentrasi Belajar Siswa di Dalam Kelas

0

Tiongkok baru-baru ini telah membeli teknologi yang dapat memantau tingkat konsentrasi belajar para siswa dalam skala massal.

Bando Fokus 1, yang dikembangkan oleh perusahaan perintis (startup) AS BrainCo, dimaksudkan untuk memantau konsentrasi belajar dengan membaca dan menerjemahkan sinyal-sinyal otak.

BrainCo telah menandatangani kesepakatan dengan distributor Tiongkok untuk menyediakan 20.000 perangkat.

Rencananya adalah melengkapi banyak siswa peralatan untuk “mengambil data dari 1,2 juta orang,” pendiri dan CEO BrainCo Bicheng Han mengatakan kepada surat kabar The Independent.

Menurut halaman LinkedIn Han, ia adalah lulusan Universitas Harvard dan merupakan bagian dari Asosiasi Pelajar dan Cendekia Tionghoa (Chinese Students and Scholars Association), sebuah kelompok pelajar untuk siswa-siswa Tionghoa internasional.

Perusahaan tersebut melakukan penelitian baru-baru ini di sekolah-sekolah Tiongkok di mana 10.000 siswa dari usia 10 hingga 17 tahun mengenakan perangkat tersebut, menurut New Scientist, sebuah majalah sains.

Bando ini dipasarkan sebagai produk inovatif yang akan membantu para guru mengidentifikasi siswa yang kemungkinan membutuhkan bantuan tambahan di kelas dengan menggunakan sensor electroencephalography (EEG) untuk mendeteksi aktivitas otak.

Lampu yang terpasang pada perangkat berkedip-kedip dengan warna yang berbeda, tergantung pada tingkat konsentrasi pemakai yang berbeda-beda. Sistem kode warna, pada gilirannya, akan mengingatkan guru tentang minat belajar siswa di kelas.

Para Ilmuwan saraf dan psikolog telah meragukan efektivitas teknologi ini.

Variabel-variabel seperti variasi alami di dalam aktivitas neurologis dengan porsi masing-masing manusia dapat menggiring asumsi-asumsi menyesatkan tentang bagaimana seseorang sedang menjalankan suatu fungsi, dan apa yang dia butuhkan, Sandra Loo, profesor psikiatri di University of California, Los Angeles, mengatakan kepada EdSurge, sebuah situs web berita pendidikan, dalam kisah Oktober 2017 tentang teknologi BrainCo.

Kembali pada tahun 2016 di Consumer Electronics Show yang diadakan di Las Vegas, ketika BrainCo memberikan demonstrasi publik pertama untuk bando Focus 1, perangkat tersebut jauh dari harapan. Bando-bando itu menerima gelombang otak meskipun tidak sedang dikenakan pada saat itu, mempertanyakan fungsi keseluruhannya.

“Saya belum melihat data yang menerangkan Anda dapat memisahkan [dalam pemindaian EEG] apakah seseorang memperhatikan guru atau ponsel mereka atau hanya pikiran-pikiran internal dan lamunan mereka sendiri,” kata Theodore Zanto, seorang profesor neurologi di Universitas California di San Francisco, pada EdSurge. Siswa yang memakai bando tersebut “mungkin sangat fokus, tetapi fokus pada hal yang salah, dan Anda bisa mendapatkan ukuran-ukuran EEG yang sama.”

Namun bahkan jika teknologi ini menyediakan pembacaan-pembacaan yang akurat, hal itu menimbulkan kekhawatiran berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan hukum seputar perlindungan data dan privasi.

Selain itu, penggunaan teknologi seperti itu menantang batasan-batasan etis tentang sejauh mana sekolah harus bertugas “mendidik” anak-anak.

Hasil-hasil uji coba Tiongkok belum dipublikasikan dalam jurnal akademik.

Pemantauan terhadap siswa menjadi meluas dengan dukungan rezim Tiongkok dan mendorong pengembangan peralatan pengawasan teknologi tinggi. Pada bulan Desember 2018, netizen Tiongkok menjadi khawatir setelah muncul berita bahwa lebih dari 10 sekolah di Provinsi Guizhou akan diminta untuk mengenakan “seragam pintar” yang telah ditanamkan chip-chip elektronik yang dapat melacak pergerakan mereka.

Chip-chip tersebut dapat melacak lokasi yang tepat dari setiap siswa dan dapat mengaktifkan alarm ketika sensor mendeteksi bahwa seorang siswa tertidur di dalam kelas.

Berita itu telah menarik perhatian bahwa privasi para siswa sedang dilanggar.

Pada Mei 2018, sebuah sekolah menengah di Kota Hangzhou telah menggunakan kamera dengan teknologi pengenal wajah untuk melacak perhatian para siswa terhadap pelajaran di kelas. Kamera-kamera ini akan memindai wajah siswa setiap 30 detik untuk menganalisa ekspresi wajah mereka dan mendeteksi suasana hati mereka. Setiap siswa kemudian diberi skor berdasarkan seberapa baik dia tampak memperhatikan pelajaran di dalam kelas. (ran)

Video pilihan:

Indoktrinasi Komunis Tiongkok Menyasar Sekolah, Kegiatan Agama Dilarang

https://www.youtube.com/watch?v=jL3C7yWMRPw

Sebanyak 733 Aduan Konten Hoaks Diterima Kominfo Disebarkan Via WhatsApp

0

Epochtimes.id- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merilis sejak Agustus 2018 hingga 21 Januari 2019,  menerima laporan konten hoaks yang disebarkan melalui aplikasi pesan instan WhatsApp sebanyak 43 konten hoaks.  

Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu  mengatakan berdasarkan rekapitulasi tahunan, Kementerian Kominfo paling banyak menerima aduan konten hoaks sebanyak 733 laporan di Tahun 2018.

Dia menamnbahkan, sesuai hasil pemantauan Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika laporan terbanyak terjadi pada bulan Oktober 2018, yakni sebanyak 16 konten hoaks yang disebarkan melalui platform WhatsApp. 

“Pada bulan Agustus 2018 terdapat laporan 2 konten hoaks, September 2018 ada 5 konten hoaks, November 2018 sebanyak 8 laporan konten dan Desember 2018 sebanyak 10 laporan konten hoaks. Sementara  sampai pada 21 Januari 2019 terdapat 2 laporan konten hoaks yang disebarkan melalui WhatsApp,” tambahnya dalam keterangan tertulis.

Rekapitulasi Laporan Per Tahun

Menurut Kominfo, pengelolaan pengaduan konten negatif yang disebarkan melalui aplikasi pesan instan sudah dilakukan oleh Kementerian Kominfo sejak tahun 2016. Di tahun 2016 terdapat 14 aduan konten, di mana konten terbanyak yang dilaporkan adalah konten yang termasuk kategori separatisme dan organisasi yang berbahaya.

Pada tahun 2017, jumlah aduan meningkat menjadi 281 aduan. Adapun konten terbanyak dilaporkan adalah konten penipuan sebanyak 79 laporan.

Sementara di tahun 2018, sebanyak 1440 laporan yang berkaitan dengan konten negatif. Terbanyak kategori laporan adalah konten yang meresahkan atau hoaks yaitu sebanyak 733 laporan.

Modus Viral

Menteri Komunikasi dan Informatika menegaskan perhatian pemerintah dalam menekan angka penyebaran hoaks. Meskipun tidak bisa menjamin 100% hoaks tidak akan tersebar.

“Tugas kita adalah mitigasi risiko. Bagaimana menekan penyebaran, membuat angkanya serendah mungkin,” ungkap Rudiantara usai bertemu dengan  VP Public Policy & Communications WhatsApp, Victoria Grand di Kantor Kementerian Kominfo, Senin (21/01/2018) sore. 

Menteri Rudiantara menjelaskan modus penyebaran hoaks menggunakan media sosial dan aplikasi pesan instan. “Modus penyebaran hoaks menggunakan media sosial, posting dulu di FB, kemudian diviralkan melalui WA. Kemudian akun FB yang posting tadi dihapus. Ini yang kita perhatikan number of virality,” papar Rudiantara.

Oleh karena itu, Menteri Kominfo mengapresiasi kebijakan pembatasan meneruskan (forward) pesan hanya sampai lima kali dalam chat secara personal maupun komunikasi grup WhatsApp.

“Pembatasan itu membantu meminimalisir konten negatif dan hoaks. Batasan jumlah forward bertujuan amat baik untuk mengurangi potensi viralnya hoaks,” ungkap Rudiantara.

Setidaknya 10 Warga Australia Dipenjara di Kamp ‘Pendidikan Ulang’ Tiongkok

0

Setidaknya 10 warga Australia mungkin termasuk di antara ratusan ribu warga Uighur yang dipenjara di “kamp pendidikan ulang” rezim Tiongkok di provinsi Xinjiang, sedang menimbulkan kekhawatiran tentang masalah keamanan dari anggota keluarga di Australia.

Nurmuhammad Majid, presiden Asosiasi Australia Turkistan Timur, East Turkistan Australian Association (ETAA), mengatakan bahwa ia mengetahui sembilan warga pendatang yang bermukim di Australia dan satu warga negara Australia, belum melakukan kontak dengan anggota keluarga sejak bepergian ke Tiongkok.

“Kebanyakan dari kepergiannya terjadi pada akhir tahun 2016 atau 2017. Kemudian setelah periode itu, keluarga tidak mendengar kabar dari mereka,” kata Majid kepada The Epoch Times.

Majid mengatakan para warga pendatang di Australia yang saat ini ditahan telah pergi ke Tiongkok hanya untuk mengunjungi keluarga, tetapi paspor mereka disita dan kemudian dikirim ke “kursus-kursus studi politik” di Tiongkok.

“Beberapa dari mereka telah dikonfirmasi oleh mereka yang tinggal di Australia yang menyatakan bahwa mereka dikurung dan paspor mereka disita oleh pihak berwenang.

“Studi politik ini sekarang diidentifikasi oleh masyarakat internasional sebagai kamp-kamp penahanan yang merampas hak asasi manusia yang paling dasar dari masyarakat Uighur,” tambah Majid.

‘KAMP PENDIDIKAN ULANG’ SEBAGAI KEDOK PENYALAHGUNAAN YANG MELUAS

Kesaksian-kesaksian dari mantan tahanan Uighur telah mengungkapkan pelanggaran HAM yang meluas di dalam “kamp-kamp pendidikan ulang” yang dibangun secara khusus ini, di mana lebih dari satu juta warga Uighur ditahan.

Mihrigul Tursun, seorang wanita Uighur yang berusia 29 tahun, berbicara tentang riwayatnya ketika ditahan tiga kali.

“Saya menghabiskan 10 bulan di kamp-kamp itu secara keseluruhan, dan mengalami penyiksaan fisik dan psikologis di tangan pejabat-pejabat pemerintah,” kata Tursun pada Sidang Kongres AS (pdf) pada 28 November 2018.

Tursun pertama kali ditahan oleh otoritas Tiongkok pada Mei 2015, ketika ia tiba di Tiongkok dari Mesir dengan tiga anak kembarnya yang berusia dua bulan. Setelah tiba, pihak berwenang membawa anak-anaknya pergi dan menginterogasinya. Paspor, kartu identitas dan ponselnya telah disita.

“Kemudian, mereka memborgol saya, memakaikan karung hitam di kepala saya, dan membawa saya ke pusat penahanan,” kata Tursun.

Setelah tiga bulan, ia “dibebaskan” karena anak-anaknya dianggap “sakit,” yang mencurigakan karena anak-anaknya sehat sebelum tiba di Tiongkok. Sayangnya, putra sulungnya meninggal pada hari berikutnya.

Selama penahanannya, teman satu selnya, yang kebanyakan adalah para profesional berpendidikan tinggi seperti guru dan dokter, dipaksa untuk menghafal peraturan-peraturan kamp konsentrasi, meneriakkan slogan-slogan yang memuji Partai Komunis Tiongkok (PKT), dan disuruh meninggalkan bahasa dan agama mereka. Banyak yang disiksa, dipukuli, diracun, dan dibunuh dengan cara disuntik. Tursun secara pribadi menyaksikan sembilan kematian selama penahanannya yang ketiga.

Tursun akhirnya tiba di Amerika Serikat pada September 2018, melalui bantuan dari pemerintah AS.

Pada 26 November 2018, para cendekiawan dari 26 negara telah menandatangani pernyataan terbuka yang menuntut rezim Tiongkok menghapuskan kamp-kamp “pendidikan ulang” penahanan massal di Xinjiang.

“Sebagai cendekiawan yang prihatin yang mempelajari Tiongkok, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur (XUAR), Asia Tengah, dan wilayah-wilayah terkait lainnya di dunia, kami mengeluarkan pernyataan ini untuk menyoroti kekhawatiran kami dan menyerukan masyarakat internasional untuk bertindak dalam kaitannya dengan pelanggaran hak asasi manusia secara massal dan serangan-serangan yang disengaja pada budaya asli yang sedang terjadi di XUAR Tiongkok. Para penandatangan pernyataan ini telah bersatu dalam melihat situasi saat ini di wilayah Tiongkok sebagai salah satu perhatian internasional yang signifikan,” kata pernyataan tersebut.

KEKHAWATIRAN DARI UIGHUR AUSTRALIA

Zulfiye Hiwilla, seorang Uighur yang berbasis di Sydney, mengatakan kepada berita SBS bahwa saudara perempuan dan saudara iparnya, yang keduanya adalah warga Australia, belum kembali sejak bepergian ke Tiongkok pada tahun 2017 dan dia percaya bahwa mereka berada di “kamp-kamp pendidikan ulang” tersebut.

“Putri dan putra mereka masih di Australia … Mereka sangat marah, terkejut, anak-anak menangis dan [mereka] sangat stres,” kata Hiwilla kepada berita SBS.

Pada tahun 2017, Almas Nizamidin, seorang warga negara Australia, pergi ke Urumqi, ibukota Xinjiang untuk mencari istrinya yang ditahan oleh otoritas Tiongkok. Nizamidin terbang kembali ke Xinjiang segera setelah mendengar berita bahwa dia telah diambil dari rumahnya oleh beberapa polisi berpakaian sipil tanpa tuduhan resmi.

Kekhawatiran-kekhawatiran tentang keselamatan dari orang-orang Uighur di Australia juga telah diangkat.

Nurmuhammad Majid dari ETAA mengetahui sebuah insiden di mana seorang warga Australia dipanggil oleh polisi Tiongkok melalui FaceTime (aplikasi percakapan tatap muka) di WeChat. Polisi Tiongkok telah mengintimidasi anggota keluarga mereka di Tiongkok dan menuntut kerjasama serta informasi dari kerabat di Australia.

“[Kami] dapat mengonfirmasi bahwa keluarga Uighur Australia yang tinggal di Australia … sangat membutuhkan bantuan dan perlindungan dari pemerintah Australia.”

Magid mengatakan mungkin ada lebih dari 10 kasus orang-orang Uighur Australia yang dipenjara di Xinjiang, mengingat bahwa orang-orang Uighur Australia lainnya kemungkinan mengisolasi diri mereka dari komunitas karena takut pada PKT.

“Tidak ada jaminan bahwa pemerintah Tiongkok bisa mencampuri kehidupan-kehidupan normal dan tidak bisa mengganggu orang-orang Uighur Australia ketika mereka bertindak atau pergi atau tinggal di Australia,” tambah Majid.

AUSTRALIA MENANGGAPI, TETAPI APAKAH CUKUP?

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) mengatakan dalam sebuah email bahwa meskipun tidak dapat menentukan jumlah pasti warga Australia yang ditahan di Xinjiang, Australia telah “mendesak Tiongkok untuk menghentikan penahanan sewenang-wenang terhadap warga Uighur.”

Omer Kanat, Ketua Komite Eksekutif Kongres Uighur Dunia mengatakan kepada The Epoch Times bahwa Australia bisa berbuat lebih banyak.

“Kami ingin Australia berbuat lebih banyak. Pertama-tama meminta Tiongkok untuk menghentikan penindasan yang sedang berlangsung di Turkistan Timur. Kedua, kami ingin Australia melindungi warganya sendiri. Karena ada banyak orang Uighur Australia, orang-orang Uighur yang merupakan warga negara Australia.”

Pada 3 Desember 2018, anggota parlemen dari Partai Buruh Australia Michael Danby, memperkenalkan Undang-Undang Magnitsky Australia yang akan menyaksikan para pelanggar HAM menghadapi sanksi-sanksi berat setelah disahkan.

“Ketua Partai Komunis wilayah, Chen Quanguo, dengan rencananya yang mengerikan untuk memenjarakan satu juta Uighur di kamp-kamp konsentrasi, tidak akan dilupakan oleh undang-undang seperti ini jika disahkan dan pemerintah federal di masa mendatang memiliki kesempatan untuk memanggilnya,” kata Danby di Parlemen. .

Nurmuhammad Majid berharap bahwa tekanan internasional akan mengakhiri penahanan orang-orang Uighur dan kelompok-kelompok lain di Tiongkok namun menyadari: “Ini adalah masalah yang mengkhawatirkan bahwa pemerintah Tiongkok tidak akan mendengarkan arahan-arahan dari negara-negara tersebut, dalam hal hak asasi manusia atau kebebasan beragama terhadap kelompok-kelompok lain, termasuk Uighur, Tibet atau praktisi Falun Gong di Tiongkok.”

Majid menambahkan bahwa negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa: “harus cukup berani untuk berbicara menentang pemerintah Tiongkok dan menuntut peningkatan situasi hak asasi manusia dan juga menuntut pembebasan orang-orang yang tidak bersalah yang ditahan oleh otoritas Tiongkok.” (ran)

Video pilihan:

Dokter Ungkap Kejahatan Pengambilan Organ Tubuh di Tiongkok

Reputasi dan Pengaruh Jepang dalam Investasi Infrastruktur di Asia Tenggara Lebih Tinggi daripada Tiongkok

0

oleh Wu Ying

Sebelum komunis Tiongkok mulai berinvestasi dalam infrastruktur di Asia Tenggara melalui Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan (OBOR), Jepang adalah sumber pembiayaan terbesar di kawasan tersebut.

Para ahli mengatakan bahwa meskipun jumlah dana investasi infrastruktur Beijing di negara-negara Asia Tenggara melebihi Jepang, tetapi reputasi dan pengaruh Tokyo dalam ekonomi dan perdagangan di kawasan itu masih lebih tinggi daripada komunis Tiongkok.

CNBC melaporkan bahwa investasi perusahaan multinasional milik negara Jepang pada negara-negara berkembang di Asia sudah dimulai pada akhir tahun 1970-an. Namun pemerintah Tokyo baru mulai mempromosikan cetak biru infrastruktur luar negerinya pada awal tahun 1990-an. G7 dan OECD memujian Jepang sebagai perwakilan khas dari pembangunan infrastruktur berkualitas.

Jepang membantu orang Asia Tenggara keluar dari kemiskinan melalui proyek infrastruktur

Selain meningkatkan aliran logistik ke seluruhan negara-negara berkembang, cetak biru infrastruktur yang dipromosikan oleh pemerintah Jepang juga memenuhi standar keamanan tinggi, ramah lingkungan, andal, dan inklusif. Misalnya, dana pinjaman infrastruktur dari Japan Bank for International Cooperation ke Vietnam telah meningkatkan kualitas pembangunan jalan dan pelabuhan negara itu, meningkatkan pendapatan keluarga pedesaan, membantu rakyat negara itu keluar dari kemiskinan, dan meningkatkan efisiensi kerja.

Sebaliknya, komunis Tiongkok justru banyak mendapat kritikan masyarakat internasional karena mereka memanfaatkan alternatif OBOR sebagai platform untuk mewujudkan ambisi ekspansi globalnya.

Jonathan Hillman, seorang peneliti senior dan direktur Reconnecting Asia Project dari Centre for Strategic and International Studies menulis dalam sebuah laporan pada tahun 2018 bahwa, Proyek-proyek infrastruktur komunis Tiongkok yang diusulkan melalui program OBOR mereka hampir tidak ada yang menciptakan dampak positif pada masyarakat lokal.

Dalam tulisannya, Jonathan Hillman mengajukan serangkaian pertanyaan yang memancing pemikiran kita semua tentang proyek OBOR : Apakah pengeluaran untuk penyertaan pada proyek OBOR itu bermanfaat bagi orang-orang yang paling membutuhkan bantuan ? Apakah proyek itu layak atau bakal menjadi bencana besar ? Dan Apakah proyek-proyek itu akan menambah atau merusak nilai yang sudah ada ?

Jepang menekankan adanya partisipasi lokal, transparansi, dan pemberantasan korupsi

Sejumlah ahli mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur seperti kereta api, jaringan komunikasi, dan pengembangan pertanian yang dikerjakan di luar negeri oleh perusahaan Jepang dan lembaga terkait dari pemerintah Tokyo. Mereka akan memberikan pelatihan teknis dan pendidikan selain untuk memaksimalkan penerima manfaat bagi masyarakat lokal, juga diharapkan dapat membantu mempromosikan persahabatan antara Tokyo dengan pemerintah daerah.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada Nopember lalu mengatakan bahwa Jepang akan membantu negara-negara Asia Tenggara dengan melatih 80.000 orang ahli industri digital dalam lima tahun mendatang. Langkah demikian sebagai bagian dari rencana negara untuk mempromosikan pembangunan kota pintar di wilayah tersebut.

Dibandingkan dengan proyek OBOR komunis Tiongkok, negara Asia Tenggara yang telah berpartisipasi malahan sering mengeluh karena proyek mereka dinilai tidak memiliki hubungan dengan daerah setempat. Kritikan menyasar terhadap banyak proyek konstruksi yang dipimpin oleh komunis Tiongkok. Pasalnya, proyek OBOR mengimpor bahan-bahan dan tenaga kerja dalam jumlah besar dari daratan Tiongkok, tetapi tidak bekerja sama dengan perusahaan lokal, memanfaatkan sumber daya dan tenaga kerja lokal.

Selain itu, proyek OBOR juga merangsang tumbuhnya korupsi. Wall Street Journal mengutip sumber yang akrab dengan masalah ini memberitakan bahwa pejabat komunis Tiongkok setuju untuk meng-upgrade biaya proyek infrastruktur yang dikerjakan di Malaysia.

Jonathan Hillman dalam sebuah laporan yang dikeluarkan dalam pekan ini menyebutkan, untuk menghindari munculnya korupsi dalam proyek OBOR, Beijing seharusnya belajar ke Tokyo.

Ketika mantan Presiden Filipina Ferdinand Marcos terpaksa mengasingkan diri ke Hawaii pada tahun 1986, media lokal mengekspos skandal korupsi yang melibatkan puluhan perusahaan Jepang yang kemudian membuat pemerintah Tokyo merasa malu dan bertekad untuk mempromosikan reformasi dan memperkenalkan transparansi yang lebih besar. Sistem persaingan yang lebih terbuka akhirnya mengarah pada piagam pertolongan pertama Jepang. Demikian tulis dalam laporan itu.

Jepang menyediakan pembiayaan berkelanjutan

Pembiayaan proyek luar negeri Tokyo secara luas dianggap sebagai pinjaman yang lebih andal.

Institute of Developing Economies, anak perusahaan dari Organisasi Perdagangan Eksternal Jepang menerbitkan laporan pada tahun 2018 yang menyatakan bahwa proyek-proyek Jepang lebih fleksibel jika dibandingkan dengan proyek-proyek infrastruktur yang didukung oleh komunis Tiongkok karena memiliki banyak sumber pendukung dana.

Menurut laporan tersebut, banyak proyek infrastruktur Jepang didukung oleh Mitsubishi, Toyota, Nintendo dan Sumitomo Mitsui Financial Group yang mempromosikan integrasi ekonomi di Asia Tenggara dan memahami pentingnya arti memperkuat hubungan sipil dari wilayah tersebut.

Sebaliknya, dalam menanggapi sumber dana untuk proyek OBOR dari komunis Tiongkok, Hillman mengatakan, beberapa bank besar Tiongkok biasanya membuka proyek infrastruktur yang akan dilaksanakan setelah perusahaan kontraktor itu telah terpilih. Tetapi, jarang menerbitkan persyaratan pinjaman dan umumnya implementasinya lambat. Praktik-praktik ini tidak membantu dalam mendapatkan kepercayaan terhadap proyek OBOR dari negara-negara lokal.

Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa negara telah membatalkan keikutsertaan pihaknya dalam proyek OBOR atau menuntut diadakan kembali negosiasi.

Media lokal Pakistan Dawn pada bulan Januari ini melaporkan bahwa Imran Khan, perdana menteri Pakistan yang baru terpilih bulan Agustus lalu, telah secara resmi menyampaikan kepada Beijing bahwa negaranya tidak tertarik untuk membangun pembangkit listrik Rahim Yar Khan dan meminta agar proyek pembangkit listrik tersebut dihapus dari Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC).

OBOR adalah diplomasi hutang dari komunis Tiongkok

Beberapa negara Barat menuduh komunis Tiongkok membiarkan negara lain jatuh ke dalam perangkap utang melalui proyek OBOR, membuat negara-negara debitur terpaksa menyerahkan ekuitas infrastruktur mereka kepada kreditur untuk membayar kembali utangnya. Dengan demikian komunis Tiongkok dapat memperoleh kendali atas infrastruktur terkait.

Sebagai contoh, pemerintah Sri Lanka tidak dapat membayar hutang besar kepada komunis Tiongkok yang diakibatkan oleh pembangunan Pelabuhan Hambantota, sehingga terpaksa menyewakan pelabuhan itu kepada perusahaan Tiongkok selama 99 tahun dengan hasil operasional yang 80% adalah milik pihak Tiongkok dan hanya 20% yang menjadi milik Sri Lanka.

Menurut sebuah laporan yang dirilis tahun lalu oleh Center for Global Development, think tank yang berbasis di Washington DC, bahwa proyek OBOR telah membawa setidaknya 8 negara  tetangga India ke dalam jebakan hutang dengan niat politik di baliknya.

Foreign Policy Research Institute (Lembaga Penelitian Kebijakan Luar Negeri) menyebutkan dalam sebuah laporan tahun 2018 bahwa Beijing mungkin pandai membuat janji-janji besar, berbeda dengan Tokyo yang lebih mementingkan perwujudan sesuai komitmennya, dan hal ini telah memberikan pengaruh yang tidak kecil. (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=XYskDBnCmf4

Pejabat Elit Partai Ateis Percaya Fengsui Vena Naga Pegunungan Qinling (3)

0

Wang Jingwen-EpochWeekly

Rangkaian buku terbitan “New Epoch Weekly” Taiwan pernah memperkenalkan pengalaman Xi Jiping di masa mudanya, yang memengaruhi langsung pandangan hidupnya dan cara menyelesaikan pekara di kemudian hari. Diantaranya seorang bernama Jia Dashan, sangat besar pengaruhnya terhadap Xi Jinping.

Artikel “Mengenang Dashan” yang ditulis Xi Jinping pada 1999, telah memperlihatkan hubungan akrab Xi dengan almarhum pengarang Jia Dashan dimasa berada dikota Zhengding provinsi Hebei tahun 1980-an.

Menurut pemberitaan, atas pengaruh Jia Dashan, Xi sangat menaruh perhatian atas perlidungan terhadap bangunan kuno tradisional dan barang-barang peninggalan sejarah, Xi khusus menghubungi Beijing. Saat itu pula menyampaikan permohonan dana, dan mengumpulkan dana, merenovasi kuil Longxing dengan patung tembaga Seribu Tangan Seribu Mata Bodhisattva Avalokiteswara,  Konon salah satu kuil yang terbaik di dunia, selain itu ia membangun ulang kuil Lingji yang pembangunannya lebih awal 46 tahun daripada Longxing.

BACA JUGA : Pejabat Elit Partai Atheis Percaya Fengsui Vena Naga Pegunungan Qinling (Bagian 1)

Kemudian hari hasil karya Jia Dashan dinilai “telah menuangkan tulisan yang melukiskan Saripati (Jing /精), Energi vital (Qi / 氣) dan spirit (Shen / 神) dari manusia”, misalnya penjual bunga wanita didalam pasar bunga, bunga yang berharga 15 Yuan, ditawar oleh petani tua 10 Yuan, disaat itu datanglah seorang kader muda (partai) juga ingin membeli bunga, yang lalu bertanya kepada si petani tua dari komune mana, siapa nama Sekretaris (pimpinan) komune, dan menyatakan ia akan membeli bunga itu dengan harga tinggi.

Namun wanita penjual bunga lebih rela menjual bunga itu kepada petani tua dengan harga 10 yuan, karena dia tidak suka orang yang menggunakan kekuasaannya menekan orang lain.

Keteguhan watak yang pernah dimiliki oleh orang zaman kuno di Tiongkok, karakter yang telah sirna di Tiongkok zaman kini.

Mao Zedong Percaya Ramalan Nasib

Sesungguhnya tidak hanya Xi Jinping dan lainnya percaya Fengsui dan lain-lain budaya tradisional Tiongkok, Mao Zedong lebih percaya, banyak pejabat elit PKT diam-diam telah meminta untuk diramal dan mereka taat pada Fengsui.

Ibunda Mao percaya Buddha, maka Mao sejak kecil sangat percaya ramalan nasib dan lainnya.

Konon, ketika Mao ikut dalam revolusi Xinhai (1911) mendapat senapan pertamanya yang bernomorkan “8341”. Kelak, dalam menujumkan peramalan nasibnya, ia juga mendapat nomor “8341”. Apa makna nomor itu, sampai Mao meninggal pada 1976, teka-teki itu baru terpecahkan dan tersebar: usia Mao mencapai 83 tahun dan berkuasa selama 41 tahun.

Dengan kelangsungan hidupnya sendiri, Mao telah membuktikan “Nasib manusia ditentukan oleh Langit (sang Pencipta)”, ia dengan dengan tanpa segan telah mengejek sendiri ideologi ateis yang dianutnya.

Selain itu, 2 tempat termasyhur di Tiongkok, sejak Mao mendirikan kekuasaannya (1949), dalam seumur hidupnya tidak berani menginjakkan kakinya di dua tempat itu.

Tempat pertama adalah “Yan An”. Pada tahun itu musuh Mao, Jiang Kaishek menyerang daerah Shaanxi utara, 200.000 pasukan Jiang menyerang Yan An. PKT memutuskan sebagian pasukan tetap bertahan di Shanxi utara, sebagian lainnya lari ke arah Timur menyeberangi sungai Kuning menuju daerah Huabei. Mao gamang, maka meminta ahli nujum membantu meramalnya.

Hasil nujum mengatakan: ”Kebetulan adalah permulaan musim Semi, air sungai kering, sungguh tidak baik melewati sungai.” Saat itu Mao menurutinya untuk tidak melewati sungai.

BACA JUGA : Pejabat Elit Partai Ateis Percaya Fengsui Vena Naga Pegunungan Qinling (2)

Sang peramal mengimbuhkan, sungai itu tidak boleh sembarangan dilewati, jika dilewati, jangan sampai kembali lagi! Sebenarnya, Yan An bagi PKT dan Mao sendiri merupakan “tempat keberuntungan” yang tiada duanya, namun Mao justru sejak saat itu tidak pernah kembali ke Yan An satu kalipun.

Kedua adalah Istana Terlarang Beijing. istana itu hanya tersekat sebidang tembok dengan pusat pemerintahan Zhong Nan Hai, yang merupakan istana kaisar yang mengalami dua periode dinasti Ming dan Qing selama 500 tahun lebih, didalamnya tersimpan jutaan peninggalan sejarah yang amat berharga, maka disebut Museum Istana Terlarang.

Menurut nafsu kekuasaan Mao dan hobi Mao dalam kaligrafi, tempat itu seharusnya sering ia kunjungi. Tamu agung dari manca negara yang datang berkunjung, Museum Istana Terlarang merupakan tempat yang pasti tercantum dalam acara kunjungan, akan tetapi mengapa Mao tidak berkunjung dan menikmati keindahan Istana tersebut? Ternyata ia menaati perintah seorang “pintar” yang melarangnya memasuki Istana Terlarang, jika masuk akan membahayakan kekuasaannya.”

Di sini nampak Partai Komunis Tiongkok (PKT) mempermainkan rakyatnya, dengan tidak mengizinkan rakyat menghormati Langit dan mempercayai nasib, sedangkan mereka sendiri diam-diam menuruti nasib yang dinujumkan oleh peramal dan tidak berani melanggar pantangan. (TYS/WHS/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=R282T08Z1Rc

Tiongkok Luncurkan Aplikasi Memberitahu Ada Orang yang Berutang Berada di Sekitar Pengguna

0

Tiongkok telah meluncurkan aplikasi yang memberi tahu para penggunanya jika ada seseorang yang berutang berada dalam jarak 500 yard (457 meter) dari lokasi mereka. Aplikasi ini juga mendorong warga untuk melaporkan orang yang berutang tersebut jika mereka terlihat tidak mampu membayar.

Sebuah pengadilan di provinsi Hebei Tiongkok memperkenalkan “program mini” WeChat, yang secara harfiah dinamai “peta penunggak utang,” menurut media China Daily yang dikelola pemerintah. Pengadilan mengklaim bahwa aplikasi tersebut menyediakan sarana tambahan untuk “menegakkan keputusan kami dan menciptakan lingkungan yang dapat dipercaya secara sosial.”

WeChat adalah platform pengiriman pesan instan paling populer di Tiongkok.

https://twitter.com/evazhengll/status/1087997461258555399

Aplikasi ini menyediakan peta bagi para pengguna dan pelacakan radar di layar “penunggak utang”, yang lokasi-lokasi tepatnya ditandai dengan jarum-jarum penanda. Mengetuk masing-masing penanda tersebut akan mengungkapkan informasi pribadi orang yang berutang.

Ia juga memperingatkan penggunanya dengan flash peringatan ketika pengutang ada di sekitar mereka.

Tidak jelas berapa banyak utang seseorang harus termasuk di dalamnya untuk menarik minat melakukan pelanggaran privasi ini, perilaku apa yang menandakan ketidakmampuan untuk membayar utang, atau bagaimana pengguna aplikasi dapat melaporkan seorang pengutang yang mereka duga boros secara finansial.

Operasi aplikasi saat ini terbatas untuk provinsi Hebei.

SISTEM KREDIT SOSIAL TIONGKOK

Mengingatkan pada fiksi dystopia, rezim komunis Tiongkok telah meluncurkan aplikasi tersebut di tengah penumpasan pinjaman secara nasional, sebagai tambahan baru pada sistem “kredit sosial” yang sangat kontroversial.

Dystopia adalah suatu keadaan atau kelompok masyarakat yang memiliki kualitas hidup yang sangat buruk dikarenakan tekanan dari pemerintah atau pemimpin, wabah penyakit, maupun teror yang berlangsung terus menerus.

Sistem kredit sosial adalah sistem pemberian peringkat dalam lingkup yang sangat luas yang memantau perilaku penduduknya dan memberi mereka skor abstrak yang sulit dipahami sesuai dengan “kredit sosial” mereka.

Sistem ini akan dibuat peraturan pada tahun 2020. Sistem ini akan mengukur tingkat seseorang dapat dipercaya melalui penilaian perilaku mereka di transportasi umum, pembelanjaan, posting media sosial, kemampuan untuk melunasi pinjaman, dll. Metodologi yang tepat belum diungkapkan.

Saat ini, sistem ini terpecah-pecah, beberapa dijalankan oleh perusahaan teknologi swasta seperti Alibaba, sementara yang lain dijalankan oleh dewan kota. Namun, mereka telah menghukum lebih dari 6.000 orang karena gagal membayar pajak tepat waktu atau bertingkah buruk dalam transportasi umum, sedang melarang mereka bepergian melintasi perbatasan negara dengan pesawat atau kereta api antara bulan Juni dan Januari, menurut Business Insider.

Hukuman lain termasuk larangan dari mendapatkan pekerjaan tertentu, kecepatan internet melambat, dan penyitaan hewan peliharaan. Anak-anak dari orang tua dengan nilai kredit buruk dapat ditolak masuk ke universitas yang diinginkan.

Oktober lalu, seorang jurnalis asing telah merekam pengumuman yang dibuat dalam bahasa Inggris memperingatkan orang-orang untuk tidak berperilaku tidak pantas di kereta peluru (kecepatan tinggi) dari Beijing ke Shanghai, menimbulkan pertanyaan apakah para wisatawan dan pengunjung lain ke negara tersebut akan dikenakan sistem ini di masa mendatang. (ran)

Video pilihan:

19 Ton Apel dari Tiongkok Terkontaminasi, Tak Layak Diekspor

https://www.youtube.com/watch?v=R282T08Z1Rc

Amerika Akui Pemimpin Oposisi Venezuela sebagai Presiden Sementara Yang Sah

0

EpochTimesId — Amerika Serikat mengakui kepala kongres yang dikendalikan oleh oposisi Venezuela sebagai presiden sementara yang sah di negara itu. Pengakuan itu disampaikan oleh Presiden AS, Donald Trump.

Di depan ratusan pendukung pada 23 Januari 2019, Juan Guaido, pemimpin Majelis Nasional yang dijalankan oposisi, bersumpah secara simbolis sebagai ‘presiden sementara’. Dia bersumpah secara simbolis dengan harapan segera diakui oleh Amerika Serikat sebagai pemimpin politik sah dari Venezuela.

Harapan-harapan itu dengan cepat dipenuhi oleh pernyataan dari Trump, yang mendeklarasikan Guaido ‘Presiden Sementara Venezuela’ dan mendeklarasikan Majelis Nasional sebagai satu-satunya cabang (organ) pemerintahan yang sah yang dipilih oleh rakyat Venezuela.

“Saya akan terus menggunakan kekuatan penuh ekonomi dan diplomatik Amerika Serikat untuk mendesak pemulihan demokrasi Venezuela,” pernyataan dari Gedung Putih menambahkan, sebelum mendorong para pemimpin lain di Belahan Barat untuk mengikutinya.

Kanada melakukan hal itu pada 23 Januari, seperti yang dilakukan Grup Lima. Dibentuk pada tahun 2017, Grup Lima terdiri dari 12 negara, termasuk Kanada, yang turut mengupayakan penyelesaian damai atas krisis politik di Venezuela.

Sementara itu, puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan di Caracas dan kota-kota lain dengan harapan bisa menyingkirkan Nicolas Maduro dari kekuasaan. Rezim Maduro telah membuat negara itu meluncur ke dalam krisis ekonomi dan politik yang mengerikan.

Empat orang tewas dalam protes dalam bentrokan dengan pasukan keamanan, di antaranya seorang anak remaja berusia 16 tahun yang ditembak mati. Setidaknya 43 orang ditahan oleh pihak berwenang, menurut organisasi non-pemerintah yang memantau peristiwa tersebut.

Pendukung oposisi Venezuela ikut serta dalam pawai pada peringatan 1958 pemberontakan yang menggulingkan kediktatoran militer di Caracas, pada 23 Januari 2019. (Luis Robayo/AFP/Getty Images/The Epoch Times)

 

Protes menandai 61 tahun sejak jatuhnya kediktatoran militer negara itu pada tahun 1958 dan terjadi selama minggu yang penuh gejolak bagi rezim. Pada 21 Januari, pemberontakan militer berpangkat rendah pertama dicatat dan 27 anggota Garda Nasional ditangkap, menunjukkan keretakan yang terjadi dalam kesetiaan militer kepada pemerintah. Peristiwa itu diikuti oleh protes luas yang membuat mobil terbakar dan patung-patung hancur.

Banyak dari protes itu dilaporkan dari lingkungan Chavista, karena kondisi yang terus memburuk kini telah memaksa bahkan mereka yang telah lama mendukung warisan mantan Presiden Hugo Chavez turun ke jalanan.

Pemberontakan itu dikaitkan dengan kebangkitan kembali Majelis Nasional, berkat pemimpin baru Guaido yang berwajah segar, tetapi juga karena tingkat ketidakpuasan baru di negara yang dulu kaya. Kekurangan utama makanan, obat-obatan, dan barang-barang kebutuhan dasar terus berlanjut, dan hiperinflasi sekarang diperkirakan mencapai 10 juta persen. Tiga juta rakyat Venezuela telah meninggalkan negara Andes itu, sebagai salah satu akibatnya.

Di Caracas, sebanyak 63 kelompok besar demonstran didata oleh Observatorium Konflik Sosial. Sementara beberapa rekaman menunjukkan sebagian besar aksi berlangsung damai, dengan jalan-jalan utama dan jembatan penuh dengan pengunjuk rasa yang dihiasi bendera Venezuela dan teriakan “Maduro Out!”

Namun, di beberapa titik, kerumunan massa dibubarkan dengan gas air mata. Seorang remaja 16 tahun dilaporkan tewas ditembak di Caracas barat. Sementara tiga lainnya tewas saat ‘penjarahan’ terjadi di Ciudad Bolivar, di tenggara negara itu, menurut Departemen Pertahanan.

Adegan di media sosial menunjukkan pengunjuk rasa mengajak serta polisi anti huru hara Caracas untuk bergabung dengan mereka dalam aksi demonstrasi; dan di kota San Felix, sebuah patung Chavez dilalap api ketika para pemrotes berteriak dan membenturkan panci dan wajan.

Banyak yang khawatir akan terjadi penumpasan brutal, karena polisi nasional dan gerombolan pro-Maduro sering mempertahankan kontrol dengan memukuli atau, dalam beberapa kasus, menembaki demonstran. Ratusan orang telah terbunuh dan ribuan orang ditahan dengan cara ini, dalam beberapa tahun terakhir. (LUKE TAYLOR/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Serangan Taliban ke Pangkalan Keamanan Afghanistan Tewaskan Lebih dari 100 Orang

0

Epochtimes.id- Serangan Taliban di Afghanistan yang terjadi pada Senin (21/1/2019) menewaskan puluhan personel keamanan.

melansir dari Reuters, sejumlah perkiraan menyebutkan jumlah korban tewas lebih dari 100 orang. Serangan terjadi di tengah pemerintah berusaha membungkam salah satu serangan pemberontak paling mematikan dalam beberapa bulan.

Penyerang menabrak kenderaan Humvee yang sesak dengan bahan peledak ke pusat pelatihan Direktorat Keamanan Nasional di provinsi Maidan Wardak, sebelah barat ibukota Kabul.

Setidaknya dua pria bersenjata menyerbu kompleks tersebut dengan tembakan sebelum mereka ditembak mati.

“Kami memiliki informasi bahwa 126 orang telah tewas dalam ledakan di dalam pusat pelatihan militer, delapan komando khusus termasuk di antara yang tewas,” kata seorang pejabat senior di kementerian pertahanan di Kabul, yang berbicara dengan syarat anonim.

Sejumlah pejabat setempat mengatakan bahwa sejumlah pasukan dan personel NDS tewas dalam serangan tersebut. Meski demikian, tidak ada konfirmasi resmi mengenai jumlah korban. Sejumlah pejabat diperintahkan untuk tidak berbicara dengan media karena dikhawatirkan melemahkan moril aparat.

“Saya telah diberitahu untuk tidak membuat angka kematian kepada publik. Sangat frustasi menyembunyikan fakta, ”kata seorang pejabat senior kementerian dalam negeri di Kabul.

Serangan kompleks pada pangkalan yang sangat aman menggarisbawahi tekanan berat dihadapi pasukan keamanan Afghanistan. Kini pejuang Taliban semakin yakin telah meningkatkan operasi, bahkan ketika dimulainya upaya diplomatik untuk menyetujui penyelesaian secara damai.

Taliban terus memperjuangkan dominasi politik untuk memaksakan versi ketat hukum Islam mereka. Kelompok ini mengaku bertanggung jawab atas serangan yagn terjadi. Vers juru bicara Taliban Zabiullah Mujahid menyebutkan korban tewas mencapai 190 orang.

Serangan ini adalah paling serius terhadap pasukan Afghanistan dalam beberapa bulan terakhir. Serangan terjadi pada hari yang sama ketika perwakilan Taliban bertemu Zalmay Khalilzad, utusan khusus AS untuk perdamaian di Afghanistan, di Qatar.

Pekan lalu, pejuang Taliban meledakkan sebuah bom mobil di luar kompleks yang sangat ketat menewaskan sedikitnya lima orang dan melukai lebih dari 110 di ibukota, Kabul tetapi korban dari serangan Senin lalu tampaknya jauh lebih besar.

Sharif Hotak selaku anggota dewan provinsi di Maidan Wardak, mengatakan dia melihat mayat 35 anggota pasukan Afghanistan di rumah sakit.

“Banyak lagi yang terbunuh. Beberapa jenzah diangkut ke kota Kabul dan banyak yang terluka dipindahkan ke rumah sakit di Kabul, “kata Hotak.

Dia menambahkan bahwa” pemerintah menyembunyikan jumlah korban yang akurat untuk mencegah penurunan lebih lanjut atas moril pasukan Afghanistan. ”

Serangan pada Senin itu menyebabkan total korban terbesar yang diderita oleh pasukan Afghanistan sejak Agustus 2018, ketika Taliban menguasai provinsi Ghazni tengah. Konfrontasi itu menewaskan 150 pasukan keamanan Afghanistan dan 95 warga sipil tewas, serta ratusan pejuang Taliban sebagaimana diungkap pejabat itu.

Kantor Presiden Ashraf Ghani mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “musuh negara” telah melakukan serangan dan telah membunuh dan melukai “sejumlah putra kami yang terkasih dan jujur.”

Beberapa tahun terakhir, pemerintah Afghanistan telah berhenti mengeluarkan angka-angka korban yang terperinci tetapi para komandan A.S. berulang kali mengatakan bahwa kehilangan yang diderita oleh pasukan Afghanistan “tidak dapat dipertahankan.”

Tahun lalu, Ghani mengatakan 28.000 perwira polisi dan tentara Afghanistan terbunuh sejak 2015.

Kedutaan Inggris di Afghanistan mengatakan korban pada Senin lalu adalah “pengingat nyata pengorbanan yang dilakukan pasukan keamanan dan pertahanan Afghanistan untuk negara mereka.” (asr)

Oleh Rupam Jain dan Abdul Qadir Sediqi/Reuters via The Epochtimes

Rezim Sosialis Venezuela Putus Hubungan Dengan Amerika

0

EpochTimesId – Presiden rezim sosialis Venezuela, Nicolas Maduro mengumumkan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat. Maduro kemudian memberikan waktu kepada diplomat Amerika selama 72 jam untuk meninggalkan negara itu. Keputusan Maduro terkait dengan sikap AS mengakui pemimpin oposisi sebagai presiden sementara.

“Di hadapan orang-orang dan bangsa-bangsa di dunia, dan sebagai presiden konstitusional. Saya telah memutuskan untuk memutuskan hubungan diplomatik dan politik dengan pemerintah AS imperialis,” Maduro mengatakan kepada kerumunan pendukung berbaju merah yang berkumpul di istana presiden.

Dia membuat pengumuman setelah hari yang penuh gejolak setelah Juan Guaido, kepala kongres yang dikendalikan oposisi, menyatakan dirinya sebagai presiden sementara dan mengadakan pemilihan.

Langkah Guaido segera didukung oleh pemerintahan Donald Trump, yang mengatakan pihaknya bersedia menggunakan semua kekuatan ekonomi dan diplomatiknya untuk memulihkan demokrasi Venezuela.

Dalam pernyataan 23 Januari dari Gedung Putih, Trump mengatakan Guaido, Presiden Majelis Nasional Venezuela adalah satu-satunya organ pemerintahan Venezuela yang sah yang dipilih oleh rakyat Venezuela.

Venuezula adalah salah satu dari tiga negara sosialis yang dijuluki oleh pemerintahan Trump sebagai ‘Troika of Tyranny’, bersama Kuba dan Nikaragua. Dalam pidatonya di bulan November, penasihat keamanan nasional John Bolton menggambarkan negara-negara itu sebagai ‘segitiga teror’. Amerika menjatuhkan sanksi pada Venezuela dan Kuba, sambil bersumpah untuk segera menghukum Nikaragua.

Wakil Presiden Mike Pence menyampaikan pesan video dukungan pada 22 Januari kepada rakyat Venezuela yang memprotes Maduro. Dalam pesan video Pence, Dia mengecam Maduro, menggambarkannya sebagai seorang diktator yang tidak memiliki hak sah atas kekuasaan.

“Ketika orang-orang baik di Venezuela membuat suara Anda terdengar besok, atas nama rakyat Amerika, kami berkata: estamos con ustedes. Kami bersamamu. Kami mendukung Anda, dan kami akan tetap bersama Anda sampai Demokrasi dipulihkan dan Anda merebut kembali hak mendasar dan Libertad Anda.”

Pence memperingatkan rezim Maduro dan mendesak rakyat Venezuela untuk meningkatkan protes mereka.

“Atas nama Presiden Donald Trump dan semua orang Amerika, izinkan saya menyatakan dukungan tak tergoyahkan dari Amerika Serikat ketika Anda, rakyat Venezuela, angkat suara Anda dalam seruan untuk kebebasan,” kata Pence dalam video.

“Nicolas Maduro adalah seorang diktator tanpa klaim sah atas kekuasaan. Dia tidak pernah memenangkan kursi kepresidenan dalam pemilihan yang bebas dan adil, dan telah mempertahankan cengkeraman kekuasaannya dengan memenjarakan siapa pun yang berani menentangnya.”

Pendukung oposisi Venezuela mengadakan pawai secara nasional pada 23 Januari, sebagai bagian dari acara tahunan yang menandai jatuhnya pemerintahan militer pada tahun 1958. Para pengkritik pemerintah semakin membandingkan Maduro dengan diktator Marcos Perez, yang digulingkan dari kekuasaan tahun itu.

Pendukung oposisi Venezuela ikut serta dalam pawai pada peringatan 1958 pemberontakan yang menggulingkan kediktatoran militer di Caracas, pada 23 Januari 2019. (Luis Robayo/AFP/Getty Images/The Epoch Times)Presiden Donald Trump telah ditanya apakah Amerika Serikat akan menggunakan aksi militer di Venezuela untuk mendukung penggulingan Presiden Nicolas Maduro dan tanggapannya ambigu.

“Kami tidak mempertimbangkan apa-apa, tetapi semua opsi ada di atas meja,” kata Trump kepada wartawan setelah diskusi meja bundar mengenai biaya medis di Gedung Putih.

Komentar itu muncul setelah pemerintahannya mengumumkan akan mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai presiden sementara.

Trump tidak mengklarifikasi apa yang dia maksud dengan ‘semua opsi’.

Pemerintahannya telah menjatuhkan beberapa putaran sanksi yang ditujukan untuk menekan pemerintah Venezuela.

Tiga negara Amerika Selatan mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai presiden sementara Venezuela. Para pemimpin Brasil, Kolombia, dan Paraguay dengan cepat menyatakan dukungan mereka setelah Guaido mengambil sumpah simbolis di hadapan ribuan pendukung.

Presiden Kolombia Ivan Duque mengatakan bangsanya akan menemani Guaido dalam proses transisi menuju demokrasi.

Presiden Brasil Jair Bolsonaro juga mengatakan bahwa Dia akan mendukung anggota parlemen berusia 35 tahun itu, sehingga perdamaian dan demokrasi kembali ke Venezuela.

Presiden Paraguay Mario Abdo Benitez mengatakan di Twitter bahwa negaranya mendukung Presiden sementara Venezuela Juan Guaido. “Dukung kami untuk merangkul kebebasan dan demokrasi lagi,” kata Abdo Benitez.

Guaido mengatakan itu adalah haknya di bawah konstitusi Venezuela untuk mengambil alih kepresidenan sampai pemilihan baru dapat dilakukan.

Presiden Venezuela Nicolas Maduro dilantik untuk periode kedua yang diperdebatkan, dua minggu lalu dalam tindakan yang dikecam oleh puluhan negara. (THE ASSOCIATED PRESS dan Reporter Epoch Times, Bowen Xiao/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M

Kanada Adakan 19 Kali Pembicaraan Tingkat Tinggi dengan Sekutunya untuk Tekan Tiongkok

0

oleh Chu Fangming

Setelah insiden Meng Wanzhou yang terjadi pada 1 Desember 2018, komunis Tiongkok menangkap beberapa orang warga Kanada dan langsung mengubah hukuman seorang napi warga Kanada yang diduga terlibat penyelundupan narkoba menjadi hukuman mati.

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan Menteri Luar Negeri Chrystia Freeland mengadakan 19 percakapan telepon tingkat tinggi dengan kepala pemerintahan, menteri dan diplomat untuk mendapatkan dukungan dari sekutu dalam rangka meminta komunis Tiongkok  melepaskan warga Kanada yang mereka tahan.

Media ‘CBC’ mengutip pernyataan pemerintah Liberal Kanada melaporkan bahwa Trudeau telah membuat 9 panggilan telepon kepada kepala pemerintah, termasuk dengan Presiden Trump, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Dewan Eropa Donald Tusk.

Kegiatan diplomatik Chrystia Freeland termasuk percakapan lewat sambungan telepon dengan 11 Menteri Luar Negeri antara lain Menlu AS Mike Pompeo, Menlu Inggris Jeremy Hunt, dan menteri luar negeri seperti Australia, Lithuania dan Republik Ceko.

Pernyataan dari Kantor Perdana Menteri menyebutkan bahwa dengan upaya Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri, Australia, Uni Eropa, Prancis, Jerman, Inggris, Amerika Serikat, Belanda, Latvia, Lithuania, Estonia, Spanyol telah menerbitkan 11 pernyataan publik yang  mendukung Kanada.

Pembicaraan telepon tingkat tinggi antara Perdana Menteri Trudeau dan para pemimpin asing :

Amerika Serikat                                : Presiden Donald Trump

Uni Eropa                                         : Presiden Dewan Donald Tusk

Finlandia                                          : Presiden Sauli Niinisto

New Zealand                                    : Perdana Menteri Jacinda Ardern

Argentina                                         : Presiden Mauricio Macri

Singapura                                        : Perdana Menteri Lee Hsien Loong

Perserikatan Bangsa-Bangsa              : Sekretaris Jenderal Antonio Guterres

Jerman                                             : Angela Merkel

Tidak lama setelah penangkapan Meng Wanzhou, komunis Tiongkok menangkap Michael Kovrig, seorang mantan diplomat Kanada yang bekerja untuk LSM di Tiongkok dan Michael Spavor, seorang pengusaha Kanada yang mengatur mantan bintang NBA AS untuk melakukan perjalanan ke Korea Utara.

Di awal bulan ini, pengadilan di Dalian, Tiongkok mengadakan pemeriksaan ulang atas kasus dugaan penyelundupan 222 kilogram sabu-sabu ke Tiongkok oleh warga Kanada bernama Robert Schellenberg pada 2014. Schellenberg sebelumnya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Tetapi melalui persidangan ulang tersebut ia dijatuhi hukuman mati.

Setelah keputusan itu, pemerintah Trudeau mengutuk komunis Tiongkok karena menggunakan hukuman mati secara sewenang-wenang dan menghimbau pihak berwenang Tiongkok untuk menjatuhkan hukuman yang sesauai. Selain itu, menuntut pembebasan Michael Kovrig dan Michael Spavor yang ditahan ilegal.

Pada Senin (21 Januari), 140 orang cendekiawan internasional dan mantan diplomat bersama-sama mengirim surat kepada pemimpin Tiongkok Xi Jinping, mendesak Beijing untuk membebaskan Michael Kovrig dan Michael Spavor agar tidak merusak hubungan Tiongkok – Kanada.

Pada hari yang sama, Trudeau dalam pidatonya di Ottawa mengatakan bahwa ia tidak akan mengubah strategi dukungan dari negara sekutunya. Trudeau menekankan bahwa Kanada akan selalu mematuhi aturan hukum dan semua negara harus mematuhi aturan hukum.

“Ini adalah prinsip yang sangat jelas” katanya. “Dalam beberapa dekade terakhir, sistem peradilan kami telah terlepas dari campur tangan politik, Hal ini sangat bermanfaat bagi planet kita, dan Kanada akan selalu mempertahankan prinsip ini”.

Namun, sampai sekarang masih belum jelas apakah kutukan lewat pernyataan terbuka yang disampaikan pemerintah Kanada, para sekutu-sekutunya dan pihak-pihak lain bisa mencapai efek yang diinginkan Ottawa.

Pembicaraan Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland dengan para pemimpin diplomatik Asing :

Amerika Serikat                                : Menlu Mike Pompeo

Inggris                                             : Menlu Jeremy Hunt

Jerman                                             : Menlu Heiko Maas

Tiongkok                                           : Duta Besar Tiongkok untuk Kanada Lu Shaye

Dana Moneter Internasional                : Direktur Christine Lagarde

Singapura                                          : Wakil PM. Tharman Shanmugaratnam

Australia                                            : Menlu Marise Payne

Ceko                                                  : Menlu Tomas Petricek

Lithuania                                            : Menlu Linas Linkevicius

Kelompok Krisis Internasional               : Presiden dan CEO Robert Malley

Uni Eropa                                            : Perwakilan Tinggi CFSP. Federica Mogherini

“Komunis Tiongkok membuat kesalahan besar”

Lynette Ong, seorang profesor ilmu politik dan Institut Asia di Munk School of Global Affairs and Public Policy Universitas Toronto mengatakan : “Tujuan dari semua penahanan yang dilakukan pihak berwenang Tiongkok adalah untuk menunjukkan bahwa diri mereka cukup  kuat.” Ia berharap Kanada dapat menggunakan strateginya dengan bijak untuk menyelesaikan konflik antara Kanada dengan Tiongkok.

Namun, para ahli dan cendekiawan lainnya percaya bahwa penyelesaian perselisihan tanpa campur tangan dari pihak ketiga tidak memastikan bahwa komunis Tiongkok dapat membebaskan Michael Kovrig dan Michael Spavor.

André Laliberté, seorang profesor di Institut Ilmu Politik Universitas Ottawa yang mempelajari Tiongkok dan politik komparatif mengatakan : “Sungguh konyol jika menghadapi komunis Tiongkok yang sangat kasar di depan umum melalui cara yang sopan atau saluran rahasia untuk menyelesaikan perselisihan yang ada.”

“Jika Jerman dan negara-negara penting lainnya juga mulai membela masalah Kanada, saya berharap ini akan berpengaruh”. “Perilaku komunis Tiongkok tersebut sedang membuat dirinya kehilangan banyak kekuatan lunak,” katanya.

Stephen Saideman, Direktur Sekolah Hubungan Internasional Norman Patterson di Universitas Carleton mengatakan : “Komunis Tiongkok telah membuat kesalahan besar dalam hal ini. Tetapi saya tidak yakin apakah mereka akan memberikan tanggapan atas tekanan internasional ini.” (Sin/asr)