EpochTimesId — Rencana-rencana kerja nasional ratusan negara yang diajukan sebelum pertemuan Paris diyakini tidak bisa memenuhi tujuan-tujuan jangka panjang Kesepakatan Paris dalam mengimbangi dampak pemanasan global. Ada sekitar 163 negara telah menyerahkan rancangan bagaimana kontribusi mereka untuk memenuhi tujuan perjanjian iklim Paris yang membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat celsius di atas level sebelum masa industri.
Namun apabila semua rancangan itu disatukan dan diterapkan, kenaikan suhu diperkirakan masih tinggi yaitu sebesar 3 derajat pada abad ini. Seperti dikutip dari VOA, Rabu (8/11/2017).
Juru Bicara dari Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (OECD), Nicholas Nuttal, menyoroti bencana alam seperti badai, banjir dan dampak-dampak lain akibat perubahan yang semakin merusak. Maka semakin mendesak untuk setiap negara meningkatkan target pengurangan emisi, bila mereka ingin pemanasan global tetap dalam ambang batas aman.
Tahun ini telah terjadi banyak kondisi cuaca ekstrim yang telah lama diperingatkan oleh para ahli, antara lain banjir besar di Asia, badai-badai yang merusak di Karibia dan Amerika Serikat, dan kebakaran lahan di California dan selatan Eropa.
“Dalam upaya mengurangi emisi dan mencegah dampak yang lebih buruk, kita berpacu dengan waktu. Kita harus menanamkan bahwa melindungi lindungan adalah tidak hanya bisnis yang bagus, tapi juga kebijakan yang bagus,” kata Angel Gurria, Sekretaris Jenderal OECD.
Utusan 195 negara bertemu di Bonn, Jerman untuk pembicaraan iklim PBB. Mereka akan membuat aturan untuk menerapkan kesepakatan Paris, termasuk beberapa isu yang kadang-kadang masih memicu perdebatan seperti misalnya bagaimana pengurangan emisi gas yang mengubah iklim, bisa dilaporkan dan diperiksa oleh negara lain.
Namun, OECD mengatakan waktu mereka tidak banyak. Emisi global gas pengubah iklim harus meningkat pada 2020 atau tiga tahun lagi dari sekarang untuk menjaga agar tingkat pemanasan berada di ambang batas aman, menurut World Resources Institute.
Camilla Born, penasihat senior untuk E3G, lembaga penelitian iklim bermarkas di London mengatakan, “Kita harus menunjukkan peningkatan ambisi pada 2020, bila ingin tetap pada jalur untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang tersebut.”
“Ini tugas yang lebih luas dan dalam dari yang pernah kita lihat sebelumnya. Ini bukan hanya pembicaraan mengenai menaikkan target-target. Hal ini tentang menyusun ekonomi kita secara berbeda. Kita bergerak ke arah sana, namun kita butuh bergerak lebih cepat,” sambung Born kepada Thomson Reuters Foundation.
Banyak negara berkembang berencana untuk membatasi emisi dan beradaptasi dengan perubahan iklim bergantung pada penerimaan dana yang cukup untuk menerapkannya.
Negara-negara maju berjanji akan menggalang dana 100 miliar dolar setiap tahun guna pendanaan iklim pada 2020. Dana itu akan disalurkan untuk membantu negara berkembang mengatasi dampak dari perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Padahal negara-negara berkembang membutuhkan lebih dari 4 triliun dolar untuk menerapkan rencana mereka. Seperti disampaikan oleh Least Developed Countries (LDC) Group yang mewakili 47 negara termiskin di dunia.
“Negara-negara LDC dan negara berkembang lainnya tidak bisa melakukan tindakan yang ambisius untuk menangani perubahan iklim atau untuk melindungi diri mereka dari dampak-dampak (perubahan iklim) kecuali seluruh negara memenuhi janji-janji yang telah mereka buat,” kata Ketua LDC, Gebru Jember Endalew.
Diplomat dari Ethiopia ini pun mendorong pembicaraan Bonn untuk menghasilkan lebih banyak bantuan tunai untuk membiayai perubahan-perubahan radikal yang diperlukan. (voa/waa)