Home Blog Page 1988

Konglomerat Tiongkok HNA Siap Menjual Aset Properti Senilai $11 Miliar

0

HONG KONG – Konglomerat Tiongkok HNA Group telah memasang penjualan aset properti setidaknya senilai $11 miliar, menurut dokumen yang dilihat oleh Reuters, mempercepat dorongan untuk memotong utang besar dan restrukturisasi.

Dua set dokumen yang ditinjau oleh Reuters mencatat lebih dari 80 aset HNA yang telah siap untuk dijual atau bermaksud untuk dijual, termasuk hotel dan bangunan-bangunan komersial serta perumahan. Mereka sebagian besar berada di Tiongkok, dengan sebagian besar dari mereka terletak di Pulau Hainan, di mana HNA berkantor pusat.

Dokumen-dokumen tersebut dikirim ke para calon investor pada bulan Agustus, kata sumber.

Di bawah tekanan dari Beijing, konglomerat penerbangan sampai perhotelan tersebut pada tahun 2018 telah menjual real estat, saham di perusahaan luar negeri, dan aset-aset terkait penerbangan setelah ambil bagian dalam kesenangan mengakuisisi $50 miliar dalam beberapa tahun terakhir.

Sejak Januari, HNA telah menjual atau setuju untuk menjual lebih dari $20 miliar aset, termasuk real estat di Sydney, New York, dan Hong Kong, menurut perhitungan Reuters dan laporan-laporan media.

“Kami secara strategis keluar dari beberapa area tetapi itu bukan penjualan banting harga agar cepat terjual,” kata sumber perusahaan yang akrab dengan rencana grup tersebut.

Tidak segera jelas apakah beberapa aset yang tercantum dalam dua set dokumen tersebut telah terjual.

Seorang juru bicara HNA menolak berkomentar. Sumber-sumber menolak untuk diidentifikasi karena mereka tidak berwenang untuk berbicara kepada media.

Total utang HNA mencapai 657,41 miliar yuan ($94,96 miliar) pada akhir semester pertama, turun 10,7 persen dari akhir-2017. Meskipun mengalami penurunan, total utang grup untuk EBITDA (Penghasilan Sebelum Bunga, Pajak, Penyusutan, dan Amortisasi) sebesar 21,36 kali pada akhir semester pertama.

Dalam satu set dokumen, HNA mencatat 24 aset di Tiongkok dan 11 di luar negeri, termasuk HNA International Plaza, kompleks landmark komersial sampai perumahan di Haikou, dan 850 Third Avenue di New York, yang berada di bawah pengawasan oleh pemerintah AS karena kedekatannya dengan Trump Tower, menurut laporan media.

Perkiraan nilai total dari 26 aset yang tercantum dalam kelompok dokumen ini adalah $10,5 miliar tetapi tidak memberikan perkiraan valuasi aset-aset yang tersisa.

Dalam kelompok dokumen terpisah yang dikirim ke investor potensial lainnya, HNA mencatat 57 aset properti domestik sebagai “direncanakan untuk dijual,” 10 di antaranya juga muncul di kelompok dokumen pertama.

Aset yang tercantum dalam kelompok dokumen kedua termasuk hotel di Hainan, Beijing, dan Shanghai, serta bangunan tempat tinggal di Hainan, Tianjin, dan Tangshan di Provinsi Hebei Tiongkok utara.

Kelompok dokumen kedua tidak memberikan perkiraan valuasi. Namun, menetapkan jangka waktu untuk penjualan sebagian besar aset, dengan 18 ditargetkan untuk dijual pada paruh kedua tahun 2018 dan 23 pada tahun 2019.

Awal tahun ini, HNA telah menjual 25 persen saham di Hilton Grand Vacations Inc., memangkas saham di Deutsche Bank, dan telah menjual tiga bidang tanah di Hong Kong, di antara penjualan lainnya.

Group ini juga menjajaki penjualan unit logistik CWT yang baru diakuisisi, orang-orang yang akrab dengan situasi tersebut mengatakan pada Reuters bulan lalu.

HNA dan beberapa konglomerat Tiongkok lainnya berada di garis bidik rezim komunis Juni lalu ketika berusaha untuk mengekang investasi keuangan berisiko tinggi dan arus modal keluar.

Sumber yang dekat dengan otoritas pusat mengatakan kepada The Epoch Times pada saat itu bahwa penyapuan tersebut adalah bagian dari upaya kepemimpinan saat ini untuk membersihkan korupsi di industri keuangan Tiongkok. (ran)

Rekomendasi video:

3 Kelemahan Tiongkok yang Menyulitkan Bernegosiasi Dagang

https://www.youtube.com/watch?v=myzbajB5N-A

Disurati Kominfo Soal Peretasan Akun Pengguna, Facebook Beri Jawaban Ini

0

Epochtimes.id- Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menerima jawaban dari Facebook mengenai surat permintaan klarifikasi atas adanya masalah keamanan pada fitur Facebook yang berdampak pada peretasan akun pengguna.

Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu mengatakan surat Direktur Jenderal Aplikasi Informatika yang dikirimkan tanggal 1 Oktober 2018 telah dibalas pada tanggal 3 Oktober 2018.

Terhadap permintaan klarifikasi, Facebook menyebutkan peretasan dilakukan oleh aksi pelaku di luar sistem Facebook yang mendapatkan token pengguna dari celah keamanan pada fitur Facebook “View As”.

Token tersebut adalah string numerik unik yang memungkinkan otentikasi akun pengguna fitur yang memungkinkan orang melihat tampilan profil mereka.

Untuk memperbaiki masalah dan melindungi pengguna, Facebook menyatakan tengah melakukan investigasi dan akan melakukan update berkala.

Adapun langkah yang telah diambil sebagai berikut:

  1. membahas celah keamanan atau kerentanan yang ada;
  2. melakukan setting ulang atau reset token akses pengguna Facebook yang terdampak sehingga mengharuskan mereka untuk masuk kembali ke Facebook. Facebook menyebut secara global sekitar 50 juta akun terdampak juga telah disetting ulang.
  3. Facebook telah memberitahu pengguna (setelah masuk kembali) melalui pesan di bagian atas Kabar Berita mereka;
  4. Facebook juga menonaktifkan sementara fitur “Lihat Iklan” saat melakukan tinjauan keamanan; dan
  5. telah menginformasikan adanya potensi penyalahgunaan data pelanggan kepada penegak hukum.

“Kementerian Kominfo mendorong Facebook untuk mengumumkan kepada publik Indonesia panduan dan perlindungan terhadap pengguna di Indonesia,” pungkas Kominfo. (asr)

Pemimpin Hong Kong Menolak Klarifikasi Mengapa Jurnalis Inggris Dipaksa Meninggalkan Tempat

0

HONG KONG – Pemimpin Hong Kong Carrie Lam pada 9 Oktober tidak akan menjelaskan mengapa pihak berwenang menolak perpanjangan visa kerja untuk seorang wartawan Inggris terkemuka, dalam kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya yang telah mencoreng reputasi kota dan memicu kemarahan.

Victor Mallet, editor Asia untuk koran Financial Times, yang telah tinggal di Hong Kong selama dua tahun terakhir, diberitahu minggu lalu bahwa visa kerjanya tidak dapat diperbarui.

Dua bulan lalu, Mallet menyelenggarakan perbincangan makan siang di Hong Kong Foreign Correspondents Club (FCC) dengan seorang aktivis kemerdekaan, Andy Chan, yang dikritik keras oleh para pejabat Tiongkok dan Hong Kong.

FCC, salah satu klub pers terkemuka di Asia, yang telah menjadi tuan rumah bagi para pejabat Tiongkok dan Hong Kong di antara para pembicara terkemuka lainnya, mengatakan bahwa mereka tidak mendukung atau menentang pandangan para presenter, karena ia adalah sebuah lembaga yang memperjuangkan kebebasan berbicara untuk mengemukakan pendapat.

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam, bagaimanapun, telah menangani kontroversi tersebut secara langsung untuk pertama kalinya, mengiringi pertanyaan apakah Mallet dihukum karena menerima Chan sebagai tamu dalam perbincangan.

Lam menolak menjelaskan mengapa Mallet telah berhasil dipaksa meninggalkan pusat keuangan Asia tersebut. Dia menegaskan kembali posisi untuk para pejabat senior lainnya bahwa pihak-pihak berwenang tidak akan mengomentari visa individu, dan bahwa keputusan tersebut telah sesuai dengan hukum dan keadaan-keadaan khusus dari kasus tersebut.

Hong Kong, bekas koloni Inggris, telah dikembalikan ke pemerintahan Tiongkok pada 1997 di tengah jaminan bahwa wilayah tersebut akan menikmati tingkat otonomi dan kebebasan tinggi di bawah formula “satu negara, dua sistem”.

Para kritikus mengatakan landscape hak asasi Hong Kong telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir di tengah serentetan kontroversi, termasuk memenjarakan para aktivis muda dan pembatalan-pembatalan untuk anggota-anggota parlemen pro-demokrasi dari legislatif.

KETIDAKPUASAN DIPLOMATIK TELAH MENYEBAR

Kasus Mallet menjadi preseden yang mengkhawatirkan dan “berisiko merusak kedudukan internasional bagi Hong Kong,” Maja Kocijancic, jurubicara Uni Eropa untuk urusan luar negeri dan kebijakan keamanan, mengatakan dalam sebuah pernyataan.

“Dengan tidak adanya penjelasan alternatif yang kredibel dari pihak berwenang, keputusan tersebut tampaknya bermotif politik dan karena itu menimbulkan keprihatinan serius tentang kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Hong Kong.”

Seorang juru bicara konsulat Australia di Hong Kong mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya khawatir, dan mendesak pemerintah Hong Kong untuk “melindungi kebebasan” sebagaimana diabadikan dalam Undang-undang Dasar.

Lam tidak akan menyebutkan secara khusus apakah wartawan-wartawan lain akan menghadapi konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan karena melaporkan topik-topik tentang kemerdekaan atau berbicara dengan aktivis-aktivis kemerdekaan.

“Saya minta maaf, saya tidak bisa mengatakan dengan tepat bagaimana seharusnya wartawan mengatakan, atau bertindak, atau mewawancarai …”

Mallet, yang berada di Hong Kong dengan visa turis yang berakhir pada 14 Oktober, berterima kasih kepada para pendukung, dari mulai jurnalis dan pengacara sampai masyarakat.

Lebih dari 10.000 orang telah menandatangani petisi online untuk pihak-pihak berwenang mengubah keputusan tersebut dan mengizinkan jurnalis tersebut bekerja di kota itu lagi.

“Saya sangat berterima kasih kepada semua orang yang telah menandatangani petisi ini, terutama dari Hong Kong, yang telah menjadi rumah bagi keluarga kami selama total lebih dari 7 tahun,” tulisnya di Facebook. (ran)

Rekomendasi video:

FBI Incar Peserta Program Spionase “Talenta Seribu” Tiongkok

https://www.youtube.com/watch?v=XgZwIDDcMig

Fasilitas Terminal Keberangkatan Dan Kedatangan Bandara Mutiara Sis Al Jufri Palu Mulai Beroperasi

0

Epochtimes.id- Pasca 10 hari tsunami dan gempa melanda Sulawesi Tengah, Bandara Mutiara SIS Al Jufri, Palu terus dilakukan perbaikan Hingga Minggu (7/10/2018). Saat ini terminal sementara  Keberangkatan dan Kedatangan sudah mulai beroperasi.

“Sambil kami terus melakukan renovasi, sebagian bangunan sudah difungsikan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Kementerian Perhubungan, Baitul Ihwan di Jakarta,dilansir dari situs Kemenhub.

Menurut dia, pengaktifkan kembali bandara ini setelah mendapat verifiaksi dari Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Langkah yang dilakukan mulai dari pembersihan dan perbaikan bandara ke lantai 2 terminal bandara. Pembersihan antara lain dilakukan di ruang kedatangan lantai 2, serta pembersihan conveyor 2 dan 3 terminal kedatangan.

Menurut Ichwan, hal ini dilakukan sesuai dengan instruksi Menteri Perhubungan bahwa dalam 2-3 minggu setelah bencana gempa, Bandara Mutiara SIS Al Jufri Palu sudah harus beroperasi normal.

Selanjutnya sudah terpasang mobile tower untuk menggantikan sementara menara ATC yang rusak akibat gempa. Selain itu, telah terpasang pula peralatan radio komunikasi dan direct speech.

Berdasarkan data Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, biaya perbaikan bandara untuk sisi udara diperkirakan sekitar Rp. 60 Miliar (untuk perbaikan runway), sedangkan untuk peningkatan/pemeliharaan daya dukung eksisting diperkirakan mencapai Rp. 40 Miliar, sehingga total perbaikan sisi udara diperkirakan mencapai Rp. 100 Miliar.

Sementara untuk sisi darat atau Gedung terminal, diperkirakan biaya perbaikan dibutuhkan sekitar Rp. 150 Miliar.

Sedangkan kebutuhan uang pada sisi darat lainnya yaitu gedung tower, gedung PKPPK, bangunan pendukung lainnya sekitar Rp. 50 Miliar, sehingga total sisi darat sekitar Rp. 200 Miliar.

“Anggaran perbaikan direncanakan menggunakan APBN-P 2018 dan APBN 2019 serta dana dari AirNav untuk pembangunan gedung tower,” kata Baitul Ichwan. (asr)

Sumber : Kemenhub.go.id

Korban Tewas Gempa Haiti Bertambah Jadi 17 Orang

0

EpochTimesId – Korban tewas pada bencana alam gempa Bumi di Hatiti pada akhir pekan kemarin masih terus bertambah. Hingga Selasa (9/10/2018) jumlah korban meninggal dunia menjadi 17 orang.

Pihak berwenang juga mengatakan, bahwa gempa bumi merusak atau menghancurkan hampir 2.500 rumah. Situasi yang memicu kekhawatiran bahwa banyak bangunan berada dalam keadaan genting di negara Karibia yang miskin itu.

Gempa dangkal berkekuatan 5,9 mengguncang Haiti utara pada 6 Oktober 2018. Gempa menimbulkan dan menyebarkan kepanikan, terutama di sekitar Port-de-Paix, sebuah kota pantai yang menyerap beban gelombang kejut.

“Dua orang lagi dikonfirmasi tewas pada 9 Oktober, sehingga jumlah korban tewas menjadi 17 orang,” menurut rilis badan perlindungan sipil Haiti.

Beberapa gempa susulan memperparah kepanikan dan kebangkitan rasa trauma warga. Terlebih gempa susulan yang beruntun menyebabkan alarm di sekitar Port-de-Paix, khususnya di dalam penjara setempat.

“Sebanyak 333 orang lainnya terluka. Sebanyak 2.280 rumah rusak dan 168 lainnya hancur,” imbuh pernyataan Perdana Menteri, Jean Henry Ceant.

Gempa itu, yang berpusat di lepas pantai utara, adalah salah satu yang paling kuat melanda Haiti sejak gempa berkekuatan 7,0 skala Richter di dekat Port-au-Prince. Gempa pada 2010 itu menewaskan puluhan ribu orang.

“Dinding penjara semuanya retak karena gempa bumi, dan gedung itu mungkin saja runtuh dan membunuh kita semua, kapan saja,” kata seorang narapidana, Dosty Pierre, 30, dari sel penjaranya.

Dia dan tahanan lainnya mendesak pihak berwenang untuk memindahkan mereka.

Kepala polisi administrasi nasional, Carl-Henry Boucher, mengatakan kepada Reuters bahwa otoritas penjara di ibukota sedang mengatasi masalah ini. Akan tetapi, Boucher tidak dapat memastikan kapan tahanan akan dipindahkan ke penjara lain.

Pada hari Minggu, tahanan mengorganisir kerusuhan untuk melarikan diri dan kabur dari sel mereka. Beruntung, penjaga dan polisi anti huru-hara menggagalkan upaya pelarian tersebut, kata Jackson Hilaire, kepala polisi wilayah barat laut. (Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA

Selebgram dan Model Irak Ini Tewas Ditembak di Baghdad

0

Epochtimes.id- Pembunuhan yang menimpa model dan selebgram terkenal Irak telah mengejutkan warga Irak. Ini setelah serentetan kematian yang mencurigakan dari para wanita berprofil tinggi pada beberapa minggu terakhir.

Tara Fares ditembak mati di siang hari bolong pekan lalu oleh seorang pria bersenjata yang tidak dikenal. Ketika itu dia saat mengendarai mobil mewah Porsche miliknya di kawasan Baghdad, Camp Sarah.

Rekaman CCTV menunjukkan mobil itu bergerak di sepanjang gang sempit ketika seorang pria berlari ke arahnya. Kejadian ini beberapa saat sebelum dia terbunuh.

Mantan Miss Baghdad ini memiliki lebih dari 2,6 juta pengikut dan dikenal atas komentarnya yang lantang tentang kebebasan, kehidupan, dan agama.

Sebuah pernyataan yang dirilis pada 7 Oktober, oleh Kementerian Dalam Negeri, yang menyelidiki kematian Fares, mengatakan bahwa dia dibunuh oleh “kelompok ekstremis kriminal” yang dikenal.

Otoritas Irak ini tidak mengatakan apakah pelaku orang-orang bersenjata dimaksud telah ditahan.

Kematian Fares ini terjadi dua hari setelah aktivis hak-hak sipil Suad al-Ali ditembak mati oleh seorang pria bersenjata saat siang bolong di kota asalnya, Basrah. Sopirnya juga ditembak dari belakang.

Sebulan sebelumnya, Rafeef al-Yassiri, seorang ahli bedah plastik terkenal dan pemilik spa kecantikan khusus “The Barbie Clinic” ditemukan tewas di rumahnya.

Seminggu kemudian, Rasha al-Hassan, manajer dan pemilik pusat kecantikan, juga ditemukan tewas di rumahnya.

Ketiga wanita itu dikenal karena upaya kemanusiaan mereka dan dukungan mereka untuk kasus-kasus hak asasi manusia. Keadaan kematian perempuan masih belum diketahui.

Meskipun tidak jelas apakah ada kematian yang saling berkaitan, aktivis hak perempuan Hanaa Edwar mengatakan keempat wanita itu ditargetkan untuk mencegah mereka menjadi bagian dari kehidupan publik Irak.

“Langkah itu dimaksudkan untuk menghentikan transisi dari ekstremisme serta isolasi sosial ke cakrawala terbuka di mana perempuan dapat secara efisien berpartisipasi dalam kehidupan sosial melalui kegiatan kemanusiaan, komunal, dan hak asasi manusia,” kata Edwar kepada Reuters.

Laporan media lokal menggambarkan wanita sebagai “target” dan menggambarkan empat kematian sebagai “pembunuhan.”

Haider Issam Nahdi Younis, yang mengelola akun media sosial untuk selebritis Irak, mengatakan beberapa artis dan model telah menutup akun media sosial mereka dengan menerima ancaman kematian setelah kematian empat wanita Irak ini.

Edwar menyerukan kepada Kementerian Dalam Negeri Irak untuk mengungkapkan temuan penyelidikan atas kematian Fares. Langkah ini bertujuan meredakan ketakutan publik dan mencegah lebih banyak perempuan mundur dari kehidupan publik karena takut menjadi sasaran.

Pengaruh paham konservatif yang mulai merosot sejak berkuasa 2003 silam, mendorong sejumlah wanita muda untuk memasuki industri modeling meskipun ada tantangan. Termasuk pembatasan pada pakaian apa yang ditampilkan dan penyalahgunaan di dunia maya. (asr)

Sumber : Reuters via The Epochtimes

Pembuat Obat Tiongkok Huahai Terguling Setelah BPOM Amerika Mencegah Masuk

0

SHANGHAI — Saham Zhejiang Huahai Pharmaceuticals Co Ltd milik Tiongkok jatuh di awal perdagangan pada 8 Oktober, hari pertama perdagangan sejak Badan Pengawas Obat dan Makanan AS, Food and Drug Administration (FDA), menghentikan impor bahan obat atau obat-obatan yang dibuat oleh perusahaan tersebut.

Saham produsen obat yang terdaftar di Shanghai tersebut jatuh maksimum yang diizinkan 10 persen, penurunan terbesar dalam tiga bulan, setelah perusahaan tersebut mengatakan pada 7 Oktober bahwa langkah yang diambil oleh FDA AS bersamaan dengan regulator-regulator di Eropa akan memukul bisnis ekspornya.

Produsen terbesar valsartan untuk pengobatan tekanan darah tinggi tersebut telah menarik produk dari peredaran untuk konsumen di Amerika Serikat pada bulan Juli setelah pencemaran yang terkait dengan penyebab kanker terungkap.

Kasus ini telah menyoroti risiko-risiko bahaya yang tersembunyi di pasar Tiongkok yang sedang terkapar untuk obat-obatan generik dan bahan farmasi aktif (API), dan menggarisbawahi area yang tak terlihat regulasi yang telah menemukan pengawasan-pengawasan Tiongkok, Eropa, dan AS dalam melakukan kesalahan.

Pihak-pihak berwenang Eropa mengatakan akhir bulan lalu mereka telah menemukan bahwa Huahai tidak mematuhi praktik-praktik manufaktur yang baik dan bahwa pabrik perusahaan di Linhai Tiongkok tersebut tidak lagi berwenang memproduksi valsartan.

Pasar-pasar saham Tiongkok melanjutkan perdagangan pada 8 Oktober setelah libur nasional selama seminggu. Huahai, yang mengatakan telah membuat lebih dari 50 obat-obatan, API dan produk-produk antara, telah menghasilkan 61 persen dari total pendapatannya tahun lalu di luar Tiongkok.

Huahai mengatakan dalam sebuah pernyataan pada 7 Oktober bahwa pihaknya menghadapi risiko termasuk dituntut oleh para klien dan tindakan-tindakan lebih lanjut oleh pihak berwenang di Eropa. Ia menambahkan bahwa perusahaan dan unitnya telah dituntut oleh konsumen AS atas masalah valsartan. (ran)

Rekomendasi video:

Siswa siswa SMA di Tiongkok Mencoba Bunuh Diri, Gegara Wabah TBC yang Diabaikan

https://www.youtube.com/watch?v=U7bPlxSsiVI

Peraturan Keamanan Siber Baru di Tiongkok Memungkinkan Pencarian Tanpa Hambatan, Inspeksi Penyedia Layanan Internet

0

Beijing sedang memperluas langkah kejamnya pada pengawasan internet untuk memasukkan penyedia layanan dan perusahaan apa pun yang menggunakan internet di Tiongkok, menurut pengumuman baru-baru ini oleh media pemerintah Tiongkok.

“Peraturan-peraturan inspeksi dan pengawasan keamanan internet” terbaru yang diumumkan oleh Kementerian Keamanan Publik Tiongkok tersebut dilaporkan oleh kantor berita pemerintah Tiongkok Xinhua pada 4 Oktober.

Para penyedia layanan internet Tiongkok termasuk China Telecom, China Unicom, dan China Mobile.

Di bawah aturan baru tersebut, pejabat apa pun di dalam aparatur keamanan Tiongkok kini dapat memasuki lokasi-lokasi perusahaan, ruang-ruang mainframe komputer, dan ruang kerja lainnya, untuk tujuan melakukan inspeksi. Setelah masuk, petugas keamanan dapat meminta para supervisor atau administrator internet untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Para pejabat juga dapat mencari dan membuat salinan informasi yang relevan dengan inspeksi.

Pejabat keamanan sekarang diberdayakan untuk memberikan hukuman administratif atau tindakan pidana untuk setiap perilaku atau tindakan oleh perusahaan atau penyedia layanan yang mereka anggap ilegal.

Peraturan baru tersebut akan dilaksanakan mulai 1 November, menurut Xinhua.

Liao, seorang aktivis internet di Tiongkok, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Radio Free Asia (RFA) bahwa maksud di balik peraturan terbaru ini sangat jelas: untuk memperketat kontrol Beijing terhadap internet dalam tindakan keras terhadap kebebasan berbicara mengeluarkan pendapat.

Pengaturan waktu terkait dengan perang perdagangan yang sedang berlangsung antara Tiongkok dengan Amerika Serikat, kata Liao. Meskipun Beijing telah memberlakukan sensor pada setiap laporan negatif tentang Tiongkok dalam perang dagang, banyak pengguna internet Tiongkok telah mampu melewati Great Firewall Tiongkok, menggunakan perangkat lunak anti-sensor untuk mengakses informasi tanpa sensor di luar Tiongkok.

Contoh perangkat lunak anti-sensor adalah Freegate, yang bebas digunakan. Ini dikembangkan oleh perusahaan yang berbasis di AS, Dynamic Internet Technology (DIT).

Pada bulan September, Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif atas barang-barang Tiongkok senilai $200 miliar, dan sebagai pembalasan, diusulkan tarif 10 persen untuk $60 miliar barang-barang AS.

Saat ini, setiap negosiasi untuk menyelesaikan perang dagang mungkin akan terjadi setelah pemilihan AS paruh waktu pada 6 November, menurut komentar yang dibuat oleh Sekretaris Perdagangan AS Wilbur Ross dalam wawancara baru-baru ini dengan Reuters. Dia berkata, “Para pejabat Tiongkok tidak muncul dalam suasana hati untuk berbicara saat ini.”

Para pengguna internet Tiongkok telah terkenal dalam mengekspresikan pendapat mereka tentang perang dagang secara khusus pada satu platform, akun Kedutaan Besar AS di Sina Weibo, yang setara dengan Twitter di Tiongkok. Hal itu karena komentar-komentar mereka, yang kadang-kadang kritis terhadap Beijing, cenderung tidak dihapus oleh sensor Tiongkok.

Peraturan terbaru ini juga merupakan indikasi bagaimana Tiongkok mungkin akan memaksakan hukum keamanan siber terbarunya, yang telah diberlakukan pada 1 Juni 2017.

Di antara persyaratannya adalah mewajibkan semua penyedia layanan internet dan perusahaan yang menyimpan data warga Tiongkok dalam jumlah besar untuk menyimpan data mereka secara fisik di Tiongkok. Pemerintah AS adalah di antara mereka yang menyatakan kekhawatiran keamanan bahwa data yang disimpan di server Tiongkok akan rentan terhadap alat-alat akses memasuki sistem komputer yang dibuat di dalamnya oleh perusahaan Tiongkok, yang akan memungkinkan rezim Tiongkok mengakses rahasia dagang atau kekayaan intelektual dari perusahaan-perusahaan asing.

Pada bulan Januari, Apple mengumumkan bahwa sesuai dengan hukum keamanan siber, data dari akun iCloud para pelanggan Tiongkok akan dihosting dan dikelola oleh Guizhou-Cloud Big Data (GCBD), sebuah perusahaan teknologi yang memiliki hubungan dengan militer Tiongkok dan secara langsung dimiliki oleh sebuah lembaga pemerintah provinsi Guizhou. (ran)

Rekomendasi video:

Membasmi Spionase Tiongkok Komunis adalah Misi Utama

https://www.youtube.com/watch?v=mcddVHe-2bk

 

PKT Menuduh Mantan Presiden Interpol Lakukan Suap dan Kejahatan Lainnya

0

BEIJING – Partai Komunis Tiongkok (PKT) sedang menyelidiki mantan presiden Interpol untuk kasus penyuapan dan kejahatan lainnya, rezim komunis mengatakan pada 8 Oktober dalam sebuah pemberitahuan yang mengindikasikan pejabat Tiongkok tersebut kemungkinan juga bermasalah dalam pelanggaran politik.

Meng Hongwei, wakil menteri keamanan publik Tiongkok, sedang diselidiki sebagai akibat dari “hasrat keinginannya,” menurut pernyataan yang dipasang di situs web pemerintah.

Detail kecil yang dipasang pada 8 Oktober tersebut telah menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang lingkup tuduhan yang dibuat terhadap Meng dan apakah tuduhan tersebut berhubungan dengan gaya pekerjaannya di lembaga kepolisian internasional. Mereka juga menyoroti pada pemikiran kritis tentang penahanan-penahanan rahasia dan di luar hukum yang terjadi di Tiongkok yang telah menjerat para pembangkang dan diduga para pejabat yang korup atau tidak setia.

Pemberitahuan tanggal 8 Oktober tersebut mengenai sebuah pertemuan pejabat-pejabat keamanan publik tingkat tinggi telah menguraikan secara detail tentang sebuah pengumuman singkat pada 7 Oktober oleh agen anti-korupsi Partai Komunis yang berkuasa yang mengatakan Meng dicurigai melakukan kejahatan-kejahatan yang tidak dijelaskan. Pengumuman 7 Oktober dikeluarkan hampir tidak ada satu jam setelah istri Meng membuat permohonan yang berani kepada dunia untuk meminta bantuan dari Lyon, Prancis, tempat ia tinggal.

Meng adalah pejabat tinggi terakhir, dan orang dengan posisi internasional yang luar biasa menonjol, menjadi korban penindasan besar-besaran oleh Partai Komunis yang berkuasa karena korupsi dan merasa tidak setia. Tidak lama setelah pengumuman Tiongkok tentang penyelidikan pada 7 Oktober, Interpol mengatakan Meng telah mengundurkan diri sebagai presiden polisi internasional.

Para pejabat Tiongkok tampaknya berebut untuk menanggapi skandal yang sedang berlangsung. Pada jam-jam dini hari 8 Oktober, Zhao Lezhi, menteri keamanan publik, memimpin pertemuan yang dihadiri oleh pejabat-pejabat senior komite partai dari kementerian tersebut untuk membahas kasus Meng, kata pernyataan itu.

Hilangnya Meng, 64 tahun, tidak terjelaskan saat dalam perjalanan pulang ke Tiongkok akhir bulan lalu mendorong pemerintah Prancis dan Interpol untuk membuat kekhawatiran-kekhawatiran mereka diketahui publik dalam beberapa hari terakhir.

Bertindak sebagai presiden Interpol, Kim Jong Yang, mengatakan belum diberitahu tentang penyelidikan terhadap pemimpinnya. “Saya merasa menyesal bahwa pemimpin teratas organisasi harus keluar dengan cara ini dan bahwa kami tidak secara khusus diberitahu tentang apa yang terjadi di awal,” kata Kim dalam sebuah wawancara telepon.

“Kami masih belum memiliki informasi yang cukup tentang apa yang terjadi (dengan Meng) atau apakah itu ada hubungannya dengan politik domestik Tiongkok,” tambahnya.

Pertanyaan tentang kasus Meng mendominasi pertemuan rutin kementerian luar negeri rezim pada 8 Oktober. Juru bicaranya, Lu Kang, tidak secara langsung menjawab pertanyaan tentang apakah Meng akan ditangkap secara resmi atau diizinkan untuk menyewa pengacara, atau menerima kunjungan dari istrinya.

Grace Meng, istrinya, mengajukan permohonan yang berapi-api pada 7 Oktober untuk membantu membawa suaminya ke tempat yang aman. Dia mengatakan dia pikir Meng mengirim gambar sebuah pisau sebelum dia menghilang di Tiongkok sebagai cara untuk memperingatkannya bahwa dia dalam bahaya.

Pernyataan 8 Oktober di situs web kementerian keamanan publik tidak memberikan rincian tentang dugaan suap yang dilakukan Meng atau kejahatan lain yang dituduhkan kepadanya, tetapi memberi isyarat bahwa ia juga sedang diselidiki karena penyimpangan politik.

Ia menunjukkan bahwa Meng, seorang anggota Partai Komunis, entah bagaimana telah tercemari oleh mantan kepala keamanan dan mantan anggota Komite Tetap Politbiro Zhou Yongkang, yang kini menjalani hukuman seumur hidup karena korupsi.

“Kita harus tegas menentang korupsi dan dengan tegas menghilangkan pengaruh merusak Zhou Yongkang,” katanya.

Berbagai pekerjaan Meng mungkin membuat dia berhubungan dekat dengan Zhou dan para pemimpin Tiongkok lainnya di lembaga keamanan tersebut, sektor yang sudah lama identik dengan korupsi, penggelapan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Zhou dan tokoh senior lainnya yang dituntut dalam tindakan keras anti korupsi Xi sebagian besar dihukum karena korupsi tetapi para pejabat sejak itu juga mengatakan mereka dituduh karena “berkonspirasi secara terbuka untuk merampas kepemimpinan partai.”

Pada pertemuan 8 Oktober, para pejabat diberitahu bahwa mereka “harus selalu menjaga kualitas politik untuk benar-benar setia kepada partai,” kata pernyataan tersebut. (ran)

Rekomendasi video:

Pastor ‘Dihilangkan’, Gereja Dipaksa Menyanyikan Lagu Pujian Terhadap Komunis Tiongkok

https://www.youtube.com/watch?v=pzsZi5xqVO8

Upaya Tiongkok Merekrut Talenta Asing Akan Berubah Secara Rahasia

0

Karena FBI menangani ancaman spionase Tiongkok dengan pengawasan yang terus meningkat, Beijing akan menggulung kembali “Rencana Seribu Talenta-nya”, sebuah prakarsa ambisius untuk menarik para ahli asing ke Tiongkok.

Rencana Seribu Talenta (Thousand Talents Plan), program rekrutmen negara yang juga dikenal sebagai “Program Perekrutan Ahli Global” (Recruitment Program of Global Experts), merupakan bagian dari perhatian khusus dari para pejabat AS. Didirikan oleh rezim komunis Tiongkok pada bulan Desember 2008 untuk membawa pulang para akademisi dan peneliti ke Tiongkok, program ini telah dijelaskan oleh Dewan Intelejen Nasional AS sebagai sarana yang memungkinkan untuk mentransfer teknologi Amerika Serikat ke Tiongkok.

Seribu Rencana Talenta telah merekrut sekitar 8.000 orang sejak didirikan, tetapi baru-baru ini, pihak berwenang Tiongkok telah memerintahkan penghapusan informasi yang berkaitan dengan program tersebut, termasuk situs web Rencana Seribu Talenta berbahasa mandarin; namun, situs web berbahasa Inggris masih dapat diakses.

Sebuah foto tangkapan layar (Screenshot) dari yang beredar di WeChat menunjukkan bahwa Departemen Pendidikan Tiongkok telah mengeluarkan pemberitahuan mendesak yang meminta agar semua perguruan tinggi dan universitas menghapus semua informasi tentang Rencana Seribu Talenta dan memastikan tidak ada yang terkait dengan rencana tersebut di halaman-halaman web mereka.

Screenshot lain, tertanggal 4 Oktober, menunjukkan sebuah surat yang ditandatangani oleh “Tim Peninjau Pemuda Seribu Rencana Talenta” sebagai balasan untuk sebuah unit pada 29 September. Korespondensi tersebut menekankan bahwa unit perekrutan di Tiongkok harus melindungi keamanan para pebakat di luar negeri. Misalnya, ketika memberi tahu para kandidat tentang wawancara yang akan datang, perekrut tidak boleh menggunakan email, tetapi memilih telepon atau faks sebagai gantinya.

Langkah-langkah baru tersebut tampaknya dirancang untuk menghindari sorotan perhatian layanan keamanan asing, seperti FBI. Para perekrut diminta untuk mengganti bahasa tentang wawancara kerja menjadi topik yang lebih ramah, seperti partisipasi dalam konferensi akademik, forum, dan sejenisnya. Instruksi tersebut juga meminta para perekrut untuk tidak menggunakan istilah “Rencana Seribu Talenta.”

Xie Tian, seorang profesor di Universitas South Carolina Aiken, mengatakan kepada Epoch Times edisi bahasa Mandarin bahwa “Rencana Seribu Talenta bukanlah sebuah cara biasa dalam merekrut talenta, seperti menggunakan gaji tinggi untuk menarik para pebakat kembali ke Tiongkok. Persyaratan-persyaratan program tersebut sangat aneh, berharap orang-orang tersebut bekerja beberapa bulan di Tiongkok setiap tahun sambil tetap mempertahankan pekerjaan mereka di negara lain. Dalam kenyataannya, ini adalah pekerjaan transnasional (antar bangsa).”

Menurut Xie, ketika negara-negara seperti Amerika Serikat juga memiliki pengaturan-pengaturan kerja transnasional, rincian-rinciannya biasanya disetujui oleh kedua belah pihak. Namun, para ahli Tiongkok mempertahankan hubungan-hubungan erat dengan Partai Komunis Tiongkok dan memiliki agenda, yaitu, untuk mentransfer data-data teknologi, itu bukan tindakan yang berdasar persetujuan melalui lembaga-lembaga AS.

Pada bulan April, Dewan Intelijen Nasional AS menghasilkan analisis yang menggambarkan Rencana Seribu Talenta sebagai “program pencarian bakat andalan Tiongkok dan mungkin yang terbesar dalam hal pendanaan.” Dewan mengangkat keprihatinan atas tujuan yang tidak diiklankan tersebut “untuk memfasilitasi secara legal dan ilegal transfer Teknologi Amerika Serikat, kekayaan intelektual, dan pengetahuan teknik AS” ke Tiongkok.

Pada bulan Agustus, FBI mengadakan pertemuan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan para pemimpin tertinggi lembaga-lembaga akademik dan medis Texas untuk memperingatkan tentang ancaman-ancaman asing terhadap lembaga-lembaga penelitian dan akademik. Segera setelah itu, penyelidikan polisi Texas di MD Anderson Cancer Center telah menyebabkan sembilan peneliti Tiongkok diberhentikan atau dihukum, termasuk para ahli yang terlibat dalam Rencana Seribu Talenta.

Pada 13 September, anggota senat Francis Rooney (R-Fla.) memperkenalkan undang-undang Stop Higher Education Espionage and Theft (SHEET) Act tahun 2018 untuk menghentikan dinas-dinas intelijen asing menggunakan program pertukaran perguruan tinggi untuk mencuri teknologi, merekrut agen dan menyebarkan propaganda.

“Tiongkok menggunakan banyak metode untuk mencuri teknologi dari Amerika Serikat,” katanya.

Rooney mengatakan salah satu contohnya adalah Institut Konfusius, yang memungkinkan “Partai Komunis Tiongkok menyusup ke universitas-universitas Amerika untuk mengeksploitasi penelitian terbuka dan pengembangan lingkungan, menyebarkan propaganda dan merekrut agen-agen. Ancaman terhadap keamanan nasional kita ini harus ditanggapi dengan serius.”

Rooney mengatakan, “Undang-undang SHEET akan memungkinkan FBI untuk menunjuk ancaman-ancaman intelijen asing pada pendidikan tinggi, termasuk para profesor dan mahasiswa yang terkait dengan Seribu Rencana Talenta. Otoritas ini diperlukan untuk menghentikan Tiongkok dalam mencuri teknologi Amerika.” (ran)

Rekomendasi video:

Amerika Serikat Tekan Keras Konspirasi Tiongkok Korut

https://www.youtube.com/watch?v=p0z-dob1HZ8

Korban Gempa Haiti Trauma dan Ketakutan

0

EpochTimesId — Gempa bumi melanda Haiti utara pada 6 Oktober 2018 lalu. Hinggi kini, gempa menewaskan sedikitnya 14 orang, dan melukai ratusan warga lainnya. Gempa juga memicu trauma dan ketakutan.

Badan-badan penyelamat pun berusaha keras membantu penduduk kota-kota yang dilanda gempa paling parah di negara Karibia yang miskin itu. Mereka juga berusaha menenangkan para korban selamat. Sebab, kebanyakan korban masih ingat betapa menyeramkan gempa dahsyat tahun 2010, yang menewaskan 200 ribu jiwa.

Seorang pejabat setempat mengatakan, sedikitnya delapan orang tewas di wilayah Port-de-Paix di pantai utara dekat episentrum gempa terbaru ini. Kekuatan gempa tercatat 5,9 SR dengan kedalaman pusat gempa ada pada 11,7 kilometer, menurut Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS).

Empat orang lainnya tewas di sekitar kota Gros-Morne, yang berada lebih jauh ke selatan, menurut pihak berwenang setempat. Korban di kota ini termasuk seorang wanita yang meninggal akibat serangan jantung ketika gempa mengguncang.

Korban luka akibat gempa bumi yang melanda Haiti utara pada Sabtu (6/10/2018) malam, tidur di tenda, di Port-de-Paix, Haiti, pada 7 Oktober 2018. (Ricardo Rojas/Reuters/The Epoch Times)

Korban tewas juga ada di kota Chansolme, akibat tertimbun dalam sebuah rumah yang runtuh. Satu korban lainnya tewas di Saint-Louis-du-Nord.

Gempa susulan berkekuatan 5,2 pada Minggu sore membuat warga makin trauma. Mereka bergegas berlari ke jalan-jalan di Port-de-Paix. Sebagian orang kemudian enggan untuk tidur di dalam rumah mereka malam itu.

Marie Lourdes Estainvil, 45, mengangkat tangannya dan dengan keras bernyanyi, “Yesus, kami membutuhkan kehadiranmu di antara kami!”

Tidak ada laporan langsung kerusakan lebih lanjut dari gempa susulan itu.

Presiden Haiti, Jovenel Moise mengatakan dia akan mengirim tambahan polisi dan tentara ke wilayah itu. Dia juga menjanjikan untuk membantu keluarga para korban.

Beberapa rumah di daerah yang terkena dampak terburuk dihancurkan oleh gempa bumi. Tingkat kerusakan sepenuhnya masih belum jelas, meskipun di beberapa wilayah, penduduk Port-de-Paix mencoba untuk pergi memeriksa lokasi usaha mereka pada hari Minggu.

Seorang wakil pemerintah setempat mengatakan 152 orang terluka di Port-de-Paix. Luka paling serius dibawa oleh ambulans udara ke ibukota Port-au-Prince untuk mendapat perawatan maksimal. Sebanyak 30 orang lainnya terluka, dan dirawat di rumah sakit lokal di Gros-Morne.

Di antara bangunan yang rusak adalah sebuah gereja di kota Plaisance di utara. Menurut lembaga perlindungan sipil, makanan tambahan dan persediaan medis sedang dalam perjalanan ke kota-kota yang paling parah terdampak gempa. (Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA

PBB Sebut Eksodus Venezuela Sebagai Krisis Monumental

0

EpochTimesId – Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grande, mengatakan bahwa Kolombia menghadapi krisis monumental di kawasan Amerika Latin. Krisis monumental itu adalah dampak dari eksodus yang berkembang di Venezuela.

Grande mengunjungi wilayah perbatasan Kolombia dengan Venezuela, Cucuta, Minggu (7/10/2018) waktu setempat. Dia datang untuk melihat langsung situasi perbatasan.

PBB berjanji akan menyediakan lebih banyak sumber daya untuk membantu Kolombia. Bantuan PBB diharapkan dapat membantu mengatasi krisis yang diakibatkan oleh lonjakan pengungsi dari negara tetangganya itu.

Menurut laporan, hampir satu juta orang Venezuela saat ini tinggal di Kolombia. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa lebih dari dua juta orang Venezuela telah meninggalkan negara mereka di tengah-tengah kekurangan pangan dan medis.

Warga antri untuk membeli tiket perjalanan ke Ekuador di terminal bus di Caracas, Venezuela, 11 Oktober 2017. Warga Venezuela yang kecewa yang melihat tidak ada akhir krisis memilih untuk meninggalkan negara itu. (Federico Parra/AFP/Getty Images/The Epoch Times)

Krisis pangan dan obat-obatan adalah dampak lanjutan dari krisis ekonomi negara sosialis itu. Negara kaya minyak itu menggelepar, setelah kebijakan pemerintah otoriter yang berkuasa semakin tidak ramah terhadap investor asing.

Kini, krisis juga semakin berdampak pada masalah keamanan. Namun, Presiden Venezuela, Nicolas Maduro membantah ada eksodus. Dia membantah bahwa orang-orang Venezuela beramai-ramai meninggalkan negara OPEC itu. Dia juga mengklaim, warga Venezuela uang sedang berada di luar negeri kini sedang mempertimbangkan untuk pulang kembali. (Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA

Setelah Terhenti Selama Bertahun-tahun, Afghanistan Akhirnya Tanda Tangani Kontrak Pertambangan

0

Epochtimes.id- Sejumlah pejabat Afghanistan telah menandatangani kontrak untuk dua proyek pertambangan besar di Afghanistan utara.

Penandatanganan ini mendorong langkah maju dengan rencana untuk mengembangkan cadangan mineral negara itu. Meski demikian, mengundang kritik pedas atas keterlibatan mantan menteri dalam proyek tersebut.

Kesepakatan itu ditandatangani di Washington, AS pada 5 Oktober 2018 dengan grup pertambangan dan investasi Centar, dan perusahaan operasiolnya, Afghan Gold and Minerals Co.

Pertambangan ini mengembangkan dua lokasi di provinsi Badakhshan dan Sar-e Pul dengan cadangan emas dan tembaga yang berpotensi besar.

Kesepakatan itu, mengaktifkan kembali proyek-proyek yang telah terhenti selama bertahun-tahun, mengikuti desakan oleh otoritas AS dan Afghanistan untuk mengembangkan sumber daya mineral yang diperkirakan bernilai sekitar $ 1 triliun.

Pertambangan ini dipandang penting untuk membangun ekonomi di Afghanistan setelah empat dekade dilanda perang.

“Investasi ini akan menjadi transformatif bagi Afghanistan,” kata Sadat Naderi selaku Chairman dan Presiden Afghanistan Gold and Minerals dalam sebuah pernyataan.

“Setelah kami mulai menambang, negara akan mendapat manfaat dari investasi besar dalam infrastruktur serta pendapatan fiskal dari proyek-proyek kami,” katanya.

Keamanan yang buruk, korupsi yang merajalela dan kurangnya infrastruktur jalan, listrik, dan infrastruktur lainnya, telah menghambat pengembangan sektor pertambangan Afghanistan.

Beberapa transaksi besar yang telah ditandatangani, termasuk proyek tembaga Mes Aynak yang ditandatangani dengan perusahaan China Metallurgical Group Corp milik pemerintah Tiongkok, sejauh ini sebagian besar masih tidak aktif.

‘Sinyal Kekhawatiran’

Keterlibatan Naderi, yang menjabat sebagai menteri pembangunan kota hingga Juni tahun ini, menuai kritikan dari para juru kampanye termasuk Integrity Watch Afghanistan, yang mengatakan sebagai “pelanggaran nyata” dari peraturan yang melarang mantan menteri memegang konsesi setelah meninggalkan kantor.

Di bawah hukum Afghanistan, menteri tidak boleh memegang kontrak penambangan selama lima tahun setelah meninggalkan kantornya.

Direktur Eksekutif Integrity Watch Afghanistan, Ikram Afzali, dan anggota kelompok masyarakat sipil Pertambangan, mengatakan akan mengirim “sinyal yang sangat mengkhawatirkan” jika beberapa kontrak pertambangan besar pertama yang ditandatangani memiliki tanda tanya.

Seorang juru bicara kementerian pertambangan di Kabul menolak kritik tersebut. Dia mengatakan kesepakatan itu disetujui pada 2012, sebelum Naderi menjadi menteri, dan telah diperiksa dan disetujui secara menyeluruh. (asr)

Lembaga Pemikir Amerika Serukan Dukungan Senjata Untuk Pemberontakan Venezuela

0

EpochTimesId – Rezim sosialis di Venezuela menghasilkan eksodus massal terbesar dalam sejarah Amerika Latin. Kini, sebuah lembaga pemikir terkemuka di Washington DC, mengatakan waktu untuk bernegosiasi dengan rezim otoriter sudah berakhir.

Lembaga non-partisan itu, Center for Security Policy (CSP/Pusat Kebijakan Keamanan) mengeluarkan sebuah pernyataan baru-baru ini. Mereka mendukung pemerintah Amerika Serikat untuk membantu rakyat Venezuela dalam mengambil kembali negara mereka sendiri dari penguasa diktator, Nicolás Maduro.

CSP merekomendasikan agar Amerika Serikat menyediakan senjata dan pelatihan untuk orang-orang Venezuela yang memiliki kemampuan. Namun, pemerintah AS diminta tidak terlibat langsung dalam perang tersebut.

CSP yang bersandar pada neokonservatif dan dipimpin oleh alumnus pemerintahan Reagan, Frank Gaffney, meyakini bahwa rezim Venezuela mempromosikan subversi regional dan destabilisasi. Oleh karena itu, staf CSP berpendapat bahwa kerja sama AS dengan sekutu regional untuk memberikan bantuan yang diperlukan oleh rakyat Venezuela untuk menyelesaikan masalah bisa menghasilkan keuntungan bersama.

“Bantuan militer dari Amerika Serikat dapat disertai dengan bentuk dukungan dari negara-negara sahabat yang saling melengkapi. Misalnya, tetangga-tetangga Venezuela, khususnya Kolombia dan Brasil, dapat mengizinkan pasukan perlawanan Venezuela untuk memasang pangkalan aman dan pusat logistik di wilayah mereka. CSP juga menyarankan mengambil tindakan yang tepat terhadap pemerintah atau kelompok mana pun yang menentang upaya itu,” ujar CSP dalam rilisnya.

Pidato Presiden Amerika Serikat, Donald Trump di Majelis Umum PBB pada September 2018 memotivasi CSP untuk mengeluarkan keputusan singkat ini. Trump dan Nikki Haley, duta besar AS untuk PBB, menyerukan pemulihan demokrasi di negara Amerika Selatan dan mendorong oposisi Venezuela untuk membela kebebasan dan keamanan mereka.

Lebih lanjut, CSP berpendapat bahwa proposalnya konsisten dengan strategi dan kebijakan keamanan nasional Presiden Trump. Organisasi ini telah berbicara positif tentang kebijakan pemerintah AS dan cita-cita yang dianut, sejak menjabat pada Januari 2017.

“Daripada melarikan diri dari tanah air mereka untuk mencari peluang di seluruh benua, CSP meyakini penduduk setempat harus menghadapi rezim Marxis yang diprakarsai oleh mendiang Presiden Hugo Chavez, yang berkuasa dari 1999 hingga 2013. Membuat program untuk menyediakan bagi banyak migran Venezuela tidak tepat, ketika tidak melakukan apa pun untuk membasmi sumber infeksi. Di luar krisis domestik Venezuela, rejim otoriter memiliki hubungan dengan pihak-pihak bermasalah, seperti rezim komunis Kuba dan Tiongkok, serta Iran, dan Rusia. Rezim otoriter juga bekerjasama dengan sejumlah kelompok teroris seperti Hizbullah.”

Intervensi militer AS telah menjadi masalah debat publik dalam lingkup politik. Misalnya, Senator Republik Florida Marco Rubio, yang adalah penasehat dekat Trump pada isu-isu Amerika Latin, percaya bahwa panorama Venezuela mengancam keamanan AS dan regional. Bagi Rubio, ini adalah argumen yang sangat kuat bagi Amerika Serikat untuk campur tangan di Venezuela dan melawan rezim otoriter.

Namun, Shannon O’Neil, seorang rekan senior untuk Studi Amerika Latin di Dewan Hubungan Luar Negeri, berpendapat bahwa intervensi militer AS bukanlah cara terbaik untuk mencapai perubahan politik di Venezuela. Perhatiannya adalah lingkup besar negara, “Venezuela tidak seperti Grenada atau Panama, dua negara Amerika Latin yang diserang oleh AS selama hari-hari terakhir penutupan Perang Dingin.”

Konsultan politik dan keamanan James Bosworth sangat prihatin bahwa Amerika Serikat tidak bertindak, “Semua negara utama di belahan bumi, terutama tetangga terdekat Venezuela, perlu berkoordinasi dan mencapai kesepakatan tentang tanggapan yang tepat hari ini dan juga bagaimana meningkatkan respon itu jika dibutuhkan pada masa depan.”

Presiden Kolombia, Iván Duque sudah melakukan perlawanannya terhadap setiap intervensi militer sepihak. Keyakinannya saat ini adalah, bahwa Amerika Latin tidak mendukung konfrontasi militer dengan Chavistas di Venezuela.

Duque percaya bahwa strategi yang paling tepat adalah mengisolasi rezim Maduro dalam urusan diplomatik. Namun, Duque dan Trump akan mengadakan pertemuan pada bulan November dan kemungkinan akan membahas bagaimana mengatasi masalah regional ini.

Sedangkan Brasil, kini sedang bersiap menggelar pemilihan presiden. Sehingga kecenderungan kebijakan luar negeri untuk tahun-tahun mendatang, masih menunggu hasil pemilu. Namun, Menteri Pertahanan Brasil, Joaquim Silva e Luna menepis anggapan bahwa negaranya akan mendukung intervensi militer di Venezuela.

Sejarawan Argentina Carlos Sabino, yang tinggal di Venezuela selama bertahun-tahun, meyakini bahwa intervensi militer dapat membawa masalah baru dan berdampak lebih parah ke Venezuela, meskipun tidak boleh dikesampingkan. Rezim otoriter yang telah mengubah Venezuela menjadi ‘hancur’ memang seolah-olah baru saja selesai berperang. Rezim kemungkinan akan menggunakan perang, jika terjadi, untuk membenarkan kediktatorannya.

Ketakutan Sabino adalah bahwa, rezim Venezuela akan lebih kuat menggemakan retorika nasionalis dan anti-imperialis. Intervensi AS akan di kemas untuk membuktikan bahwa kebijakan sosialis mereka adalah yang benar dan terbaik.

“Ini (perang) akan menjadi peluang emas bagi Maduro dan kroni-kroninya untuk mendapatkan gengsi dan legitimasi yang tidak mereka miliki saat ini,” ujar Carlos Sabino. (PAZ GÓMEZ/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA

Salah Satu Tersangka Serangan Racun Saraf Inggris Dokter Militer Rusia

0

EpochTimesId – Identitas asli tersangka kedua dari dua orang Rusia yang dituding oleh Inggris bertanggung jawab atas serangan racun saraf di Salisbury diungkap lembaga detektif swasta. Penyerang mantan mata-mata Rusia, Sergei Skripal dan sang putri, Yulia Skripal, diungkap oleh situs lembaga investigasi Bellingcat, pada 8 Oktober 2018, sebagai dokter militer untuk intelijen militer, GRU Rusia.

Bellingcat, lembaga investigasi swasta yang mencakup masalah intelijen, menyebut bahwa nama asli penyerang itu adalah Alexander Yevgenyevich Mishkin. Pelaku berusia 39 tahun, yang diidentifikasi oleh Inggris bulan lalu sebagai Alexander Petrov. Namun, itu adalah nama samaran dalam identitas paspor palsu.

Jaksa penuntut Inggris menuduh Petrov dan seorang pria lain yang mereka sebut sebagai Ruslan Boshirov, dengan kasus percobaan pembunuhan atas serangan agen saraf Novichok terhadap Skripal di kota Salisbury, Inggris pada Maret 2018. Namun, Jaksa mengatakan mereka sangat yakin bahwa para tersangka telah menggunakan nama alias untuk memasuki Inggris.

Bulan lalu, Bellingcat mengidentifikasi Boshirov sebagai seorang kolonel di GRU. Nama aslinya adalah Anatoliy Chepiga.

Polisi London mengatakan mereka tidak akan berkomentar terkait spekulasi tentang identitas asli dari dua orang yang menghadapi dakwaan itu. Pernyataan itu disampaikan sebagai tanggapan atas pertanyaan tentang laporan terbaru Bellingcat.

“Mishkin lahir pada Juli 1979 di desa Loyga di distrik Archangelsk di Rusia utara. Hingga September 2014, alamat rumahnya yang terdaftar di Moskow sama dengan markas GRU,” kata Bellingcat.

“Proses identifikasi Bellingcat termasuk beberapa sumber terbuka, kesaksian dari orang-orang yang akrab dengan orang itu, serta salinan dokumen identifikasi pribadi. Termasuk salinan pindaian paspornya. Pangkat terakhirnya di GRU tidak diketahui,” kata situs web itu.

Rusia membantah terlibat dalam keracunan duo Skripal. Kedua orang tersangka sudah mengatakan secara terbuka bahwa mereka adalah turis yang terbang ke London untuk bersenang-senang dan mengunjungi Salisbury untuk melihat bangunan gereja katedralnya. (Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA