Fu Yao
Apakah “Balai 507” itu? Di bawah kepemimpinan master ilmuwan Tiongkok, Qian Xueshen [Hanzi tradisional: 錢學森; Pinyin: Qián Xuésēn; (1911 – 2009) merupakan perintis teknologi roket baik di Amerika Serikat maupun di Tiongkok], Balai 507 telah melaku-kan cukup banyak eksperimen kemampuan supernatural, seperti eksperimen membengkokkan sendok yang bisa dilakukan oleh orang biasa, juga jari tangan menyalakan api, mengobati penyakit dengan Mata Ketiga atau Chakra Ajna, dan lain sebagainya. Hingga pada akhir era 1980-an, demam Qigong tersebut telah menyeberangi lautan hingga mencapai Pulau Taiwan. Maka di bawah ini kami perkenalkan eksperimen supernatural yang ada di Taiwan.
Bicara tentang riset supernatural Taiwan, maka harus dijelaskan pula pelopor di bidang ini yakni Profesor Lee Si-Chen (71). Profesor Lee adalah seorang tokoh pionir di bidang riset semikonduktor di Taiwan, juga pernah menjadi Rektor National Taiwan University selama 8 tahun. Di bidang ilmu pengetahuan bisa dibilang memiliki pamor yang setara dengan Profesor Qian Xueshen.
Tenaga Dalam Aliran Tao: Energi Mematikan untuk Atasi Virus
Menurut penuturan Profesor Lee, sejak kecil ia dididik dengan ilmu pengetahuan Barat, ia hanya percaya pada fenomena yang berulang kali telah teruji di laboratorium. Berbagai aliran kepercayaan dalam kebudayaan tradisional Tiongkok, semuanya dia anggap sebagai takhayul.
Ada seorang Kristiani yang mengajaknya ke gereja, dengan suara lantang ia berkata, “Kau bahkan tidak bisa membuktikan keberadaan Tuhan, bagaimana mungkin aku mau pergi ke gereja?” Singkat kata, pada masa mudanya, ilmu pengetahuan adalah satu-satunya kepercayaannya.
Akan tetapi, usai menyaksikan sebuah eksperimen Qigong (dibaca: chi kung) yang diperagakan oleh seorang ahli wushu sekaligus master Qigong bernama Li Feng-Shan pada 1990, keyakinan Profesor Lee pada ilmu pengetahuan tersebut pun mulai goyah. Waktu itu ia sedang menghadiri Program Penelitian Qigong yang diprakarsai oleh National Science and Technology Council Taiwan, dan Master Li Feng-Shan bertindak sebagai pemandu eksperimen tersebut.
Keluarga Master Li Feng-Shan mulai dari generasi sang kakek telah belajar Qigong aliran Tao, hingga diwariskan pada dirinya, dan bisa dibilang cukup memiliki reputasi, dikabarkan dari telapak tangannya ia dapat dengan leluasa memancarkan oksigen atau energi mematikan. Seperti diketahui oksigen dapat menghidupi manusia, lalu apa kehebatan dari energi mematikan itu? Semua orang hendak menguji kemampuannya, untuk melihat apakah dia memiliki tenaga dalam seperti dalam cerita silat, yang bisa melukai orang secara tak kasat mata. Akan tetapi masyarakat sekarang adalah beradab, tentu eksperimen terhadap manusia tidak dapat dilakukan.
Maka para ilmuwan memikirkan suatu cara yakni, dipilihlah sejumlah sel fibrosit manusia untuk dilakukan eksperimen. Eksperimen tersebut dipimpin oleh Profesor Chin-Hsiang Chien dari Fakultas Biokimia Yang Ming University. Mereka meletakkan sel fibrosit pada sebuah tabung uji, lalu meminta Li Feng-Shan memancarkan tenaga dalam dari jarak 15 cm dari tabung uji tersebut.
Pada kelompok pertama dipancarkan oksigen selama 2-5 menit. Hasil tes membuktikan, di antara sel yang dipancarkan tenaga dalam, sintesis DNA pada sel itu meningkat 10%-15%, dengan kata lain vitalitas sel-sel tersebut menjadi semakin tinggi.
Pada kelompok kedua dipancarkan energi mematikan. Hasilnya adalah sintesis DNA pada sel telah menurun lebih dari 20%, dengan kata lain sel-sel menjadi tidak begitu aktif lagi. Yang lebih mengejutkan lagi adalah, sel kromosom DNA pada rantai panjangnya ada sebagian putus, padahal fenomena ini baru dapat terjadi bila sel terpapar radiasi nuklir.
Semua orang saling berpandangan satu sama lain melihat hasil tersebut, tangan manusia yang terbuat dari daging ternyata bisa memancarkan energi seperti radiasi nuklir, apakah di dunia ini benar-benar ada tenaga dalam yang begitu dahsyat? Tetapi tidak perlu dikhawatirkan, ahli wushu sejati memiliki prinsip moral yang tinggi, dalam hal memilih murid pun sangat cermat, dan dijamin ilmu yang diajarkannya hanya akan digunakan untuk kepentingan baik, jika tidak, maka tidak akan pernah diajarkan.
Sebagai contoh, “energi mematikan” yang dilatih oleh Master Li Feng-Shan juga dapat digunakan untuk hal baik. Pada 1993, Direktur Laboratorium Virologi pada Taipei Veterans General Hospital di Taiwan yakni Liu Wuzhe mengundang Li Feng-Shan beserta 5 orang muridnya, melakukan eksperimen memancar- kan tenaga dalam terhadap virus influenza tipe A.
Mereka memancarkan energi mematikan selama 30 menit pada jarak 20 cm dari tabung uji berisi virus tersebut. Selesai memancarkan energi, Direktur Liu segera menyuntikkan virus tersebut pada sel manusia. Hasil yang didapat adalah, kemampuan reproduksi sel tersebut telah ditekan, kemampuan penularannya pun menurun drastis. Jadi energi mematikan dari Master Li juga dapat digunakan untuk membersihkan udara, dan menekan penyebaran virus.
Jalan Sebutir Kacang Tanah yang Hidup Kembali
Setelah melihat eksperimen energi mematikan oleh Master Li membuat Profesor Lee Si Chen sangat terkejut. Peribahasa mengatakan, orang awam hanya menonton keramaian, seorang ahli melihat kepiawaian.
Yang membuat Profesor Lee Si-Chen tidak habis berpikir adalah, untuk dapat merusak kromosom yang berlevel mikron itu, maka harus ada radiasi seperti sinar ultraviolet, dan saat memancar- kan sinar ultraviolet telapak tangan Master Qigong itu pasti akan terluka, tapi telapak tangan Master Li sama sekali tidak terluka.
Apa sebenarnya yang terkandung di dalam energi mematikan tersebut? Apakah selain 4 gaya fundamental yakni gaya gravitasi, magnet elektron, gaya inti kuat, dan gaya inti lemah, masih ada lagi gaya kelima? Inikah yang disebut kekuatan supernatural dalam legenda?
Sembari membawa pertanyaan ini, Profesor Lee Si-Chen pun mulai memperlakukan riset supernatural dengan serius. Sejak 1993, ia mulai membina kaum muda melakukan pelatihan supernatural, dan salah satunya yang paling dikenal adalah kemampuan membaca dengan ujung jari.
Di antara sekian banyak murid Profesor Lee, Mai Takahashi yang berdarah campuran Tionghoa-Jepang berkembang paling stabil. Dalam suatu acara di TV dia pernah membaca tulisan di secarik kertas melalui jari tangannya, dan di bawah kesaksian banyak penonton di lokasi, juga sukses dalam berbagai eksperimen yang dilakukan sejumlah pakar terhadapnya.
Profesor Lee Si-Chen telah memublikasikan banyak sekali tesis terkait eksperimen ini, dan membuktikan keberadaan kemampuan membaca dengan jari tangan secara ilmiah. Akan tetapi pada waktu itu ia hanya mengira kemampuan itu adalah semacam kemampuan yang tersembunyi dalam tubuh manusia.
Akan tetapi, dalam suatu kerja sama pertukaran dengan kolega seprofesi asal Tiongkok telah membuat Profesor Lee semakin terbuka luas wawasannya. Ia mulai mempertimbangkan masalah di ruang dimensi tingkat tinggi. Dengan kata lain, apakah di dunia ini terdapat roh yang melampaui materi?
Sejak 1996, Profesor Lee mulai bekerja sama dengan Institut Ilmu Tubuh Manusia pada China University of Geosciences untuk melakukan riset tentang supernatural.
Menurut penjelasannya, pada waktu itu di institut tersebut ada seorang asisten peneliti bernama Nona Sun Chulin yang memiliki 60 jenis kemampuan berbeda, setiap kemampuan itu menantang pemahaman fisika dan biologi. Di antaranya yang paling tidak bisa dipahami olehnya adalah, kemampuan Nona Sun “menghidupkan yang mati”.
Pada 1997, mereka melakukan suatu eksperimen dengan kacang tanah. Profesor Lee telah meminta seorang dosen Fakultas Agronomi dari National Taiwan University untuk merusak kacang jenis “Tainan 11”, semua sel di dalam benih kacang tersebut telah dirusak, kemudian ditanam dengan cara normal, walhasil tidak ada satu pun dari benih itu yang bisa tumbuh.
Kemudian mereka mengirimkan 30 butir kacang tersebut dengan bungkusan hampa udara ke Beijing, saat dilakukan eksperimen, bungkusan dibuka oleh para saksi dan setiap kacang diberi tanda tangan oleh saksi.
Kemudian, Sun Chulin menggeng- gam kacang tersebut di dalam tangan- nya, kedua tangan dikatupkan dan diraba-raba. Setelah 37 menit, salah satu benih kacang itu seakan hidup kembali dengan menumbuhkan kecambah yang panjangnya mencapai 2,8 cm dan tanda tangan para saksi di atas kulit kacang itu masih jelas terlihat.
Dengan penuh emosional Profesor Lee mengatakan, pertemuan dengan Sun Chulin telah sepenuhnya mendobrak keraguannya yang terakhir, ia mulai percaya legenda yang ada sejak dulu kala, dunia dalam kisah “The Investiture of the Gods” (封神演義 = Fengshen Yanyi, red.), mungkin sebagiannya adalah benar.
Lalu dari mana asalnya segala kemampuan Sun Chulin tersebut? Jelas tidak mungkin ditemukan adanya guru yang mengajarkannya di dunia ini. Dalam pertukaran ilmu antar-kolega di Tiongkok dikatakan, tidak sedikit orang yang berkemampuan supernatural itu melalui “mata ketiga” di dalam otaknya melihat seorang “guru”.
Dan guru-guru tersebut memiliki kemampuan sangat tinggi, yang bisa mengajarkan berbagai teknik supernatural pada mereka, bahkan dapat memberitahu peristiwa masa lalu dan masa depan pada mereka. Waktu itu orang-orang terbagi menjadi dua kelompok, yang terus memperdebatkan hal ini.
Balai 507 yang dikepalai oleh Song Kong- zhi berpendapat, “guru” yang muncul di benak mereka adalah ilusi.
Para supernatural ini di saat memasuki kondisi supernatural adalah seperti manusia memasuki kondisi mimpi, di otak muncul bayangan seperti mimpi, jadi melihat “guru” mungkin karena selalu dipikirkan siang dan malam, hingga terbawa ke alam mimpi. Dan hal ini tidak ada kaitannya dengan dunia luar.
Namun guru pembimbing Sun Chulin, Profesor Shen Jinchuan, bersikukuh tentang adanya keberadaan dunia lain, ia menyebutnya “medan informasi intelijen tinggi”, para supernatural itu memasuki kondisi supernatural sehingga bisa terhubung dengan “medan informasi intelijen tinggi”, dan menyerap segala informasi yang dibutuhkannya.
Pada saat Profesor Lee Si-Chen terjepit di antara kedua kubu tersebut, sebuah laboratorium yang dikepalai nya telah menyibak misteri tersebut untuknya.
Satu Kata Menguak Gerbang Dunia Gaib
Pada 26 Agustus 1999, dalam eksperimen membaca dengan jari tangan, Profesor Lee Si-Chen menemukan suatu fenomena yang aneh. Disaksikan oleh puluhan fisikawan dan psikolog bahwa sebuah kata “Buddha (佛, dibaca: Fo)” oleh Profesor Chen dari Fakultas Ilmu Fisika National Taiwan University, telah membuka sebuah gerbang dunia lain. Pada saat melakukan eksperimen pada seorang gadis kecil untuk membaca tulisan, yang bisa dibaca dengan tepat, adalah tulisan yang statis alias diam. Hanya pada saat melihat kata “Buddha”, yang terlihat olehnya adalah seseorang yang memancarkan cahaya, yang tengah tersenyum kepadanya.
Mereka menguji lagi beberapa kata “Buddha”, gadis itu mengatakan melihat layar yang bersinar terang, mendengar suara tawa, dan melihat seseorang yang bersinar ber- larian kian-kemari di dalam laboratorium, tapi tidak bisa melihat tulisan. Selanjutnya mereka meminta gadis itu melihat kata “Bodhisattva (菩薩, dibaca: Pu Sa)” dan “Yesus (耶穌, dibaca: Ye Su)”. Hasilnya yang dilihatnya adalah silih berganti orang yang memancarkan sinar atau salib.
Apakah ada kemungkinan bahwa hal ini hanya ilusi?
Profesor Lee mengatakan, tidak. Karena eksperimen dengan anak- anak yang lain juga diperoleh hasil yang serupa. Ini adalah eksperimen ilmiah yang dapat diulang.
Di antaranya yang dilihat oleh si gadis kecil bermarga Wang: “Ada se- buah kuil, di depan pintunya berdiri seseorang, tubuhnya bersinar gemerlapan.” Si bocah kecil bermarga Chen mengatakan, “Ada seseorang yang botak tangannya membawa tasbih.” Gadis kecil bermarga Xu di saat meraba tulisan “Buddha” dan “Yesus” hanya melihat tulisan, tidak ada gambar.
Namun pada saat dia meraba tulisan “Buddha Maitreya (彌勒佛, dibaca: Mi Le Fo)” ia dapat dengan jelas melihat gambar Buddha Maitreya. Di saat membaca tulisan “Bhaiṣajyaguru (藥師佛, dibaca: Yao Shi Fo)” dia dapat dengan jelas melihat cahaya kuat seterang matahari, yang sangat menyilaukan sampai ia tidak bisa membuka mata.
Lalu apa yang terlihat oleh Nona Sun Chulin yang memiliki kemampuan lebih kuat? Pada saat meraba kata “Buddha” yang terlihat olehnya adalah sinar keemasan yang berkilauan.
Situs Web dari Dunia Gaib
Mengapa yang dilihat setiap orang berbeda-beda? Profesor Lee Si-Chen telah memikirkannya. Tiba- tiba di suatu hari ia mendapatkan ilham bahwa medan informasi adalah dunia internet, maka kosakata suci adalah alamat situsnya, yang dapat memandu manusia memasuki dunia yang derajatnya lebih tinggi.
Ada orang yang kemampuannya rendah, mungkin seperti peramban web yang versinya rendah, tidak akan bisa merambat ke banyak situs web. Orang dengan kemampuan tinggi maka kemampuan perambannya juga kuat, sehingga dia mampu meramban ke tingkatan yang lebih tinggi dengan pemandangan yang lebih indah.
Profesor Lee menjabarkan, dalam dunia informasi, manusia adalah komputernya, medan informasi adalah jaringan internet, kosakata yang suci adalah alamat situs web, setiap tokoh suci mendirikan situs webnya sendiri pada alamat situs web tersebut.
Orang yang memiliki kemampuan supernatural, baik yang bisa membaca dengan jari tangan, atau yang mata ketiganya telah terbuka, akan dapat meramban ke situs-situs web tersebut, dan dapat berkomunikasi dengan Dewa.
Berdasarkan konsep ini, Profesor Lee mengembangkan riset, dengan melakukan lebih banyak eksperimen. Ia pada akhirnya menemukan, situs-situs web tersebut sepertinya benar-benar eksis, dan tidak boleh ada sedikipun kesalahan penulisan. Misalnya kata “Buddha”, jika diubah cara penulisannya, maka penglihatannya akan lenyap. Bahasa lain pun sama.
Ketika ia menguji kata “Buddha” dalam bahasa Inggris yang tanpa sengaja ditulisnya kurang satu huruf, wanita berinisial T yang menjadi subjek eksperimen tidak bisa melihat keajaiban, hanya terlihat huruf. Nama Dewa juga harus ditulis dengan rapi dan tegak.
Suatu kali, seorang peneliti menuliskan “Matsu” (媽祖 atau Mazu, red.) dalam aksara Mandarin tanpa sengaja tertulis besar kecilnya tidak merata, sehingga Nona T yang bereksperimen hanya bisa melihat gambar Dewi Matsu menjadi buram dan terlihat jauh.
Kemudian Profesor Lee menyimpulkan, “Untuk berkomunikasi dengan makhluk surgawi, harus memiliki hati yang tulus dan lurus, serta menuliskan nama Dewa-Dewi dengan lengkap, demi terjaminnya keselamatan kita sendiri.”
Sampai di sini, tulisan aksara Mandarin yang digunakan di daratan Tiongkok adalah tulisan yang disederhanakan, dibandingkan dengan aksara Mandarin tradisional yang digunakan dalam pengujian Profesor Lee, tidak sedikit aksara Mandarin versi sederhana yang mengurangi sebagian goresan, apakah para Dewa menerimanya?
Tanpa diminta, Profesor Lee juga telah melakukan eksperimen terhadap aksara Mandarin disederhanakan. Kata yang digunakan adalah “Guan Yin” (觀音 atau Dewi Kwan Im, Avalokitesvara, red.) dalam versi disederhanakan. Hasilnya?
Pada aksara “Guanyin” dalam versi tradisional dapat terlihat secercah cahaya terang, tidak terlihat berupa tulisan. Sedangkan aksara “Guan- yin” dalam Mandarin versi disederhanakan (观音), cahaya itu meredup, tulisan menjadi terlihat. Profesor Lee menjelaskan, ini menunjukkan makna kesakralan pada tulisan itu menjadi jauh lebih lemah.
Selama ribuan tahun, Dewi Guanyin berkomunikasi dengan rakyat Tiongkok dengan aksara Mandarin tradisional, tiba-tiba 70 tahun silam (oleh Partai Komunis Tiongkok) diciptakan versi disederhanakan yang menyebabkan komunikasi menjadi tidak lancar. Mungkinkah setelah beberapa abad lagi, rakyat Tiongkok baru dapat membangun kembali jalur komunikasi yang stabil dengan Bodhisattva?
Hanya saja, dalam beberapa abad mendatang, apakah Bodhisattva akan tetap melindungi rakyat yang menggunakan aksara disederhanakan itu?
Sampai di sini, Anda mungkin akan bertanya-tanya, lalu apakah Buddha dan Bodhisattva benar-benar eksis di dunia ini?
Profesor Lee mengatakan, benar. Karena dilihat dari hasil eksperimen, tidak hanya para suci pendiri agama-agama besar telah mendirikan situs web dalam medan informasinya, dalam sejarah juga muncul sejumlah orang suci, Dewa, yang dipuja masyarakat, yang sepertinya juga memiliki situs web di dalam medan informasi. Mereka benar eksis secara nyata, hanya saja eksis di ruang dimensi lain, ilmu pengetahuan akan memandu kita melangkah menuju dunia Mereka. Semoga pada suatu hari nanti kita akan dapat menyapa mereka secara langsung, dan berkata “Halo”.
Terakhir, Profesor Lee menutup dengan kalimat yang cukup mengharukan berikut ini.
“Jutaan orang melakukan ritual yang diwarisi turun-temurun ribuan tahun, mereka sedikit pun tidak meragukan, namun sejak kecil saya menganggap itu adalah takhayul, dan tidak mau menerimanya. Justru sesungguhnya yang mereka lakukan, meminta pertolongan pada kebijaksanaan yang lebih tinggi itu adalah hal nyata, yang salah adalah saya dan bukan mereka. Saya merasa sangat bersalah, adalah arogansi ilmu pengetahuan yang telah menjauhkan saya dari pewarisan budaya ini, dan menjauhkan saya dari wujud nyata alam semesta.” (sud/whs)