Warga Desa di Guangdong, Tiongkok Alami Penindasan karena Protes Pembangunan Tempat Pembakaran Limbah

oleh Xiong Bin

Penduduk desa Lecheng di Propinsi Guangdong, Tiongkok bulan lalu berunjuk rasa di depan gedung pemerintah setempat.

Warga dalam aksinya bertujuan untuk memprotes dimulainya kembali rencana pembangunan proyek insinerasi limbah atau tempat pembakaran limbah yang selama ini sudah ditangguhkan.

Ribuan orang petugas kepolisian dikerahkan ke lokasi untuk menindas mereka.

Warga desa kepada NTDTV pada 7 Desember mengungkapkan bahwa pemda menempatkan sejumlah polisi di sejumlah tempat untuk melakukan pemeriksaan kartu identitas warga yang hendak masuk ke kota atau sedang bepergian dengan berjalan kaki.

Tetapi demi menghindari berita pemogokan pasar atau belajar terekspos keluar, Sengaja membuat kesan yang salah.

Warga desa Lecheng mengalami penindasan aparat negara karena memprotes pembangunan proyek insinerasi limbah di daerah mereka. (foto NTDTV)

Pada 8 – 10 November penduduk sekitar desa Lecheng di Propinsi Guangdong berinisiatif untuk berunjuk rasa di depan kantor pemda sebagai protes atas pembangunan proyek insinerasi limbah di daerah mereka.

Akibatnya, sejumlah polisi keamanan publik dan petugas berpakaian preman didatangkan untuk membubarkan aksi namun dengan cara kekerasan yang menyebabkan belasan warga luka dan ditangkap.

Pada 7 Desember, seorang warga Lecheng memberitahu reporter NTDTV, untuk mengatasi investigasi atasan, menghindari berita pemogokan pasar dan pemogokan belajar terungkap secara luas.

Maka pemerintah setempat meminjam murid-murid sekolahan lain untuk ‘belajar’ dalam kelas, meminjam para pedagang keliling dari daerah lain untuk meramaikan pasar dengan cara seolah-olah mereka sedang ‘berjualan’.

Warga desa Lecheng mengalami penindasan aparat negara karena memprotes pembangunan proyek insinerasi limbah di daerah mereka. (foto NTDTV)

Warga setempat bermarga Su mengatakan : “Desa Lecheng yang kecil itu kedatangan ribuan orang polisi. Hampir seluruh persimpangan jalan ada polisi yang berjaga, memeriksa identitas warga yang lewat.”

“Di mulut jalan menuju setiap desa sekitar juga ada polisi yang menjaga. Kita sulit untuk keluar masuk desa. Dan beberapa penduduk Lecheng ditahan polisi untuk diinterogasi,” katanya.

“Anak-anak juga tak luput dari penangkapan. Mereka menggunakan kekerasan dalam menghadapi warga. Warga sudah mogok dagang selama 18 hari. Selama beberapa hari murid-murid mogok belajar itu, mereka mendatangkan murid dari sekolah lain,” tambahnya.

Untuk menghindari warga berunjuk rasa di jalanan, setiap orang yang mau masuk ke desa atau ingin ke kota harus melalui pemeriksaan identitas. Ponsel milik warga juga dipantau. Sejumlah berita yang diunggah ke jejaring sosial atau weibo juga kena sensor.

Tuan Su mengatakan : “Sekarang yang protes reda karena jalan ‘dibuntu’ polisi, ke kota untuk berbelanja harus diperiksa identitas dan berita-berita yang berkaitan dengan isu tersebut sudah dihapus paksa oleh pihak berwenang.”

Polisi dikerahkan

Warga desa juga mengatakan bahwa proyek insinerasi limbah akan mencemari lingkungan secara serius, sehingga penduduk desa semua menentang adanya. Namun, protes dilayani dengan penindasan.

Tuan Hu yang juga warga Lecheng mengatakan : “Mengangkat Isu perlindungan lingkungan apakah bersalah. Sekarang (demonstrasi) penduduk desa sudah habis, sudah reda, dan segala sesuatunya kembali normal.”

Bulan Juli 2016, ribuan penduduk desa Lubu turun ke jalan untuk menentang pembangunan proyek insinerasi limbah di daerah mereka.

Akibatnya Pemda setempat juga mengerahkan polisi untuk membubarkan demo dengan cara kekerasan. (Sinatra/asr)

Sumber : ntdtv