Bantu Warga Hindari Teror London Sopir Taksi Terancam Kehilangan Ijin

ErabaruNews – Seorang sopir taksi yang membantu orang-orang melarikan diri dari serangan teror Jembatan London pada tanggal 3 Juni 2017 kini menghadapi dakwaan denda 270 Pounsterling (363 dolar AS) kini kehilangan poin dari lisensinya. Dia didakwa menerobos lampu merah saat mereka melarikan diri dari tempat kejadian.

Sopir taksi hitam, Ryan Barney mengatakan kepada Metro bahwa dia merasa kecewa dengan sistem pengadilan. Dia harus membayar denda hingga empat juta rupiah karena menerobos lampu merah. Padahal saat itu dia sedang membantu penumpangnya lolos dari area serangan teroris.

“Saya mengaku bersalah dan mengambil tiga poin karena saya baru saja menerobos lampu merah, namun saya menjelaskan tindakan saya adalah dalam rangka mitigasi bencana,” tutur Barney, kepada Metro dan dikutip NTD.TV.

“Saya hanya melakukannya untuk menyelamatkan sebanyak mungkin orang. Tidak ada yang tahu apa yang sedang terjadi, dan saya hanya ingin membantu orang menjauh dari penyerang,” sambung sopir berusia 31 tahun itu.

Serangan dimulai ketika teroris Islam mengendarai sebuah van putih menerobos jalur pejalan kaki dan menabrak warga di jembatan London Bridge. Kemudian, dengan menggunakan pisau, dia menyerang siapa saja yang ada di dekatnya di area Pasar Borough.
Aksi teror itu sendiri menewaskan delapan orang dan melukai 48 orang lain. Ketiga penyerang tersebut, yang mengenakan rompi bunuh diri palsu, akhirnya ditembak mati oleh polisi.

“Saya melihat bahwa setelah Manchester menyerang, supir taksi mematikan (argo)meter mereka dan hanya melakukan semua yang mereka bisa untuk membantu, jadi saya pikir saya akan mencoba dan melakukan sedikit bantuan,” sambung Barney.

Serangan teroris Manchester menewaskan 23 orang di sebuah konser musik yang terjadi beberapa minggu sebelum serangan di Jembatan London.

Lampu lalu lintas yang diterobos Barney berjarak kurang dari dua kilometer dari tempat serangan terjadi.

Petugas polisi di dekat lokasi serangan Jembatan London di pusat kota London pada 3 Juni 2017. (Daniel Sorabji/AF/Getty Images/The Epoch Times)

“Pada saat itu ada banyak laporan yang berbeda, awalnya mereka mengira penembakan Vauxhall juga merupakan terorisme dan banyak insiden nampaknya terjadi di seluruh London,” kata Barney.

“Mereka mengatakan bahwa insiden Jembatan London berbeda dengan Borough Market, ada banyak kekacauan dan kebingungan,” sambung ayah dua anak ini.

“Polisi mengatakan ‘lari, bersembunyi dan bilang’ Semua informasi sepertinya sudah tumpang-tindih,” katanya.

Lampu lalin yang diterobosnya berada di persimpangan jalan. Dia menambahkan bahwa aksinya itu tidak terlalu berbahaya.

“Tidak ada kendaraan (yang melintas di depan) pada saat itu dan lampu tiba-tiba berubah merah saat saya melewatinya,” katanya.

“Saya mengaku bersalah, saya tidak berusaha lolos begitu saja, tapi mereka tidak memperhitungkan situasi dan hanya bertindak berdasarkan Undang-Undang tersebut.”

“Mereka bahkan meminta saya membayar biaya pengadilan. Aku benar-benar buru-buru dan itu seharusnya bisa dimengerti, tapi ini adalah situasi yang cukup rumit.” (waa)