Polisi Huru-Hara Prancis Diminta Tidak Menggunakan Peluru Karet

EpochTimesId – Prancis sedang mempertimbangkan untuk melarang polisi menggunakan senjata seperti senapan peluru karet dan granat bola ketika mengamankan aksi protes. Rencana larangan ini menyusul cedera serius yang dialami demonstran selama gelombang protes ‘rompi kuning’.

Sejumlah pengunjuk rasa dikabarkan kehilangan bola mata. Ada pula demonstran yang anggota badannya harus diamputasi setelah terkena bola peluru berbahan karet yang meledak.

Granat ‘Sting-ball’ mengandung bahan peledak TNT dan dapat mengeluarkan bola karet kecil dan gas air mata. Peluru jenis itu berguna untuk menimbulkan rasa sakit dan melemahkan target. Prancis adalah satu-satunya negara Eropa yang menggunakannya.

Meskipun sebagian besar pengunjuk rasa berlaku damai, polisi bersenjata Prancis telah menjadi pemandangan yang menonjol di negara itu dalam beberapa bulan terakhir. Mereka mengenakan perlengkapan anti huru-hara hitam dan membawa peluncur gas air mata, dalam upaya untuk meredam potensi kekerasan.

Dalam beberapa pekan terakhir, mereka mendapat tekanan yang meningkat untuk tidak menggunakan kekuatan yang berlebihan. Foto-foto demonstran berlumuran darah beredar luas di media sosial.

Pada 26 Januari, demonstran ‘rompi kuning’ terkemuka, Jerome Rodrigues dihantam oleh proyektil yang diluncurkan oleh polisi. Dia mengalami cedera mata serius, yang menurut pengacaranya membuat kliennya cacat seumur hidup.

Jerome Rodrigues, salah seorang pemimpin gerakan ‘rompi kuning, terbaring di jalan setelah matanya terkena tembakan peluru karet polisi di Paris pada 26 Januari 2019. (Zakaria Abdelkafi/AFP/Getty Images)

Setelah kejadian itu, Menteri Dalam Negeri Prancis, Christophe Castaner mengumumkan akan ada penyelidikan internal untuk mengetahui apa yang terjadi. Castaner juga mengatakan polisi anti huru hara akan diminta untuk memakai kamera tubuh jika mereka bermaksud menggunakan proyektil, tetapi mereka harus bertindak secara proporsional.

“Saya memiliki kepercayaan penuh pada pasukan keamanan kami, tetapi memang benar bahwa pada saat ini, misalnya, sebagian besar pasukan polisi kami harus menunda pelatihan mereka,” kata Christophe Castaner, kepada Reuters.

Ada 1.900 orang terluka sejak dimulainya gelombang protes setiap akhir pekan, pada bulan November 2018. Menurut Castaner, sebanyak 1.200 petugas polisi juga terluka. Dia tidak merinci jenis dari cedera tersebut.

Liga Hak Asasi Manusia Prancis dan serikat buruh CGT telah meminta larangan peluncur peluru karet khusus yang digunakan oleh polisi selama protes, memperingatkan mereka bahwa senjata itu berbahaya.

Pengacara yang berpusat di Paris, Ainoha Pascual, mewakili seorang pria yang sebagian tangannya terkoyak, dan seorang lagi yang separuh telinganya tuli. Dia mengatakan penggunaan senjata seperti ini adalah masalah yang sangat nyata.

“Pada 1980-an, jika satu orang terkena mata di sebuah demonstrasi akan ada reaksi besar, namun sekarang tidak ada reaksi dari pemerintah,” kata pengacara itu kepada Guardian.

Pengacara Philippe De Veuille mengatakan senjata yang digunakan oleh polisi, meskipun tidak mematikan, dapat menyebabkan cedera yang sangat serius.

“Ada setumpuk pertanyaan tentang metode penegakan hukum yang perlu ditinjau,” katanya kepada Reuters.

Menurut sebuah survei yang diterbitkan pada 18 Januari, lebih dari setengah orang Prancis menentang penggunaan peluru karet. Cedera tidak terbatas pada pengunjuk rasa, dan orang yang lewat juga terkena oleh peluru nyasar.

Seorang wanita berusia 80 tahun di Marseille meninggal bulan lalu setelah terpukul oleh tabung gas air mata polisi. Sementara seorang pejalan kaki di Paris terkena peluru karet nyasar. Mereka sama sekali tidak terlibat dalam aksi untuk rasa. (JOHN SMITHIES/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M