Staf Epoch Times Hong Kong Diancam Polisi Akan Dikirim ke Daratan Tiongkok untuk Transplantasi Organ Hidup-hidup

Eva Fu

Seorang polisi Hong Kong mengancam akan mengirim pekerja distribusi The Epoch Times edisi Hong Kong, yang ditangkap saat menyebarkan materi promosi selama unjuk rasa baru-baru ini, ke Tiongkok Daratan. Ia juga diancam “organ-organnya bakal dipanen secara hidup-hidup.”

Hal demikian diungkapkan Chen Xiaojuan, seorang wanita yang menerima ancaman itu. Ia adalah salah satu dari empat petugas distribusi The Epoch Times yang ditangkap pada 1 Juli 2020 di Causeway Bay, Hong Kong.

Ketika itu, ribuan warga Hongkong turun ke jalan untuk memprotes undang-undang keamanan nasional baru yang diberlakukan Beijing tepat 23 tahun peringatan perpindahan kedaulatan Hong Kong dari Inggris ke pemerintahan Tiongkok.

Keempat petugas distribusi The Epoch Times terperangkap di antara penjagaan polisi dengan pengunjuk rasa. Mereka kemudian dibawa ke tahanan polisi di Kantor Polisi North Point secara terpisah. Mereka kemudian dibebaskan dengan jaminan pada 2 Juli 2020, di mana telepon mereka disita.

Setelah dibebaskan, Chen Xiaojuan menjelaskan bahwa seorang petugas polisi yang membuat ancaman verbal. Itu setelah Chen Xiaojuan menolak untuk berganti pakaian yang dikeluarkan polisi dan melepaskan pakaian itu di mana seorang perwira wanita berusaha menutupi kepalanya tiga kali.

“Anda tidak menandatangani, anda juga tidak mengenakan pakaian itu. Bagaimana kalau kami kirim anda ke Tiongkok Daratan dan organ tubuh anda dipanen hidup-hidup,” kata Chen Xiaojuan mengingat perkataan seorang polisi pria Hong Kong  kepadanya.

BACA JUGA : Epoch Times Hong Kong Mengecam Penangkapan Personalia Distribusinya Saat Bersamaan Adanya Aksi Protes

Chen Xiaojuan mengatakan komentar petugas itu, dan dukungan tersirat dari persetujuan negara untuk panen organ, membuatnya menangis — karena sebelumnya ia sudah mengetahui bahwa rezim Komunis Tiongkok memanen organ-organ tawanan hati nurani untuk digunakan dalam operasi transplantasi ilegal.

Pada Juli tahun lalu, Tribunal Tiongkok yang berbasis di London, setelah mendengarkan kesaksian lebih dari 50 saksi, tanpa ragu menyimpulkan bahwa panen organ yang disetujui negara telah terjadi di Tiongkok selama bertahun-tahun “dalam skala yang bermakna,” dan masih berlanjut hingga hari ini. Pengadilan tersebut juga menyatakan bahwa sumber utama organ adalah kelompok praktisi spiritual Falun Gong yang dianiaya. 

Ribuan praktisi Falun Gong telah ditangkap dan ditahan di penjara, kamp kerja paksa, dan pusat pencucian otak Tiongkok sejak tahun 1999.

Sejak tahun 2015, rezim Komunis Tiongkok telah mengklaim bahwa semua organ untuk operasi transplantasi bersumber dari sumbangan sukarela. Tetapi sebuah penelitian pada tahun 2019 diterbitkan dalam BMC Medical Ethics menemukan bahwa angka donasi organ Tiongkok “hampir tepat dengan rumus matematika,” menunjukkan angka donasi organ Tiongkok mungkin dipalsukan.

BACA JUGA : Mesin Cetak Epoch Times di Hong Kong Dibakar, Tak Surutkan Beritakan Fakta Kebenaran

Tuduhan tersebut telah menarik perhatian internasional, di mana Belgia dan Austria menjadi negara terbaru yang merancang resolusi untuk memerangi penyalahgunaan organ tersebut.

Chen Xiaojuan bertanya-tanya apakah polisi Hong Kong benar-benar mengirim seseorang ke daratan Tiongkok.

“Apakah anda semua setuju dengan panen organ? Panen organ adalah hal yang sangat jahat,” kata Chen Xiaojuan menanggapi polisi Hong Kong tersebut, yang tidak menjawab. Chen Xiaojuan tetap menolak mengenakan seragam meskipun ada ancaman.

“Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya tidak melakukan kesalahan. Mereka menangkap saya dan menempatkan saya dalam tahanan polisi, sehingga mereka bersalah,” kata Chen Xiaojuan.

Polisi Hong Kong tidak segera menerima permintaan komentar.

Hari berikutnya, seorang perwira wanita yang Chen Xiaojuan amati berpangkat lebih tinggi bersikeras bahwa Chen Xiaojuan tidak boleh pergi ke kamar kecil tanpa mengenakan seragam. Saat Chen Xiaojuan berusaha menjelaskan kepadanya mengapa ia tidak ingin memakai seragam itu, perwira wanita itu tampak gelisah dan berkata bahwa ia “akan bergabung dengan Partai Komunis Tiongkok.” Akhirnya, perwira wanita itu mengalah.

Zhang Yan, seorang wanita pekerja The Epoch Times Hong Kong lainnya yang ditangkap pada tanggal 1 Juli, membagikan materi promosi sehari sebelumnya di stasiun metro Prince

Edward, saat seorang petugas polisi memperingatkannya bahwa “ini adalah yang terakhir kalinya” Zhang Yan diizinkan untuk membagikan materi promosi. Petugas polisi memberi peringatan dua kali tanpa menjelaskan.

“Saya pikir… apakah petugas polisi akan mengubah sikapnya terhadap petugas distribusi The Epoch Times waktu setelah tanggal 1 Juli? Dan petugas polisi memang mengubah sikapnya,” Zhang Yan berkata, merujuk pada hari pertama UU tersebut diberlakukan.

Keempat petugas distribusi The Epoch Times akan melapor kembali ke kantor polisi pada 4 Agustus 2020 mendatang.

Sementara prihatin dengan keselamatannya sendiri, Zhang Yan dan Chen Xiaojuan mengatakan mereka akan tetap melakukan pekerjaannya sehingga masyarakat dapat membaca beragam perspektif.

“Banyak media Hong Kong telah dikendalikan oleh Partai Komunis Tiongkok. Jika orang-orang ketinggalan suara dari sisi lain, dan hanya menerima propaganda Partai Komunis Tiongkok, pencucian otak, lambat laun akan mengubah orang-orang tersebut seperti orang-orang di Tiongkok Daratan… dan Hong Kong akan menjadi seperti kota lainnya di Tiongkok. Seseorang harus melakukannya,” kata Zhang Yan. 

The Epoch Times edisi Hong Kong telah mengutuk polisi karena melakukan penangkapan tanpa pandang bulu dan ancaman tindakan semacam itu terhadap kebebasan pers dan berbicara di Hong Kong.

Dalam sebuah pernyataan, The Epoch Times edisi Hong Kong menegaskan akan  terus melaporkan kebenaran dan membela hak warga Hong Kong untuk informasi. (Vv/asr)

Foto : Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan dan isyarat selama demonstrasi menentang UU keamanan nasional yang baru di Hong Kong pada 1 Juli 2020, pada peringatan 23 tahun penyerahan Hongkong oleh Kerajaan Inggris ke Tiongkok. (Anthony Wallace / AFP via Getty Images)

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=Z7-sF2E1zhk