Beijing Mengeksploitasi Gempuran Anti-Asia untuk Menghindari Kritik dan Mendelegitimasi Amerika Serikat

Eva Fu

Saat Amerika Serikat bergumul dengan berita-berita utama bermasalah yang menggambarkan peningkatan anti-rasisme Asia, rezim Komunis Tiongkok rupanya telah menemukan makanan propaganda terbarunya.

Menunjuk pada peningkatan kejahatan terhadap orang Amerika keturunan Asia, rezim Tiongkok sedang memberitahukan kepada Amerika Serikat untuk menyelesaikan urusannya sendiri, tak lain sebelum mengkritik Beijing atas suramnya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan komunis Tiongkok.

Propaganda yang mengeksploitasi masalah-masalah dalam negeri Amerika Serikat adalah taktik usang yang digunakan oleh  Komunis Tiongkok dan rezim-rezim otoriter lainnya, tak lain untuk menangkis kritik atas tindakan jahatnya sendiri.

Dalam beberapa minggu terakhir, media yang dikendalikan negara, telah mengeluarkan laporan-laporan yang membingkai kekerasan yang terjadi setiap hari sebagai akibat kritik Barat yang meningkat yang  diarahkan ke rezim Tiongkok.

Sementara itu, para diplomat Tiongkok menggunakan insiden semacam itu, sebagai sebuah senjata untuk mengalihkan perhatian dari pelanggaran dalam negeri Komunis Tiongkok, dan menggambarkan model pemerintahan sendiri sebagai superior terhadap demokrasi.

Dalam serangan retoris terbarunya di Amerika Serikat, rezim Tiongkok merilis sebuah laporan tahunan tanggal 24 Maret berjudul “Laporan mengenai Pelanggaran-Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat pada tahun 2020.”

“Sejak pandemi dimulai, insiden-insiden orang Amerika keturunan Asia yang dipermalukan dan bahkan diserang di depan umum ditemukan di mana-mana, dan beberapa politisi Amerika Serikat menyesatkan masyarakat dengan sengaja,” rezim Tiongkok menyatakan dalam sebuah laporan setebal 18 halaman.

Laporan tersebut menuduh Amerika Serikat adalah “kemunafikan, penindasan… dan penggandaan standar-standar,” dengan mengatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat, “bukannya mawas diri terhadap catatan hak asasi manusia yang buruk di Amerika Serikat, malahan terus-menerus membuat pernyataan-pernyataan yang tidak bertanggung jawab mengenai situasi hak asasi manusia di negara lain.”

Corong negara Tiongkok, Xinhua, menindaklanjuti laporan tersebut dengan sebuah komentar yang dimaksudkan untuk menunjukkan “dosa-dosa hak asasi manusia yang melekat di Amerika Serikat.” Kecaman masyarakat atas kekerasan terhadap orang Asia akan cenderung menyebabkan “tindakan-tindakan asal-asalan” dari Amerika Serikat, klaim Xinhua, tetapi “tanpa sapuan reformasi dan sikap yang sungguh-sungguh, Paman Sam hampir tidak dapat memperbaiki kekacauannya di bidang perlindungan hak asasi manusia, apalagi bertindak sebagai sebuah suar.”

Meningkatkan Perang Kata-Kata

Narasi tersebut didorong secara agresif saat rezim Tiongkok dengan berlipat ganda meluncurkan serangan propagandanya, dalam menghadapi tekanan balik yang meningkat, dari Barat atas berbagai masalah dari pelanggaran hak asasi manusia hingga paksaan ekonomi.

Sementara pelecehan dan penyerangan terhadap orang Amerika keturunan Asia, meningkatkan kekhawatiran-kekhawatiran yang sah untuk diskusi publik, tuduhan Beijing tidak diberikan dengan niat baik dan menunjukkan sejauh mana rezim Beijing akan berusaha untuk mengelak tanggung jawab atas pelanggarannya sendiri, menurut para ahli kebijakan dan warga Amerika keturunan Asia, yang pernah bekerja di media pemerintah Tiongkok dan pemerintah Amerika Serikat.

Motif-motif politik di balik kritik-kritik Partai Komunis Tiongkok adalah transparan, kata SeHoon Kim, seorang pengamat Tiongkok dan pembela hak asasi manusia, memberitahu Kepada The Epoch Times.

“Inilah yang secara harfiah membuat mereka sangat berbahaya — apa pun mereka lakukan karena Partai Komunis Tiongkok adalah ‘benar di mata mereka,’ dan untuk selanjutnya tidak dapat mendapatkan kritik yang sama,” kata Se Hoon Kim.

“Ya, rasisme memang ada di Amerika Serikat. Begitu pula di Tiongkok. … Tetapi pertanyaannya adalah, seberapa besar transparansi yang ada [di Tiongkok]?” ujarnya. 

Seminggu sebelumnya, para diplomat top Beijing, memberi para pejabat pemerintahan Joe Biden sebuah teguran umum selama pertemuan tatap muka pertama mereka di Alaska, dengan mengatakan bahwa Amerika Serikat dapat “berbuat lebih baik pada hak asasi manusia” dan bahwa  “Tiongkok memiliki demokrasi ala Tiongkok.”

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken “tampak seperti seorang pencuri yang berteriak ‘tangkap pencuri itu,’ ” demikian China Daily membaca, sebuah surat kabar berbahasa Inggris yang dijalankan oleh Partai Komunis Tiongkok.

Rezim Tiongkok juga telah memberikan sanksi-sanksi pembalasan terhadap para pejabat Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Inggris, karena bersama-sama menghukum Tiongkok atas pelanggaran-pelanggaran di Xinjiang, tuduhan itu dibantah dengan keras meskipun ada bukti yang luas.

“Kalau pemerintah Amerika Serikat benar-benar dapat merawat dan menjaga hak etnis minoritas seperti apa yang dilakukan Tiongkok terhadap dengan Uyghur dan kelompok etnis di Xinjiang, masalah diskriminasi rasial di Amerika Serikat  akan diselesaikan sejak lama,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Hua Chunying mengatakan dalam sebuah konferensi pers baru-baru ini.

Se Hoon Kim mengatakan, tampak terjadi silat lidah yang terlihat selama pertemuan Alaska ditampilkan secara  penuh “apa sebenarnya sikap [Partai Komunis Tiongkok] terhadap dunia bebas dan terhadap nilai-nilai di dunia bebas.”

Istilah-istilah seperti “demokrasi gaya Tiongkok,” kata Se Hoon Kim, “hanya digunakan secara harfiah untuk membenarkan segala macam peraturan, atau bahkan semua jenis tindakan — tindakan-tindakan kriminal oleh Partai Komunis Tiongkok.”

“Partai Komunis Tiongkok dapat menempatkan kata ‘Tiongkok’ pada apapun yang diinginkannya, tetapi hal itu tidak berarti bahwa Partai Komunis Tiongkok sendiri mewakili Tiongkok atau kebudayaan Tiongkok dalam keadaan apa pun,” kata Se Hoon Kim.

Se Hoon Kim menegaskan : “Itu hanyalah alasan yang buruk untuk melakukan apa pun yang ingin dilakukan Partai Komunis Tiongkok terhadap rakyatnya sendiri.”

‘Puncak Kemunafikan’

Seorang reporter Global Times, melangkah lebih jauh untuk membuat kalimat  “prajurit serigala” sebagai “jelas-jelas rasis” dan bukti adanya “supremasi putih” Barat.”

Istilah ini awalnya diadopsi dan dipopulerkan oleh rezim Tiongkok, untuk menggambarkan pendekatan yang agresif yang digunakan oleh beberapa diplomat Tiongkok. Ini adalah sebuah referensi untuk dua film laga Tiongkok, yang populer dengan nuansa-nuansa nasionalistik yang dirilis pada tahun 2015 dan 2017.

Global Times melabeli para politisi dan cendekiawan Barat yang mengkritik rezim Tiongkok, seperti dengan menyoroti kurangnya transparansi rezim Tiongkok terhadap asal muasal virus COVID- 19, sebagai “pembenci Tiongkok,” dengan mengatakan, “Setiap saat masyarakat Asia diserang, terluka atau dibunuh dalam insiden-insiden kejahatan kebencian, darah para korban juga ada di tangan orang-orang ini.”

Ilustrasi Global Times menggambarkan Patung Liberty tenggelam dalam lautan dengan sebuah bola logam raksasa berlabel “rasisme” yang dirantai di kaki patung tersebut.

Stephanie Liu, seorang mantan jurnalis media pemerintah Tiongkok yang kini tinggal di New York, percaya bahwa rezim Tiongkok sedang berupaya “dengan sengaja menimbulkan masalah.”

“Siapa yang senang jika Amerika Serikat berada dalam kekacauan?” Stephanie Liu berkata.

Vlad Davidiuk, seorang analis kebijakan dan direktur komunikasi Partai Republik Harris County, mengkategorikan poin pembicaraan media pemerintah Tiongkok terbukti salah.

“Sangat jelas bahwa media pemerintah Tiongkok mendukung dan ‘membangun’ propaganda kiri, cara ini hanyalah sebuah gangguan dari tindakan kriminal yang lebih besar yang dilakukan oleh rezim Partai Komunis Tiongkok,” kata Vlad Davidiuk, kepada The Epoch Times. 

Miles Yu, yang bertindak sebagai penasihat kebijakan utama Tiongkok untuk Kementerian Luar Negeri di masa pemerintahan Donald Trump, juga mencatat ironi bahwa tuduhan-tuduhan tersebut berasal dari “salah satu rezim paling brutal dalam sejarah manusia.”

“Ini adalah negara yang melakukan genosida besar-besaran terhadap warga Uighur, negara ini yang telah membunuh puluhan juta orang Tionghoa biasa ini karena alasan politik, hampir 40 juta orang mati kelaparan,” ujar Miles Yu, menyinggung Kelaparan Besar Tiongkok, bencana tiga tahun dari tahun 1959 hingga 1961, yang berasal dari kampanye politik radikal pemimpin Partai Komunis Tiongkok Mao Zedong yang menghancurkan pertanian dan ekonomi Tiongkok.

Jadi bagi sebuah rezim semacam ini untuk mengkritik Amerika Serikat sebagai rasis, itu hanyalah puncak kemunafikan.

“Ini hanyalah sebuah siasat sinis Partai Komunis Tiongkok untuk mendelegitimasi model pemerintahan Amerika Serikat Serikat, untuk mendiskreditkan kebajikan-kebijakan demokratis Amerika Serikat, dan kami jangan sampai terpancing untuk hal tersebut, menurut saya sebagian besar orang-orang di dunia hanya menertawakan hal itu,” kata Miles Yu. 

Tidak Ada Perbedaan

Jika ada, kampanye Beijing menunjukkan “perbedaan mendasar antara rezim Partai Komunis Tiongkok dengan Amerika Serikat,” kata Kim.

“Setidaknya di Amerika Serikat, dan di dunia bebas, kami memiliki kesempatan untuk mengkritik diri kita sendiri dan memperbaiki diri kita sendiri. Tetapi di Tiongkok di bawah Partai Komunis Tiongkok, tidak ada kesempatan yang diberikan kepada rakyatnya sendiri,” kata Kim.

“Apapun tuduhan yang dibuat terhadap mereka, mereka selalu, selalu dan selalu menyangkal bahwa salah satu masalah ini sedang terjadi, seperti kamp-kamp konsentrasi, seperti kerja paksa, seperti penganiayaan terhadap Falun Gong. Ini adalah sebuah tanda bahwa orang-orang di Tiongkok benar-benar menderita,” imbuhnya.

Jika Partai Komunis Tiongkok benar-benar “cukup berani,” Partai Komunis Tiongkok harus terbuka untuk penyelidikan-penyelidikan dari Barat dan memungkinkan adanya kritik-kritik domestik, kata Miles Yu.

Pemerintah Tiongkok, kata Miles Yu, tidak punya nyali. Pemerintah Tiongkok adalah masyarakat tertutup. Tiongkok adalah sebuah pemerintah diperintah dengan tangan besi, dan diperintah di bawah  ideologi Marxis-Leninis yang ekstrem yang tidak mengizinkan adanya perbedaan pendapat.

“Jadi ini adalah tragedi di zaman kita,” pungkas Miles Yu. (Vv)

Video Rekomendasi :