Ada Udang di Balik Batu Sehingga Anti-Monopoli Komunis Tiongkok Tidak Menyentuh BUMN

oleh Zheng Gusheng 

Pemerintah komunis Tiongkok telah meluncurkan serangkaian pembenahan pasar dalam negeri, yang paling menonjol adalah menghindari monopoli terus berlangsung di pasarnya komunis Tiongkok. Itu jelas baik ! Tetapi mengapa sebagian besar tindakan tersebut hanya ditujukan kepada perusahaan swasta, dan tidak menyentuh badan usaha milik negara yang sesungguhnya memonopoli pasar ? 

Dalam beberapa bulan terakhir, perusahaan besar seperti Grup Alibaba dan Meituan telah dijatuhi hukuman berupa denda bayar ke kas negara uang dengan jumlah “setinggi langit”, karena dituduh menjalankan bisnis dengan cara monopoli. 

Selain itu, pihak berwenang telah melarang beroperasinya lembaga yang bergerak di bidang pelatihan di luar kampus, seperti tempat les pelajaran, membatasi pergerakan perusahaan Internet Tencent dan Didi Chuxing. 

Media partai jaga mengkritik game online, minuman keras, rokok elektrik, chip, medis kecantikan, dan industri lainnya yang menimbulkan berbagai gejolak di pasar Tiongkok.

Reuters mengutip informasi yang disampaikan para analis melaporkan bahwa, aturan baru yang ditetapkan rezim Beijing ini sedang dilaksanakan dengan intensitas yang nyaris panik, kadang-kadang bahkan tidak dapat diprediksi perbuatan yang mana yang tahu-tahu dinyatakan salah dan perusahaan mana yang bakal kena “getahnya”, sehingga mengguncangkan pasar domestik.

Namun, tindakan “anti-monopoli” dan “pembenahan” yang diterapkan pihak berwenang pada dasarnya, tidak melibatkan perusahaan milik negara yang selama bertahun-tahun telah memonopoli jaringan listrik, minyak bumi, obat-obatan, baja, dan infrastruktur dan bidang lainnya.

Ekonom independen Tiongkok, Gong Shengli mengatakan kepada VOA bahwa posisi monopoli yang dimiliki perusahaan BUMN komunis Tiongkok itu, tidak dapat diganggu gugat,mereka selain dalam posisi mendominasi di dalam negara, tetapi juga menduduki posisi penting di dunia. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan swasta Tiongkok sedang berada pada saat-saat menjelang “matahari terbenam”, mereka ini bakal menghadapi situasi “BUMN in BUMS out”.

Frank Tian Xie, professor di Aiken School of Business di University of South Carolina, AS berpendapat bahwa di masa lalu, pemerintah komunis Tiongkok juga yang mendorong Grup Alibaba dan Meituan mencapai kedudukan monopoli pasar di daratan Tiongkok. Sekarang pemerintah lagi butuh dana, perlu mengambil uang dari mereka. Tujuan pemerintah komunis Tiongkok memerangi “kambing-kambing” ini seperti Ant Group, Tencent, Didi Chuxing dan Meituan, semua karena alasan yang sama. Anti-monopoli hanyalah digunakan sebagai alasan untuk memotong kambing.

Frank Tian Xie percaya bahwa beberapa perusahaan swasta ini memang sudah menjadi target “pemerasan” oleh otoritas Beijing, dan alasan penting lainnya adalah untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian terhadap perusahaan swasta khususnya yang dimiliki oleh oposisi politik, agar perusahaan swasta dapat sepenuhnya masuk genggaman rezim penguasa. Pemerintah ingin melenyapkan usaha pelatihan di luar sekolah yang selama ini sulit mereka kendalikan, juga demi memastikan “kebenaran politik” pada bidang pendidikan Tiongkok, yang ingin diciptakan rezim adalah siswa mendengarkan kata-kata yang disampaikan oleh Partai Komunis Tiongkok “yang tidak pernah salah”.

Zhao Xiao, mantan peneliti tamu Bank Dunia dan Pusat Penelitian Ekonomi Tiongkok dari Universitas Peking mengatakan bahwa, meskipun komunis Tiongkok menggunakan Undang-Undang Anti-Monopoli untuk menjatuhi hukum berat bagi raksasa teknologi dengan tujuan agar perusahaan swasta lain ikut bergidik. Tetapi, peristiwa yang dialami perusahaan Dawu adalah yang berdampak lebih mendalam dan signifikan terhadap perusahaan swasta.

Dia mengatakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan kepada keluarga pengusaha swasta Hebei Sun Dawu oleh pihak berwenang baru-baru ini, telah memberikan efek mengerikan bagi masyarakat. Insiden ini juga membuat kepercayaan pengusaha swasta Tiongkok terhadap reformasi pudar dalam semalam, bahkan jatuh ke level sebelum tahun 1978 dimana Revolusi Kebudayaan sedang berlangsung, kapitalisme diganyang. 

Hal ini yang mungkin menimbulkan sifat antipati perusahaan swasta yang pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi komunis Tiongkok secara keseluruhan.

Namun, Frank Tian Xie percaya bahwa meskipun “menghajar” perusahaan swasta berdampak negatif terhadap ekonomi, rezim komunis Tiongkok tidak terlalu peduli dengan pembangunan ekonomi, tetapi stabilitas rezimnya jauh di atas segalanya. 

Memang mereka ingin merampas kekayaan rakyat, demi kepentingan pengendalian untuk mempertahankan kekuasaan. Tujuan dari pemerintah mendudukkan sekretaris cabang partai di dalam manajemen perusahaan swasta dan tindakan lainnya terhadap perusahaan swasta, merupakan cara yang dipraktikkan rezim untuk mengendalikan perusahaan swasta. (sin)