Bagaimana Fenomena Pria Lebih Banyak dari Wanita ini Memengaruhi Ekonomi Tiongkok

oleh Zhang Ting

Pemerintah Tiongkok kembali terjebak dalam kesulitan untuk mengendalikan harga perumahan dan mempromosikan konsumsi domestik. Mengapa dilema ini begitu sulit untuk diselesaikan ? Jawabannya tidak cuma satu, tetapi para peneliti telah menemukan satu faktor yang cukup menarik, yakni proporsi pria muda di daratan Tiongkok lebih tinggi daripada wanita muda. Fenomena ini ternyata telah mendistorsi ekonomi Tiongkok dengan cara yang halus

Pada 13 Januari, Wall Street Journal menerbitkan sebuah artikel yang isinya menyebutkan bahwa kebijakan satu anak yang dipromosikan pemerintah komunis Tiongkok pada 1980-an yang sekarang sudah diubah, ditambah lagi dengan preferensi tradisionalnya yang lebih mengutamakan anak laki-laki daripada perempuan, sehingga telah berkontribusi pada meningkatnya kesenjangan gender. 

Pada akhir tahun 1990-an, proporsi antara pria dan wanita yang berusia 20-an tahun kira-kira seimbang, tetapi pada tahun 2020, laporan resmi menunjukkan bahwa proporsi itu telah menjadi 111 (pria) banding 100 (wanita). 

Lebih jauh lagi, beberapa distorsi ekonomi ini mungkin diperkuat atau diperbesar oleh tren lain, seperti kesenjangan yang semakin lebar dalam upah dan partisipasi angkatan kerja antara laki-laki dan perempuan. 

Meskipun kesenjangan upah gender di daratan Tiongkok lebih kecil daripada di sebagian besar negara berpenghasilan menengah ke atas, tetapi itu masih dirasakan besar. Demikian menurut Forum Ekonomi Dunia.

Selama beberapa tahun terakhir, para peneliti telah mulai menyelidiki bagaimana semua faktor ini dapat mempengaruhi perekonomian Tiongkok secara keseluruhan. Satu kesimpulan adalah bahwa dampak pada harga rumah bisa sangat besar, karena pria sering kali dianggap belum patut membangun rumah tangga kalau belum memiliki tempat tinggal sendiri.

Sebuah analisis tahun 2017 yang dilakukan oleh para ekonom termasuk Wei ShangJin dari Universitas Columbia, menemukan bahwa dari segi pendapatan, harga perumahan secara signifikan lebih tinggi di kota-kota Tiongkok yang keseimbangan gendernya cukup besar. 

Para ekonom dari Universitas Birmingham dengan data tahun 2011 dan 2013 yang mereka miliki menyebutkan dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada tahun 2020, bahwa keluarga yang memiliki anak laki-laki usia nikah lebih mungkin untuk membeli banyak rumah, terutama di daerah yang keseimbangan gendernya cukup besar.

Menurut sensus yang dirilis pihak berwenang Tiongkok pada 11 Mei 2021, saat ini jumlah pria di daratan Tiongkok lebih tinggi sebesar 34,9 juta daripada wanita, dan 17,52 juta lebih banyak pria daripada wanita dalam rentang usia nikah antara 20 singgah 40 tahun.

Wei Shangjin, ekonom yang pernah menjabat sebagai kepala ekonom Bank Pembangunan Asia, menerbitkan sebuah artikel di Fanhai International School of Finance, Universitas Fudan pada 4 Agustus 2021, menguraikan dampak ketidakseimbangan gender dari populasi muda terhadap pertumbuhan ekonomi, tingkat tabungan, surplus perdagangan, harga perumahan, dan lainnya. Hal mana dapat menimbulkan dampak yang besar bahkan masalah yang tak terduga.

Wei Shangjin mengatakan bahwa ketidakseimbangan gender memperburuk faktor kesediaan dana dalam persaingan. Ketika jumlah pria lebih banyak daripada wanita, maka pria usia nikah lebih dituntut untuk memperbesar kekuatan dana simpanannya agar bisa meningkatkan daya saing mereka di pasar pernikahan.

Wei Shangjin juga mengatakan bahwa sejak memasuki abad ke-21, meningkatnya proporsi pria dan wanita dalam kelompok usia pranikah di Tiongkok telah memicu persaingan yang semakin ketat di pasar pernikahan. Karena jumlah laki-laki lebih banyak daripada perempuan, daya tawar perempuan jadi meningkat. 

Sehingga pria akan berusaha keras untuk membeli rumah yang lebih besar dan lebih mahal yang bahkan melebihi kebutuhan konsumsi (melebihi kemampuan). Melalui analisis data mikro, ditemukan bahwa persaingan semacam ini menyebabkan kenaikan harga perumahan yang tidak rasional. Dari tahun 2003 hingga 2009, harga perumahan di kota-kota Tiongkok telah naik 30% menjadi 48%.

Beberapa analis berpendapat bahwa tantangan terbesar bagi perekonomian Tiongkok pada tahun 2022 adalah warga sipil biasa berusaha untuk tidak membelanjakan dana simpanan mereka. Sama seperti pasar real estate, konsumsi adalah salah satu dari dua variabel yang menjadi fokus para ekonom untuk meninjau prospek pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Eksekutif Beijing telah memperingatkan melalui konferensi perencanaan ekonomi pada bulan ini, bahwa Tiongkok sedang menghadapi 3 tekanan berat yakni, penyusutan permintaan, masalah yang berkaitan dengan pasokan dan melemahnya ekspektasi.

Media berita keuangan Amerika Serikat ‘CNBC’ dalam analisisnya pada 30 Desember 2021 mengungkapkan bahwa, ketidakstabilan pekerjaan dan tidak menentunya pendapatan warga sipil daratan Tiongkok, juga menjadi penyebab menurunnya keinginan untuk “membuka dompet”, alias membelanjakan uangnya. (sin)