Sektor Real Estate dan Finansial Memperburuk Situasi Kesulitan Ekonomi Tiongkok

 Antonio Graceffo

Harga-harga ritel turun, ekspor menurun, sektor real estate yang terkenal bermasalah semakin memburuk, dan pengangguran kaum muda di Tiongkok meroket sehingga pemerintah berhenti menerbitkan data.

Perekonomian Tiongkok diliputi oleh utang dan tenggelam ke titik terendah yang belum pernah terjadi selama beberapa dekade. Pada 16 Agustus, yuan mencapai titik terendah dalam 16 tahun terakhir di 7,2981 terhadap dollar AS. Hal ini mendorong bank sentral untuk menjual dolar AS dalam jumlah besar dalam upaya memperlambat depresiasi yuan.

Pada 18 Agustus, Indeks Hang Seng (HSI) Hong Kong turun 20% dari puncaknya di bulan Januari. Pemerintah-pemerintah lokal menghadapi masalah likuiditas karena hutang melalui sarana pembiayaan pemerintah lokal (LGFV) mencapai sekitar 7,8 triliun dollar AS. Utang-utang ini biasanya dilunasi melalui penjualan real estat, namun sektor ini sedang lesu. Jika pemerintah pusat tidak melakukan intervensi, beberapa pemerintah daerah mungkin akan gagal bayar.

Sektor keuangan Tiongkok mulai retak karena rasio kredit macet naik dari 1,9% pada 2020 menjadi 4,4% pada akhir 2022. Perusahaan investasi Tiongkok, Zhongrong Trust, yang mengelola dana senilai $87 miliar untuk klien korporat dan individu tajir, telah gagal membayar kepada para investor korporat. Perusahaan ini mengeluarkan pernyataan aneh yang memperingatkan pelanggan tentang pemberitahuan palsu yang mungkin mereka terima dari “penjahat”  secara keliru mengklaim bahwa perusahaan telah membatalkan beberapa produk investasi.

Zhingrong adalah bagian dari salah satu konglomerat swasta terbesar di Tiongkok, Zhongzhi. Sedangkan Zhongzhi memiliki dana kelolaan sebesar $138 miliar. Pembayaran yang tidak dilakukan telah memicu kepanikan di media sosial Tiongkok. Para investor berspekulasi apakah konglomerat lainnya juga menghadapi kesulitan keuangan. Ada kekhawatiran mengenai kemungkinan runtuhnya sektor kepercayaan investasi Tiongkok, yang bernilai $2,9 triliun. Eksposur besar sektor keuangan terhadap real estate dapat memicu rantai gagal bayar dan hilangnya investasi.

Selama bertahun-tahun, para analis telah menyebut pasar real estat Tiongkok yang terlalu tinggi dan dililit utang sebagai bubble (gelembung). Mereka telah meramalkan konsekuensi yang mengerikan ketika akhirnya meledak. Pada 13 Agustus, sebuah perusahaan pengembang properti besar di Tiongkok, Country Garden, menangguhkan perdagangan obligasi dalam negeri sampai restrukturisasi utang dapat diatur.

Pada Juni 2022, Country Garden mencatatkan keuntungan sebesar $265 juta. Sekarang, mereka memperkirakan kerugian sebesar $6,24 miliar hingga $7,63 miliar pada musim panas ini. Tak lama setelah berita restrukturisasi obligasi tersiar, saham perusahaan mencapai rekor terendah 90 sen Hong Kong.

Country Garden mungkin hanyalah puncak gunung es. Berita buruk di Country Garden menakutkan para investor di seluruh sektor properti, menyebabkan Indeks Properti Daratan Hang Seng turun 1,49%. Saat ini, diperkirakan seluruh sektor properti memiliki tagihan sebesar $390 miliar yang belum dibayar. Sejak pertengahan 2021, ketika krisis utang real estat dimulai, perusahaan-perusahaan terbesar yang menyumbang 40 persen dari penjualan rumah di Tiongkok semuanya mengalami gagal bayar. Banyak obligasi luar negeri dari pengembang real estat Tiongkok dijual dengan harga sepeser pun dalam dolar sementara harga saham mereka telah kehilangan 90 persen nilainya. People’s Bank of China (PBoC) telah memberikan perpanjangan waktu 12 bulan kepada para pengembang properti untuk membayar kembali pinjaman yang jatuh tempo pada tahun ini.

Sektor real estate Tiongkok menyumbang 30 sampai 40 persen dari perekonomian negara ini. Namun, masalah di industri keuangan hanyalah salah satu dari banyak contoh bagaimana gejolak di sektor properti meluas ke industri-industri lain. Di Amerika Serikat, pasar saham sering digunakan untuk mengukur kesehatan ekonomi secara keseluruhan. Pengukur tersebut adalah sektor real estat di Tiongkok. Dengan nilai total $62 triliun, sektor real estat Tiongkok adalah gudang kekayaan terbesar di negara ini dan merupakan sarana investasi yang paling umum. Jadi, ketika sektor real estat goyah, orang-orang akan berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka. Dan, kehati-hatian ini sekarang mendorong penurunan konsumsi Tiongkok.

Selain konsumen Tiongkok yang membeli lebih sedikit produk, seluruh dunia juga menuntut lebih sedikit ekspor Tiongkok. Berkurangnya permintaan berarti berkurangnya aktivitas pabrik dan berkurangnya lapangan kerja. Pesimisme meningkat, dan investasi aset tetap telah menurun sejak tahun lalu. Ketika bisnis dan pemerintah mengurangi investasi mereka pada barang modal jangka panjang seperti bangunan, mesin, dan infrastruktur, pasar kerja akan semakin ketat. Lebih sedikit pekerjaan baru yang akan tercipta, dan pengangguran diperkirakan akan melonjak.

Tiongkok sedang menghadapi krisis penuaan seiring dengan menyusutnya jumlah tenaga kerja. Namun mereka memiliki tingkat pengangguran kaum muda sebesar 21,3% sebelum Beijing mulai mengendalikan data. Meningkatnya pengangguran menunjukkan bahwa perekonomian Tiongkok berada dalam masalah besar tanpa adanya jalur pemulihan yang terlihat. Perekonomian Tiongkok kemungkinan belum runtuh, tetapi beberapa analis memperkirakan pertumbuhan akan merosot hingga serendah 2% pada tahun 2035. Hal ini akan menghalangi tujuan pemimpin Tiongkok, Xi Jinping, untuk melampaui Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi dan militer terbesar di dunia pada tahun 2049. Impian Tiongkok untuk masa depan mungkin selamanya akan tetap berada di masa depan. (asr)

Antonio Graceffo, Ph.D., adalah seorang analis ekonomi Tiongkok yang telah menghabiskan lebih dari 20 tahun di Asia. Graceffo adalah lulusan dari Shanghai University of Sport, memegang gelar Tiongkok-MBA dari Shanghai Jiaotong University, dan saat ini sedang mempelajari pertahanan nasional di American Military University. Ia adalah penulis “Beyond the Belt and Road: China’s Global Economic Expansion” (2019).