Banyak Bank Menengah dan Kecil Tiongkok Dilanda Gelombang Penarikan Dana Nasabah

NTD

Pakar keuangan Tiongkok mengungkapkan bahwa gelombang penarikan dana simpanan nasabah sudah mulai terjadi pada beberapa bank di Tiongkok. Sejumlah deposan lebih memilih untuk menarik dana pokok mereka meskipun harus kehilangan bunga. Para analis berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan pailitnya bank-bank kecil dan menengah Tiongkok. Tetapi sejumlah orang karena merasa tidak puas terhadap semakin rendahnya suku bunga yang ditawarkan bank.

Pada 11 Oktober, Zhang Ping, ekonom senior, pengamat ekonomi dan keuangan melaporkan bahwa belum lama ini, gelombang nasabah menarik dana simpanan mereka dari perbankan di beberapa wilayah Tiongkok sudah terjadi. Para deposan berjubel di depan counter bank untuk menarik dana, bahkan mereka lebih memilih kehilangan bunga daripada jika pokoknya tidak tertarik. Akibat pailitnya beberapa bank kecil dan menengah di Tiongkok, membuat banyak deposan berusia lanjut atau paruh baya mengkhawatirkan keamanan dana simpanan mereka di bank.

Menurut informasi publik, Zhang Ping adalah mantan ekonom khusus, pengamat ekonomi dan keuangan senior di Qianzhan.com. Pakar khusus Majalah Keuangan Internet, komentator media keuangan terkenal seperti Baidu Baijia dan Toutiao.com. Pakar ekonomi di lembaga think tank, dan kolumnis situs web BWCHINESE. Saat ini, Zhang Ping menjabat sebagai kepala ekonom di Shanghai Fuda Group dan konsultan investasi strategis di Shanghai New Hushang Group.

Zhang Ping dalam artikelnya menyebutkan bahwa beberapa orang yang berkecimpung dalam industri keuangan mengatakan, ketika bank kecil dan menengah seperti Bank Perkreditan Rakyat Liaoyang Taizihe dan Bank Desa Liaoyang menyatakan pailit, banyak deposan khawatir dengan kesulitan untuk menarik dana simpanan mereka dari bank-bank kecil dan menengah. Jadi, mereka berbondong-bondong datang untuk menarik uang pokok simpanan meskipun harus kehilangan bunga yang memang saat ini juga rendah.

Pailitnya perbankan selalu menjadi peristiwa besar yang meresahkan masyarakat. Hal mana dapat terlihat dari kasus pailitnya Haifa Bank of China dan Baoshang Bank yang  memicu opini publik yang besar serta kepanikan masyarakat. Sedangkan kasus jatuhnya 5 bank pedesaan di Henan dan Anhui bahkan telah membuat dana simpanan banyak nasabah tidak bisa diambil.

Pada 26 Agustus tahun lalu, Komisi Regulasi Perbankan dan Asuransi Tiongkok mengumumkan bahwa dua bank, yakni Bank Desa Liaoyang dan Bank Desa Liaoning Taizihe memasuki proses kepailitan. Pengadilan setempat mengumumkan bahwa pihaknya dapat mengabulkan permohonan likuidasi dari kedua bank tersebut.

Selain itu, Zhang Ping berpendapat bahwa saat ini beberapa bank di sejumlah wilayah sedang dilanda oleh gelombang penarikan dana simpanan nasabah. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran masyarakat terhadap kesehatan dari bank-bank kecil dan menengah dalam situasi ekonomi Tiongkok yang memburuk. Di samping tidak puas terhadap semakin rendahnya suku bunga simpanan dana di bank.

Zhang Ping mengatakan bahwa sejak tahun ini, suku bunga deposito di bank domestik terus menurun, sekarang sedang berada pada tingkat yang paling rendah secara historis. Sebagai responnya, banyak nasabah yang menarik dana simpanan mereka dan berinvestasi pada produk keuangan dengan tingkat pengembalian yang relatif lebih baik daripada bunga bank.

Sebuah artikel di “Voice of Financial Economics” baru-baru ini menyebutkan, bahwa saat ini para nasabah penyimpan dana di bank cenderung memilih untuk secepatnya menarik kembali pokok simpanan, dengan mengabaikan perhitungan bunganya. 

Menurut penjelasan artikel tersebut, bahwa hal ini terkait erat dengan situasi perekonomian Tiongkok saat ini. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi melambat dan hasil investasi menurun, sehingga menurunkan ekspektasi terhadap suku bunga perbankan. Karena itu, masyarakat lebih cenderung mencari imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan menabungkan uangnya dengan imbal hasil tahunan yang kurang dari 1%.

Serangkaian gejolak keuangan terjadi di Tiongkok setelah bos China Evergrande Group Xi Jiayin ditangkap oleh pihak berwenang Tiongkok. Dari daftar rincian hutang Evergrande terhadap perbankan di Tiongkok yang beredar di Internet kita tahu, bahwa perusahaan juga berhutang kepada Bank of Cangzhou sebesar RMB. 3,4 miliar. Hal mana telah memicu nasabah bank untuk menarik kembali dana simpanannya di sana karena khawatir bank tersebut juga akan mengalami likuidasi. Selain itu situasi serupa juga terjadi terhadap Shengjing Bank yang juga memiliki hubungan erat dengan Evergrande. Banyak nasabah bank ini melakukan transfer online dana simpanannya. 

Sejak 8 Oktober, depan counter Bank of Cangzhou sudah terlihat penuh dengan nasabah simpanan yang ingin menarik kembali dananya. Kejadian itu berlangsung hingga malam keesokan harinya.

Shengjing Bank yang memiliki hubungan dekat dengan Evergrande juga tidak luput dari terjadinya penarikan dana simpanan nasabah. Evergrande pernah menjadi pemegang saham terbesar Shengjing Bank, dan mengambil kendali penuh atas bank tersebut. Karena itu ia dicurigai telah melemahkan kekuatan likuiditas bank tersebut. Oleh karena itu, setelah krisis Evergrande pecah, Shengjing Bank langsung “dikuasai” oleh badan regulator keuangan Tiongkok karena ada kecurigaan bahwa bank ini telah “menyuntikkan” dana lebih dari RMB. 100 miliar ke pundi Evergrande. Saat ini, Shengjing Bank sudah dikuasai oleh perusahaan milik negara Tiongkok di Provinsi Liaoning.

Sementara Bank of Cangzhou sedang dilanda gelombang penarikan dana nasabahnya, beredar berita di Internet bahwa nasabah Shengjing Bank melakukan transfer online dana simpanan mereka dalam jumlah besar. Sejak 9 Oktober, bank tersebut mulai memperketat transfer online dana nasabahnya.

Total liabilitas China Evergrande Group mencapai RMB. 2,38 triliun sehingga membuatnya bangkrut. Krisis Evergrande berdampak besar pada industri keuangan Tiongkok. Sedangkan penarikan panik nasabah simpanan Bank of Cangzhou dan Shengjing Bank hanyalah sebuah puncak gunung es. Saat ini dunia luar sedang mencermati apakah masalah ini akan memicu perluasan krisis moneter Tiongkok. (sin)