Liang Yuyan
Organisasi ASEAN yang awalnya longgar strukturnya, mendadak mengumumkan akan menggelar latihan perang bersama pada September tahun ini, dan mengambil tempat di kawasan sensitif yakni Laut Tiongkok Selatan. Sejak didirikannya ASEAN pasca perang, walau memiliki atribut anti-komunis yang kuat, tetapi selama bertahun-tahun selalu menahan diri dan bersabar terhadap intimidasi dari RRT (Republik Rakyat Tiongkok), kini mendadak mengubah sikap, jelas hal ini menunjukkan niatan untuk bergabung dengan kelompok anti komunis yang pro AS.
Latihan Perang Bersama ASEAN Yang Pertama
Pada 8 Juni lalu, Indonesia sebagai negara rotasi kepemimpinan ASEAN mengumumkan pada rapat ACDFM (ASEAN Chief of Defence Forces Meeting) bahwa 10 negara ASEAN akan menggelar latihan perang bersama untuk yang pertama kalinya pada September mendatang, dan bertempat di Laut Tiongkok Selatan. Selain negara anggota, negara yang berpartisipasi dewasa ini meliputi Timor Leste sebagai negara pengamat, beserta negara Myanmar yang masih dikuasai oleh pemerintahan Junta Militer.
Berita tentang latihan bersama ASEAN ini juga terbukti benar setelah Panglima TNI Yudo Margono memberitahu kantor berita Antara pada hari yang sama. Laksamana Margono mengatakan, latihan yang akan digelar September nanti tidak melibatkan latihan operasi militer apapun, tujuannya adalah memperkuat status pusat regional. Juru bicara militer Indonesia yakni Julius Widjojono menjelaskan, latihan perang ini menyangkut situasi risiko tinggi terjadinya bencana di Asia, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Di saat latihan bersama digelar pada September mendatang, akan bersamaan pula KTT pemimpin negara ASEAN digelar, dan topik utama konferensi tersebut adalah masalah Laut Tiongkok Selatan.
Menurut pemberitaan situs web surat kabar People’s Army Vietnam, pada 7 Juni pagi hari, pada forum ACDFM ke-20 yang diselenggarakan di Bali tersebut, para panglima angkatan bersenjata setiap negara ASEAN telah meloloskan dokumen konsep Komunitas Intelijen Militer ASEAN (AMIC). Kalangan luar menilai, kerjasama antar negara ASEAN ini telah mengalami tren perluasan dari bidang politik ekonomi meluas ke bidang militer.
Tempat Latihan Militer ASEAN Sensitif
Rapat ACDFM yang diadakan di Bali telah mencapai kesepakatan mengenai lokasi latihan militer bersama perdana ini, yakni bertempat di Laut Natuna Utara yang merupakan ujung selatan Laut Tiongkok Selatan.
Baik Indonesia maupun pemerintah RRT mendeklarasikan kedaulatan atas wilayah perairan ini; Indonesia mendeklarasikan Laut Natuna Utara sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (EEZ), tetapi Beijing menentangnya dan menyatakan wilayah laut tersebut berada dalam ruang lingkup “Sembilan Garis Putus-Putus” yang diklaim secara sepihak oleh mereka, dan RRT juga pernah mengirim kapal di kawasan tersebut.
Pihak luar menyoroti, Laut Natuna Utara sebagai tempat latihan militer walaupun merupakan kawasan sengketa dari Laut Tiongkok Selatan, tetapi tidak meliputi sengketa kedaulatan atas pulau dan terumbu karang, hanya merupakan sengketa zona ekonomi sejauh 200 mil, secara teknis, ini hanya merupakan masalah pembagian kedaulatan laut pada kawasan laut ekonomi. Indonesia memilih kawasan rendah konflik ini hanya memanfaatkan peluang untuk menekan PKT, dan tidak sampai memicu konfrontasi sengit.
Tiga tahun lalu kapal nelayan RRT berkali-kali menangkap ikan di kawasan ini, karena masalah perlindungan ikan, hubungan Indonesia dengan Beijing mengalami ketegangan. Pada saat pemerintah Indonesia memprotes hal ini pada Beijing, respon Kemenlu RRT sangat keras, dan menyatakan tindakan nelayan RRT “sepenuhnya legal serta sudah wajar dan masuk akal”. Kali ini Indonesia sebagai pemegang dominasi rapat ASEAN, sebenarnya memanfaatkan peluang untuk menunjukkan sikap kepada PKT bahwa negara-negara ASEAN akan bersama-sama mempertahankan kedaulatannya.
Yang relatif di luar dugaan adalah, berdasarkan latar belakang setiap negara ASEAN dengan kepentingan yang berbeda, termasuk sejumlah faktor sejarahnya, terkadang tidak mudah untuk mencapai kesepahaman, sehingga perkembangan yang bersifat kebijakan biasanya sangat lamban, tetapi keputusan bersama mengadakan latihan perang bersama untuk pertama kalinya, sebelumnya tidak banyak dibahas, berarti dengan cepat telah dicapai kesepakatan. Perubahan seperti ini meninggalkan kesan yang mendalam bagi pihak luar.
10 Negara ASEAN Pertama Kali Gelar Latihan Perang Bersama Seluruh Anggotanya
Sebelumnya ASEAN tidak pernah mengadakan latihan militer sepihak, terutama latihan perang militer bersama yang melibatkan seluruh negara anggotanya. Namun organisasi tersebut pernah mengadakan latihan bersama dengan Angkatan Laut Amerika dan juga India.
Menurut surat kabar Thailand Headlines pada Agustus 2019 lalu, latihan militer AS-ASEAN yang digelar pada 2-6 September 2019, sasarannya adalah meningkatkan hubungan komunikasi multilateral, menjaga keamanan maritim, menumpas tindakan pelanggaran hukum di laut, dan meningkatkan kerjasama multilateral.
Dalam latihan disimulasikan munculnya kapal yang mencurigakan di laut, yang terlibat penyelundupan narkoba, pekerja ilegal, perdagangan manusia, bajak laut dan lain sebagainya. Negara ASEAN dan pihak AS membentuk gugus tugas gabungan, bersama-sama berpatroli, memonitor kondisi laut, menghadang kapal mencurigakan. Pada waktu itu militer AS mengutus 3 unit “kapal mencurigakan” turut ambil bagian dalam latihan.
Pada Mei 2023 yang baru berlalu, AL (Angkatan Laut) India dan ASEAN melangsungkan latihan perang durasi dua hari di Laut Tiongkok Selatan, peserta latihan meliputi India, Vietnam, Thailand, Filipina, Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Latihan perang bersama yang diadakan AL India dan ASEAN untuk pertama kalinya ini, selain memiliki makna penting meningkatkan “hubungan kemitraan strategis komprehensif” kedua belah pihak, juga merupakan tindakan aktif India yang penting dalam mendorong “kebijakan tindakan ke arah timur”.
Selama masa Perang Dingin (akhir 1940-an sampai awal 1980-an), hubungan India dengan ASEAN tidak begitu harmonis, bahkan sempat terjadi ketegangan. Usai Perang Dingin, untuk mengurangi kekhawatiran ASEAN terhadap perluasan militer India, di awal era 1990-an, India berturut-turut mengadakan latihan AL bersama dengan Indonesia, Malaysia, dan Singapura, dan membuka pelabuhan militernya yakni Port Blair bagi para atase AL negara-negara ASEAN, sehingga meredakan kekhawatiran negara ASEAN.
ASEAN juga merespon aktif. pada 1995, ASEAN dan India membentuk “kemitraan dialog komprehensif”. Lalu setelah memasuki abad ke-21, hubungan India dan ASEAN pun berkembang pesat. Pada 2002, ASEAN dan India membentuk kemitraan dialog “10+1”, kemudian India pun bergabung dalam “Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara”. Pada 2022 adalah peringatan 30 tahun dibangunnya hubungan dialog antara India dengan ASEAN, hubungan kedua pihak meningkat menjadi “kemitraan strategis yang komprehensif”.
Kali ini latihan militer Bersama AL India dan ASEAN, menandakan kedua belah pihak akan mulai mengembangkan lingkup kerjasamanya hingga ke bidang keamanan militer. Latihan militer bersama yang akan diadakan pada September mendatang, tidak diikuti oleh negara selain anggota ASEAN.
Perubahan Kiblat ASEAN, Dampak Dari Ekspansi Strategi Indo-Pasifik AS
Sebelum rapat menteri pertahanan ASEAN pada Juni bulan ini, rapat ke-14 Komisi Bilateral ASEAN-AS pada 17 Mei lalu diadakan di Kantor Pusat Sekretariat ASEAN Jakarta, kedua pihak kembali berkomitmen menjadikan hubungan strategis komprehensif ini lebih nyata, bermakna, dan saling menguntungkan.
Menurut wartawan koresponden Jakarta dari kantor berita Vietnam Plus, kedua pihak sangat memuji kemitraan jangka panjang ASEAN-AS yang telah membuka banyak bidang kerjasama pada tiga pilar ASEAN dan juga kemajuan rencana kerja ASEAN-AS tahap 2021-2025, sehingga membantu upaya membangun komunitas ASEAN serta mendorong perdamaian, keamanan, dan kemakmuran regional.
Kedua pihak juga membahas soal pelayaran, menumpas kejahatan lintas negara, perdagangan manusia, digital ekonomi, keamanan internet, perdagangan, investasi, dan stabilitas moneter, UMKM, keamanan energi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang bersahabat dengan lingkungan, kota cerdas, infrastruktur, dan berbagai bidang kerjasama lainnya.
Pihak luar menyoroti, belakangan ini militer RRT juga kerap berinteraksi dengan militer negara tetangga, serta mengatur atase militer berbagai negara yang ditempatkan di RRT untuk berkunjung ke Provinsi Shaanxi, mendengarkan Komando Palagan Pusat PKT dan pejabat Provinsi Shaanxi yang menjelaskan perkembangan ekonomi sosial serta kondisi pembangunan “One Belt One Road”, juga berkunjung ke instansi terkait basis militer.
Terhadap luar, PKT juga kerap melakukan interaksi militer dengan negara sekitar, pada akhir Mei lalu di Kota Guangzhou diadakan konsultasi bersama putaran pertama “Perdamaian Persahabatan 2023” dengan kelompok kerja militer Kamboja, Laos, Malaysia, Thailand, dan Vietnam; pada pertengahan Mei lalu, juga diadakan pelatihan laut lepas berikut kunjungan kapal AL “Qi Jiguang” milik RRT ke empat negara: Vietnam, Thailand, Brunei, dan Filipina.
Di saat yang sama, AS juga aktif bekerjasama dengan sekutu. Pada 8 Mei lalu, Wakil Menteri Pertahanan yang menangani urusan keamanan Indo-Pasifik yakni Ely Ratner dalam suatu kegiatan wadah pemikir mengatakan, akan memperluas kerjasama keamanan bilateral untuk mengatasi ancaman asimetris yang dialami Filipina di laut dan masalah keamanan lainnya.
Pihak RRT maupun Filipina sejak Mei lalu telah mulai memasang pelampung di wilayah laut sekitar pulau karang di Laut Tiongkok Selatan yang mengalami sengketa kedaulatan, untuk menunjukkan kedaulatannya masing-masing. Pada 18 hingga 24 April lalu polisi penjaga pantai Filipina mengundang wartawan sejumlah media massa menaiki kapal, dan bersama polisi menjalani misi patroli laut selama 6 hari dengan menempuh jarak 1.670 km, mengungkap aksi Beijing di Laut Tiongkok Selatan yang semakin arogan dan melanggar aturan.
Dalam pelayaran tersebut kapal patroli Filipina “BRP Malapascua” dan “BRP Malabrigo” dibuntuti oleh kapal AL dan kapal polisi laut RRT, dan beberapa kali diperintahkan meninggalkan wilayah laut tersebut, kapal bersenjata RRT bahkan memasuki jalur pelayaran kapal Filipina untuk melakukan penghadangan, dan nyaris menyebabkan tabrakan. Peristiwa ini membuat ketegangan kedua negara semakin meningkat.
Dikabarkan, tindakan intimidasi RRT tersebut merupakan respon dari Beijing setelah Presiden Ferdinand Marcos JR memperluas isi kesepakatan “Enhanced Defense Cooperation Agreement” (EDCA) dengan AS, dengan menambahkan empat pangkalan militer Filipina untuk digunakan oleh AS.
PKT Memaksa ASEAN Dari Aliansi Ekonomi Beralih Menjadi Aliansi Menyeluruh
Pemerintah terdahulu setiap negara ASEAN selama ini telah merasa muak dengan penetrasi dan subversi PKT selama ini.
ASEAN awalnya adalah ASA (Association of Southeast Asia) yang dibentuk pada 31 Juli 1961 oleh lima negara yang (kala itu) anti komunis yakni Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Indonesia. Misi utama awalnya adalah mencegah meluasnya kekuatan komunisme di kawasan ini, menjamin keamanan militer dan sikap politik yang netral.
Pada 6 Agustus 1967, Menlu kelima negara mengadakan rapat di Bangkok, lalu menelurkan “Deklarasi ASEAN” pada 8 Agustus, ASA pun berubah nama menjadi ASEAN. Kemudian negara yang bergabung antara lain Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar, Brunei Darussalam, dan disebut sebagai ASEAN 10. Selain itu masih ada negara kandidat yakni Timor Leste dan satu negara pengamat yakni Papua New Guinea.
Awal berdirinya ASEAN, menganggap RRT yang sedang dilanda “Revolusi Kebudayaan (1966 – 1976)” itu merupakan ancaman serius meluasnya komunisme. Pemerintah dan rakyat negara ASEAN telah kenyang akan gangguan kerusuhan dan pembantaian di negaranya masing-masing yang dilakukan oleh kelompok bersenjata komunis yang didukung oleh PKT. Di antaranya adalah PKI (Indonesia), CPP (Filipina), CPT (Thailand), CPM (Malaysia), khususnya rezim Pol Pot Khmer Merah Kamboja yang melakukan kejahatan genosida. PKT yang mendukung semua organisasi partai komunis di Asia Tenggara memandang ASEAN sebagai kelompok anti komunis.
Hingga 1972 setelah Presiden AS Nixon melakukan kunjungan resmi ke RRT, hubungan AS-RRT kembali mencair, negara anggota ASEAN mulai mengikuti AS, satu persatu mulai membangun kembali hubungan diplomatik dengan RRT, dan mencabut larangan perdagangan terhadap RRT.
Berbagai aksi pamer kekuatan dan intimidasi yang dilakukan oleh Beijing beberapa tahun terakhir ini terhadap para negara tetangganya, kembali membuka bekas luka lama yang belum sembuh benar itu, yang justru semakin meningkatkan kekompakan dan kesepahaman antar negara ASEAN. Pada saat seluruh dunia kini terus mengepung RRT, ASEAN meningkatkan hubungan aliansi militernya karena terdesak oleh ulah Beijing, yang juga berarti telah ikut bergabung dalam barisan melawan komunis dunia yang dipimpin oleh AS.