AS Tolak Visa Dekan Fakultas Ilmu Kehidupan Universitas Peking

EpochTimesId – Rao Yi, dekan Fakultas Ilmu Kehidupan Universitas Peking, berencana untuk menghadiri sebuah konferensi akademis di Amerika Serikat. Namun, permohonan visanya ditolak oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Tiongkok. Para pejabat Departemen Luar Negeri AS telah mengatakan bahwa pihaknya sedang memperketat skrining permohonan visa warga negara dan mahasiswa Tiongkok. Terutama bagi mereka yang terlibat dalam penelitian di bidang sensitif.

Menurut laporan ‘South China Morning Post’ pada 19 Juli, Rao Yi mengatakan bahwa dirinya telah menerima undangan dari National Science Foundation (NSF) di Alexandria, Virginia. Dia diundang untuk menghadiri sebuah seminar ilmiah di Washington pada 23 dan 24 Juli. Namun, permohonan visanya ditolak kedutaan AS.

Menurut jurnal Science, Rao Yi mengatakan bahwa ia diminta untuk memberikan salinan resume dan rencana perjalanan yang diperbaharui ketika berlangsung wawancarai dengan pejabat Kedutaan Besar AS pada hari Senin lalu.

Seorang juru bicara Kedutaan Besar AS di Beijing mengatakan kepada South China Morning Post bahwa tidak mungkin membahas secara rinci soal pemberian atau penolakan visa kepada perorangan.

Rao Yi kini berusia 56 tahun, pada tahun 1991, ia memperoleh gelar Ph.D di bidang neurosains dari University of California, San Francisco (UCSF). Dia kemudian menyelesaikan program doktoral di Harvard University. Setelah itu, ia bekerja sebagai pendidik di University of Washington, Missouri selama 10 tahun, dan berhasil memperoleh kewarganegaraan AS.

Tahun 2007, Rao Yi pulang ke Tiongkok, dan diangkat sebagai dekan di Universitas Peking serta menanggalkan kewarganegaraan AS. Rao Yi termasuk salah seorang dari ‘Program Seribu Talenta’ PKT.

Di sisi lain, Kongres Committee on Space Research (COSPAR) ke-42 diadakan di California pada bulan Juli, dan juga merupakan peringatan ke-60 berdirinya NASA. Di cabang proyek kerjasama misi CSES (China Seismo-Electromagnetic Satellite) antara Tiongkok dengan Italia, para ahli dari daratan Tiongkok tak satu pun yang hadir.

Pada 16 Juli, pengguna Internet Tiongkok menginformasikan bahwa pertemuan tersebut sedianya akan dimanfaatkan untuk membahas satelit pertama ‘Zhang Heng-1’ Tiongkok yang digunakan untuk observasi aktivitas seismik melalui informasi elektromagnetik.
Tetapi semua ahli Tiongkok yang berperan penting dalam misi ‘Zhang Heng-1’ tidak ada yang hadir karena tidak mendapat visa. Kecuali ahli yang menghadiri pertemuan di proyek lain.

Pejabat Gedung Putih pada 29 Mei mengatakan bahwa pemerintah AS akan membatasi pemberian visa bagi pelajar dan peneliti Tiongkok ke Amerika Serikat. Kebijakan baru tentang visa ini telah disebarluaskan ke semua kedutaan dan konsulat AS untuk dilaksanakan mulai 11 Juni. Kebijakan baru tentang visa adalah upaya pemerintahan Trump untuk mengantisipasi pencurian besar-besaran terhadap kekayaan intelektual AS oleh pihak Tiongkok.

Pada 6 Juni lalu, Edward J. Ramotowski, wakil asisten sekretaris negara untuk urusan konsuler dan visa AS mengatakan, “Kami telah mengeluarkan beberapa instruksi pemeriksaan tambahan kepada kedutaan dan konsulat AS khusus untuk menangani beberapa warga Tiongkok yang terlibat dalam penelitian pada bidang sensitif. Ini semua adalah tindakan skrining, penyaringan yang tidak melarang siapa pun memasuki Amerika Serikat atau membatasi akses ke negara kita.”

Ia menambahkan bahwa pihaknya akan memperketat penyaringan (visa) bagi warga Tiongkok yang direkomendasikan oleh pemerintah asing di bidang tertentu yang sangat sensitif. Panduan baru berlaku untuk para mahasiswa pascasarjana asal Tiongkok dan warga negara Tiongkok lainnya yang mungkin juga terlibat dalam studi, penelitian atau kerja pada bidang serupa.

The Associated Press mengutip ucapan pejabat AS memberitakan bahwa bidang sangat sensitif itu adalah bidang-bidang yang terkait program ‘Made in China 2025’ yang diumumkan oleh Beijing.

Direktur FBI, Christopher Wray dalam sidang dengar pendapat di Kongres mengatakan bahwa, spionase akademis Tiongkok telah menyusup ke seluruh bidang disiplin ilmu untuk menguasai pengetahuan dan teknologi AS. Spionase pendidikan menjadi ancaman bagi masyarakat Amerika secara keseluruhan.

Perwakilan perdagangan AS mengeluarkan sebuah laporan yang mengatakan bahwa Tiongkok komunis mencuri rahasia dagang, melakukan pembajakan dan pemalsuan di Internet, dan mengekspor sejumlah besar barang bajakan. Laporan itu juga menyebutkan bahwa pencurian hak kekayaan intelektual oleh pihak Tiongkok telah menyebabkan pihak Amerika Serikat mengalami kerugian senilai 600 miliar dolar AS setiap tahunnya. (Xia Yu/ET/Sinatra/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA