Tiogkok Berjuang Meredam Gelembung Properti yang Terus Membengkak

Pemerintah Tiogkok keluar selama paruh pertama tahun 2018 untuk mendinginkan pasar properti yang terlalu panas.

Kota-kota besar di Tiogkok telah mengeluarkan peraturan untuk pasar properti lokal mereka lebih dari 260 kali hingga Juli tahun ini, menurut data dari Centaline Property Agency, salah satu agen properti terbesar di Hong Kong. Itu adalah titik tertinggi sepanjang masa dan menandai peningkatan frekuensi 80 persen dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2017.

Pada bulan Juli saja, lebih dari 60 kota telah mengumumkan lebih dari 70 set kebijakan regulasi properti yang direvisi.

Kota-kota Tiogkok telah berusaha untuk menjaga harga perumahan tidak meroket dengan membatasi jumlah properti yang dapat dibeli dan dijual, meningkatkan rasio pembayaran DP (down payment) minimum untuk pembeli rumah, dan meningkatkan periode waktu antara pembelian dengan kapan sebuah unit berikutnya dapat terdaftar di pasar untuk dijual kembali.

Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah menjadikannya prioritas politik untuk “secara tegas membatasi kenaikan harga-harga perumahan,” seperti yang dibicarakan selama pertemuan Politburo 25 anggota Partai yang kuat pada 31 Juli, menurut media yang dikelola pemerintah, Xinhua.

Sementara harga di pasar properti beberapa kota tingkat pertama dan kedua nampaknya telah menurun, harga di sebagian besar kota ketiga dan keempat terus melambung.

Pada Juni, di antara 70 kota besar dan menengah yang ditetapkan Tiogkok, 63 mengalami kenaikan harga untuk unit perumahan komoditas yang baru dibangun, atau perumahan yang dikembangkan secara pribadi di tanah sewaan, dibandingkan dengan tahun lalu, menurut data resmi yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional Tiogkok. Harga untuk perumahan komoditas baru dan “perumahan bekas”, unit yang sebelumnya dimiliki yang sekarang di pasarkan untuk dijual, di 31 kota tingkat kedua juga meningkat, masing-masing sebesar 6,3 persen dan 4,6 persen pada bulan Juni.

Setelah meningkatkan upaya pengaturan pada Juli, Beijing kemungkinan akan memberlakukan pembatasan yang lebih intensif pada properti pada paruh kedua tahun ini, Zhang Dawei, kepala analis Centaline Property, mengatakan kepada Xinhua dalam laporan 27 Juli.

Pemerintah Tiogkok sedang berjuang susah payah untuk mengendalikan pasar properti, karena ekonomi Tiogkok sangat bergantung pada investasi-investasi properti untuk pertumbuhan.

Pasar properti Tiogkok bernilai sekitar $22 triliun, sekitar 1,8 kali ukuran PDB (Produk Domestik Bruto) pada tahun 2017, menurut sebuah artikel yang diterbitkan oleh perusahaan investasi AS Pimco di situs webnya pada bulan Juni.

Sejak secara resmi dinyatakan sebagai “industri pilar yang menarik pertumbuhan ekonomi Tiogkok” oleh Dewan Negara pada tahun 2003, industri properti telah menjadi urat nadi seluruh ekonomi Tiogkok. Pemerintah kota juga sangat bergantung pada hibah tanah dan pendapatan pajak tanah sebagai sumber utama pendapatan fiskal lokal mereka.

Strategi fiskal untuk mengoperasikan properti ini sebagai mesin penghasil uang bagi pemerintah, yang biasa disebut sebagai “land finance” di Tiogkok, telah mengikat erat kelangsungan pasar properti dengan rezim Tiogkok.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pasar properti Tiogkok telah menjadi terlalu panas dan semakin berputar di luar kendali, sebagaimana dibuktikan oleh harga perumahan yang melonjak dan hiruk-pikuk orang dalam membeli properti.

Ekonom telah lama meramalkan bahwa gelembung properti Tiogkok akan segera meledak. Bagaimanapun jatuhnya pasar properti akan menghancurkan seluruh ekonomi, dan berpotensi mengancam rezim Komunis juga. Krisis ekonomi akan membuat publik mempertanyakan legitimasi rezim tersebut.

Oleh sebab itu rezim Tiogkok berusaha mempertahankan pasar tersebut terapung secara buatan, dengan pemerintah-pemerintah daerah menyediakan lahan ke pasar, bank-bank mengeluarkan sejumlah besar pinjaman, dan otoritas pusat menempatkan pembelian, penjualan, serta batas-batas harga. Tetapi ini hanya semakin memperparah krisis tersebut.

Selama waktu campur tangan, rezim berusaha mempertahankan pasar properti yang makmur dan menguntungkan untuk mempertahankan PDB yang tinggi. Kebijakan-kebijakan, sejauh ini, hanya bertujuan untuk “mempertahankan” harga, bukan menurunkannya. Oleh karena itu, warga biasa terus-menerus mendapati perumahan yang sangat mahal. (ran)

ErabaruNews