Hancurkan Makam Huang Di, Partai Komunis Tiongkok Tak Sejalan dengan Bangsa Tionghoa (2)

Lin Hui

Jika dilihat dari doa pemujaan yang ditulis Mao Zedong, masih saja menggunakan nada yang berapi-api seperti biasanya. Sedangkan seruan dan tekad mempertahankan negara dengan sikap pengecutya tidak hanya untuk membesarkan diri saja, tapi menghindar dari perang dengan Jepang. Mao bahkan berkonspirasi dengan Jepang menghabisi pasukan Nasionalis. Mao telah membentuk perbedaan yang sangat ironis.

Tapi Mao dan PKT di masa itu, masih mengakui dirinya sebagai keturunan kaisar Huang Di, dan masih memuja keagungan sang kaisar: “Leluhur yang agung, pencipta bangsaku. Turun temurun, meliputi gunung lembah dan sungai. Bijak dan cendekianya, menyinari hingga seluruh penjuru. Membangun prestasi agung ini, berdiri megah di Timur.”

Menariknya adalah, Zhang Guotao yang pada tahun 1938 menjabat sebagai wakil kepala pemerintah wilayah/provinsi Shaanxi-Gansu-Ningxia memanfaatkan momentum pemujaan di makam Huang Di tersebut untuk membelot ke Partai Nasionalis (Kuo Min Tang). Zhang Guotao adalah seorang anggota pendiri dan pemimpin berpengaruh Partai Komunis Tiongkok di masa awal dan saingan besar dari Mao Zedong. Zhang akhirnya semakin tersingkir dari kepemimpinan elit PKTdan membelot ke partai Nasionalis pada 1938.

Zhang Guotao  kemudian mengenang: “Tahun pertama setelah perang melawan Jepang, pemujaan ini jelas berefek membangkitkan kesadaran nasionalisme, saya memilih pada momen itu meninggalkan PKT, walaupun kebetulan, tapi juga sarat akan makna politik.”

Tahun 1937 setelah nasionalis dan komunis melakukan doa bersama di makam Kaisar Huang Di, kedua belah pihak masing-masing juga melakukan doa yang sama dua kali yakni di tahun 1938 dan 1939.

Pada musim dingin 1942, Chiang Kai Shek menulis kaligrafi “Huang Di Ling (Makam Huang Di)” yang kemudian diukir menjadi prasasti dan didirikan di makam Huang Di.

Dari tahun 1935 hingga 1947, pemerintahan nasionalis setiap tahun pada Hari Qing Ming mengirim utusan ke makam Huang Di di Shaanxi untuk bersembahyang bagi Huang Di, tidak pernah terputus sekali pun.

PKT yang memuja Marx dan Lenin bersembahyang bagi Huang Di, hanya ada dua penjelasan: pertama adalah PKT bukan pengikut sejati Marx-Lenin yang meyakini atheism. Kedua adalah, jika PKT memercayai Marxis-Leninis, tapi masih bersedia  bersembahyang bagi leluhur, maka berarti PKT menipu rakyat sendiri. Pasca 1949  melihat perilaku PKT, penjelasan kedua di atas adalah tujuan PKT yang sesungguhnya.

Pada hari Qing Ming di tahun 1948 dan 1949, setelah PKT menduduki kabupaten Huangling, pemerintah nasionalis membuat sebuah altar di sisi utara gedung pemerintahan provinsi Shaanxi, melangsungkan ritual pemujaan terhadap Huang Di.

Seorang anggota Partai Nasionalis bernama Zhang Zhaorong yang sangat memahami ancaman PKT berkata, “Komunis telah menghancurkan kebudayaan negeri kita, dengan cara yang sangat ekstrim. Lokasi makam itu, diramalkan akan berbahaya, sangat disayangkan. Makam Huang Di adalah tanah suci, tidak boleh sampai dirusak oleh penjahat. Pasukan kita telah berkumpul di Xi’an, harus segera merebut makam itu kembali, agar tidak mengecewakan arwah para leluhur kita.”

Ramalannya tentang PKT akan menghancurkan makam Huang Di itu benar terjadi tak lama kemudian.

Di tahun 1948 dan 1949 selama dua tahun itu PKT juga melakukan pemujaan berskala kecil di makam Huang Di, tapi tujuannya adalah menghujat Chiang Kai Shek dan “kelas tuan tanah.” PKT mulai menampakkan wujud aslinya.

Seperti perwakilan PKT kepala biro pendidikan yakni He Liancheng yang melakukan pemujaan tahun 1949, saat berpidato berkata dengan seruan “gulingkan tiga gunung besar”, harus mengikuti Mao dan PKT, “agar keturunan Huang Di mendapat kebebasan akhir dari kekuatan feodal, imperialisme dan kapitalisme birokrat”.

Ini menandakan PKT beranggapan bahwa Partai Nasionali (Kuo Min Tang) dan pemerintahan Nanking yang sebelumnya berdoa di makam Huang Di bukanlah keturunan Huang Di yang sesungguhnya.

Setelah tahun 1949, kegiatan doa di makam Huang Di oleh Kuo Min Tang tidak pernah terputus. Pada ritual penghormatan “Pemujaan bagi Huang Di jarak jauh” yang dilakukan dari kota Taipei setiap musim semi dan musim gugur, setiap tahapan mulai dari persembahan awal, persembahan lanjutan, persembahan akhir, tidak ada satu urutan pun yang terlewatkan.

Makam Huang Di dan Yan Di Alami Bencana Saat Revolusi Kebudayaan

Persis seperti yang  pernah dikatakan Zhang Zhaorong. Setelah PKT berkuasa, dikobarkanlah gerakan demi gerakan, mencelakakan tak terhitung banyaknya rakyat Tiongkok, dan membinasakan kebudayaan Tionghoa. Dengan sendirinya, tulisan kaligrafi Chiang Kai Shek “Makam Huang Di” juga tidak bisa diterima oleh PKT. Pada 1956, PKT menghancurkan prasasti tulisan kaligrafi tersebut, sedangkan tulisan yang ada sekarang adalah tulisan sastrawan PKT yang bernama Guo Moruo yang ditulis pada 1963.

Setelah Revolusi Kebudayaan meletus di tahun 1966, surat kabar “People’s Daily” merilis opini publik, mengemukakan ‘hancurkan semua slogan pemikiran lama, kebudayaan lama, tradisi lama, kebiasaan lama, yang selama ribuan tahun mengeksploitasi kelas dan telah meracuni rakyat.’

Maka ‘penghancuran 4 konsep lama’ pun mulai menyebar dari Beijing ke seluruh penjuru negeri. Pengawal Merah dari berbagai daerah mulai menyerang kuil-kuil dan peninggalan bersejarah, menghancurkan patung Buddha dan Dewa, membakar habis koleksi kaligrafi maupun karya tulis dan lukisan. Yang lebih mengerikan adalah, mereka membongkar kuburan kuno, menggali jasadnya lalu dibakar, dan ini kerap terjadi.

Dalam malapetaka ini, makam kaisar Huang Di yang dihormati keturunan Tionghoa selama ribuan tahun, selain pohon tua di sekitarnya, seluruh bangunannya pada dasarnya telah dihancurkan oleh Pengawal Merah. Makam Huang Di mengalami pengrusakan abadi. Makam Huang Di yang ada sekarang dipugar kembali setelah tahun 1992. Walaupun tampak luarnya lebih megah, tapi makna sejarah dan budaya serta auranya sudah tidak seperti dulu lagi.

Makam Yan Di di provinsi Hunan juga tidak luput dari naas. Aula utamanya dan bangunan luarnya hancur, makam itu diledakkan, benda yang tersimpan di dalam makam habis dijarah, dan makam itu diratakan dengan tanah.

Selain itu, makam kaisar Shun di Yuncheng, Shanxi, juga dihancurkan, sebuah terompet besar digantungkan di atas batu nisan. Banyak prasasti di Kuil Cang Jie dihancurkan, makamnya juga dibongkar dan dirusak, berbagai pemandangan tragis ini sangat menyayat hati.

BACA JUGA : Hancurkan Makam Huang Di, Partai Komunis Tiongkok Tak Sejalan dengan Bangsa Tionghoa (I)

Kesimpulan

Dilihat dari pengrusakan terhadap makam Huang Di dan makam Yan Di yang merupakan nenek moyang kebudayaan Tionghoa, pengrusakan oleh PKT terhadap kebudayaan Tiongkok telah mencapai tingkat yang tidak pernah ada sepanjang sejarah.

Dari hal ini bisa dibuktikan, PKT yang menyembah roh sesat dari Barat itu menyimpan dendam kesumat terhadap bangsa Tionghoa, dan sama sekali bukan keturunan “leluhur bangsa Yan dan Huang”.

Berdasarkan teori Marx-Lenin, partai komunis tidak memiliki leluhur. Anggota komunis sejati selalu meyakini Teori Evolusi. Komunis percaya bahwa nenek moyangnya berasal dari kera yang berevolusi, dan leluhur yang diakui oleh PKT juga bukan Huang Di atau Yan Di, melainkan Marx yang memuja ajaran setan yang berasal dari Jerman. Ini juga kemudian menentukan PKT untuk mencuci otak rakyat Tiongkok dan mendoktrinkan paham sesat atheisme ala Marx-Lenin. PKT harus lebih dulu memutus tali hubungan rakyat Tiongkok dengan para leluhur dan Sang Pencipta, maka tidak sulit bagi kita memahami tujuan yang sesungguhnya dihancurkannya makam Huang Di oleh PKT.

Tidak diragukan, PKT yang bermisi menghancurkan leluhur bangsa Tiongkok, memusnahkan Buddha dan Dewa, memusnahkan perikemanusiaan. PKT juga memusnahkan kebudayaan tradisional Tionghoa, sangat tidak sejalan dengan bangsa Tionghoa, rezim komunis ini selamanya tidak memiliki legalitas.

Surat kabar Epoch Times telah meluncurkan buku istimewa berjudul “Tujuan Terakhir Komunisme” yang secara mendalam menggali sosok PKT yang sesungguhnya. Sasaran akhirnya dalam misi menghancurkan umat manusia, serta memaparkan bahwa hanya dengan meninggalkan PKT dan meruntuhkannya, maka bangsa dan negara Tiongkok baru akan memiliki harapan. (SUD/WHS/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=4uCJcxw3lDk