Memilih Belas Kasih: ‘Air Mata untuk Setetes Air’

Eric Bess

Apa itu monster? Kita sering menganggapnya sebagai orang, makhluk, atau hal-hal yang berbahaya dan berbeda, yang muncul secara marjinal di kehidupan kita.

Kita membangun masyarakat dengan standar, norma, dan hukum yang disepakati untuk memberi manfaat bagi mata pencaharian dan keamanan. Monster adalah hal-hal yang menantang dan mengganggu rasa aman dan harga diri kita. Kita dapat belajar banyak tentang diri sendiri berdasarkan bagaimana kita bereaksi terhadap jenis gangguan ini.

Adegan dari kisah “The Hunchback of Notre Dame” karya Victor Hugo menyajikan beberapa cara di mana kita dapat bereaksi terhadap sosok yang dianggap monster dalam hidup kita.

Quasimodo dan Esmeralda

Adegan yang dimaksud adalah adegan di mana Quasimodo dihukum karena berusaha menculik Esmeralda. Ringkasan kisah dan latar belakangnya adalah sebagai berikut: Seorang penyiksa baru saja mengikat Quasimodo ke tiang di atas panggung dan memukulinya. Platform ini adalah platform yang sama di mana Quasimodo, karena keburukannya, ditetapkan sebagai “Paus Orang Bodoh” selama festival Feast of Fools — sebuah festival yang memparodikan moralitas dan penyembahan Kristen — hanya sehari sebelumnya. 

“A Tear for a Drop of Water,” 1903, oleh Luc-Olivier Merson. Minyak di atas kanvas, 76,8 inci kali 43,3 inci. Rumah Victor Hugo. (Domain publik)

Quasimodo adalah personifikasi monster, orang paling jelek di Paris, penghinaan terhadap standar kecantikan orang pada umumnya. Dia memiliki rambut warna merah, kutil besar di satu mata, punuk di antara bahunya, tonjolan dari dadanya, dan tuli karena tidur di sebelah lonceng di Notre Dame.

Seorang pendeta yang bermasalah dan berbahaya, Claude Frollo, adalah orang yang mengadopsi Quasimodo ketika seluruh kota mencampakkannya. Quasimodo menjadi budak yang tunduk pada Frollo dan menjalankan perintahnya, bahkan ketika perintah itu menyebabkan orang lain terluka.

Frollolah yang memerintahkan Quasimodo untuk menculik Esmeralda karena nafsu Frollo pada Esmeralda. Frollo mengira iblis telah mengirimnya untuk menggoda Esmeralda, dan dia tidak dapat melawannya. Esmeralda tidak tertarik pada Frollo dan menolak tawarannya.

Frollo mendekati panggung saat penyiksa mencambuk Quasimodo. Quasimodo senang melihat tuannya dan memanggilnya, tapi karena Quasimodo gagal menculik Esmeralda, maka Frollo memalingkan muka dari makhluk malang itu.

Untuk menambah penghinaan tersebut, penduduk Paris mengejek Quasimodo yang dipukuli. Saat Quasimodo memohon air untuk minum, kerumunan itu malah mengolok-oloknya. Tetapi Esmeralda, wanita yang telah dia serang, berjalan ke panggung dan memberinya air yang sangat dia butuhkan.

Quasimodo, begitu tersentuh oleh kebaikannya, hampir lupa minum. Pada saat menerima belas kasih Esmeralda, dia jatuh cinta padanya dan berencana untuk membela kehormatan Esmeralda. Akhirnya, si penyiksa membebaskan Quasimodo, dan kerumunan orang pergi.

“A Tear for a Drop of Water,” 1903, oleh Luc-Olivier Merson. Minyak di atas kanvas, 76,8 inci kali 43,3 inci. Rumah Victor Hugo. (Domain publik)

Belas Kasih Esmeralda Lukisan “A Tear for a Drop of Water” (Tetes Air Mata untuk Setetes Air) karya Luc-Olivier Merson, mengilustrasikan adegan dari cerita “The Hunchback of Notre

Dame” (Si Bungkuk Notre Dame) karya Victor Hugo di mana Esmeralda memberikan air minum kepada penyerangnya, Quasimodo yang telah dipukuli.

Sosok di bagian kanan atas komposisi adalah Quasimodo, penarik lonceng Katedral Notre Dame yang cacat. LucOlivier melukis Quasimodo seperti yang digambarkan oleh Victor Hugo, dengan kutil besar yang menutupi matanya dan rambutnya yang berwarna merah. Namun, pakaian Quasimodo yang sederhana dan posisinya yang berkerut mengaburkan punuk dan tonjolannya saat dia berputar ke arah Esmeralda.

Kecantikan Esmeralda sangat kontras dengan keburukan Quasimodo. Dia berhiaskan berlian dan mengenakan gaun elegan penari Roma. Gaunnya juga memisahkannya dari orang banyak dan memberi tahu penonton bahwa dia berbeda.

Kambing peliharaan Esmeralda, Djali, yang dia ajarkan trik-triknya, menemaninya ke panggung. Djali melakukan trik selama pertunjukan Esmeralda di Roma dan mewakili gaya hidup Roma. Nanti, di panggung yang sama, Esmeralda akan dieksekusi.

Sosok yang diikat adalah Quasimodo yang telah dicambuki. Dia menoleh ke arah Esmeralda dengan ekspresi tersentuh saat Esmeralda meletakkan termos air minum di bibirnya.

Di bawah mereka berdiri kerumunan orang yang meneriakkan ejekan pada Quasimodo. 

Kerumunan yang ada di sekeliling panggung Quasimodo dan Esmeralda, memberi tahu kita bahwa ini adalah penghinaan publik. 

Memilih Belas Kasih Luc-Olivier memberi kita dua cara bagaimana orang menanggapi si monster Quasimodo. Bagaimana pesan moral dari kedua tanggapan ini untuk kita di masa kini? Kebijaksanaan apa yang bisa kita petik dari lukisan Luc-Olivier?

Pertama, penonton mencemooh dan mengejek Quasimodo karena dianggap monster jelek. Quasimodo tidak terlihat normal.

Saya percaya yang mengolok-olok dan mengejek Quasimodo, memberikan pada kerumunan itu rasa harga diri dan percaya diri yang palsu. Berpartisipasi dengan kerumunan itu memungkinkan orang yang paling jelek dan paling bodoh sekalipun bisa merasa normal terkait dengan Quasimodo.

Melakukan apa yang dilakukan orang lain, bahkan ketika itu berbahaya, dapat membuat kita merasa diterima. Menyelaraskan dengan kerumunan itu dapat membuat kekurangan kita terasa menghilang.

Di sinilah letak kekuatan daya pikat dari kerumunan tersebut.

Menanggapi monster dengan cara ini, akan memunculkan monster di dalam diri kita. Kita bisa menjadi salah satu dari sekian banyak monster yang merugikan orang lain agar merasa aman pada diri kita sendiri. Dan saat kita tidak dapat mengenali penderitaan orang lain, monster dalam diri kita akan bertumbuh.

Atau kita bisa mengambil jalur lain, yaitu pendekatan Esmeralda. Saya pikir Luc-Olivier melukiskan Esmeralda sebagai personifikasi welas asih. Apakah ini sebabnya dia dilukis begitu indah dibandingkan dengan orang lain?

Sebagai personifikasi welas asih, Esmeralda adalah yang terindah dari semuanya dan berbeda dari semuanya, karena welas asih —hal yang memberikan kekuatan moral pada adegan itu — yang tidak terdapat dari kerumunan itu.

Gaun biru Esmeralda yang elegan dan asesorisnya, membedakannya dari pakaian polos abu-abu dan cokelat penonton.

Ironisnya, kerumunan itu berpakaian seperti monster yang dihina mereka. Apakah Luc Olivier menyatakan bahwa kerumunan itu lebih seperti monster daripada yang disadarinya?

Esmeralda tidak hanya berpenampilan berbeda dari biasanya, tetapi juga berperilaku berbeda. Kerumunan itu tampak kacau dan sulit diatur sementara Esmeralda bersikap kalem, tenang, dan terlihat penuh perhatian. Dia mengenali penderitaan penyerangnya dan memilih untuk membantunya.

Dia menggunakan kebebasannya untuk bertindak berbeda secara moral dari orang banyak. Dia memilih untuk menjadi penyayang.

Isi Karakter Kita 

Hanya karena Quasimodo terlihat seperti monster, bukan berarti dia adalah monster. Yang menentukan apakah dia monster, bukanlah penampilan wujudnya tapi isi karakternya.

Kerumunan itu mungkin terlihat normal, tetapi mereka mengerikan, karena mereka menyerang dan membahayakan makhluk hidup agar merasa nyaman dengan diri mereka sendiri. Ini kebalikan dari welas kasih.

Quasimodo, bagaimanapun, mulai mencintai Esmeralda, personifikasi welas asih. Rasa welas asihnya berdampak besar padanya sehingga dia akan mempertaruhkan nyawanya untuk membela kehormatan Esmeralda. Cinta barunya untuk welas asih membuatnya menjadi monster.

Menariknya, Quasimodo dan Esmeralda berada di posisi yang lebih tinggi dari keramaian. Apakah ini menunjukkan adanya tingkatan moralitas, bahwa kita dapat mengangkat jiwa kita jika isi karakter kita sejalan dengan welas asih?

Apakah kita memiliki keberanian untuk melawan dan mempertanyakan orang banyak ketika tindakan mereka merugikan?

Apakah kita bersedia untuk mengatasi monster yang mungkin bersembunyi di dalam roh kita sehingga karakter kita tidak mengerikan? Apakah kita mampu mengubah hidup orang lain dengan tindakan welas asih? Apakah kita siap untuk mencintai welas asih dan mempertahankan kehormatannya? (jen)

Seni tradisional seringkali mengandung representasi dan simbol spiritual yang maknanya dapat hilang dari pikiran modern kita. Dalam seri kami “Menjangkau ke Dalam: Apa yang Ditawarkan Seni Tradisional pada Hati”, kami menafsirkan seni visual dengan cara yang mungkin berwawasan moral bagi kita saat ini.

Kami tidak berasumsi untuk memberikan jawaban mutlak atas pertanyaan-pertanyaan yang menggeluti generasi, tetapi berharap bahwa pertanyaan kami akan menginspirasi perjalanan reflektif menuju kita menjadi manusia yang lebih otentik, penuh kasih, dan berani.

Eric Bess adalah seniman representasional yang berpraktik dan merupakan kandidat doktoral di Institute for Doctoral Studies in the Visual Arts (IDSVA).

Keterangan Foto : Esmeralda yang cantik memberi Quasimodo hadiah yang jelek: rasa kasih sayangnya yang pertama. (Domain publik)