Laporan Baru : Lebih dari 300 Orang Dokter Dicurigai Terlibat dalam Pengambilan Paksa Organ dari Orang yang Masih Hidup

oleh Shi Ping

Pada 5 April, American Journal of Transplantation menerbitkan sebuah laporan penelitian. Dari mempelajari ratusan ribu item laporan klinis yang diterbitkan sendiri oleh warga daratan Tiongkok, penulis akhirnya dapat menyimpulkan bahwa dalam beberapa dekade terakhir, di rumah sakit militer dan rumah sakit lokal Tiongkok, “pendonor” organ belum meninggal dunia sebelum organ jantungnya diambil untuk kepentingan transplantasi. Dengan kata lain, “pendonor” baru menemui ajal setelah organ jantungnya diambil.

Menurut laporan itu, jika menurut pengakuan dari pemerintah Tiongkok, sebelum tahun 2015, organ untuk transplantasi pasien diambil dari tahanan yang dieksekusi mati. Jadi, pihak berwenang Tiongkok melakukan eksekusi (tahanan) demi transplantasi organ jantung (Execution by Heart Removal).

Melakukan eksekusi demi transplantasi jantung

Penulis laporan terbaru ini yang mempelajari puluhan ribu artikel terbitan jurnal medis Tiongkok dari tahun 1980 hingga 2015 menemukan, ada 71 artikel yang isinya mengarah pada kesimpulan bahwa penyebab kematian “pendonor organ” bukanlah karena kematian otak sebagaimana yang disebut oleh dokter Tiongkok, tetapi “pendonor” itu baru menemui ajal setelah jantungnya diambil.

Keterangan Foto : Jacob Lavee, seorang dokter transplantasi jantung Israel, adalah penulis penelitian terbaru tentang bukti pengambilan organ hidup. (video screenshot)

Keterangan Foto : Rekan penulis penelitian terbaru tentang bukti pengambilan organ hidup, Matthew Robertson, seorang ahli politik Tiongkok. (video screenshot)

Dr. Jacob Lavee menjelaskan bahwa ada aturan etik di bidang transplantasi internasional yang disebut ‘The Dead Donor Rule’ (DDR). Jadi dokter pelaksana transplantasi harus benar-benar yakin bahwa ia mengambil organ dari tubuh orang yang sudah meninggal. Bukan dari orang hidup.

Namun, menurut tulisan dokter Tiongkok dalam artikel yang menggambarkan tentang  pengoperasian transplantasi di ruang bedah, Dr. Jacob Lavee, seorang ahli transplantasi jantung berpendapat bahwa “pendonor” belum mati ketika organ diambil.

Dalam pertemuan tersebut, Dr. Lavee memaparkan definisi “brain death” (kematian otak) yang harus memenuhi ketiga syarat : koma, tidak ada refleks batang otak, dan tidak bernafas. Tetapi ketika kedua penulis memindai puluhan ribu laporan dalam cara mereka merancang penelitian, mereka menemukan bukti yang jelas bahwa “pendonor” adalah orang yang masih hidup.

Misalnya, dalam beberapa kasus, dokter Tiongkok menggunakan masker wajah daripada intubasi standar sebagai ventilasi pernafasan bagi “pendonor”. Dr. Lavee mengatakan : “Ini adalah salah satu bukti terkuat ketidakpatuhan dokter Tiongkok terhadap aturan DDR”. Selain itu “Karena penggunaan intubasi sebagai ventilasi adalah langkah penting dalam menentukan pendonor dalam kondisi kematian otak”, katanya.

Contoh lain adalah bahwa “pendonor” tidak diberikan cairan infus sampai dokter melakukannya sebelum operasi, dan beberapa literatur mengatakan bahwa “pendonor” mengalami mati otak akut. “Bukti ini menunjukkan bahwa “pendonor” sudah diambil organnya sebelum ia didiagnosis mengalami kematian otak”, kata Dr. Lavee.

Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa pengangkatan organ jantung dari tubuh “pendonor” merupakan penyebab kematian. Ada 348 orang dokter yang menggambarkan diri mereka mengambil organ dari orang yang masih hidup, ruang operasi yang terlibat dalam pelanggaran norma transplantasi organ adalah 56 rumah sakit di 33 kota yang berada di 15 provinsi, termasuk 12 rumah sakit militer Tiongkok.

“Seberapa besar skala pelanggaran ini dilakukan ? Kami pikir itu hanya salah satu puncak gunung es”, kata Lavee. 

“Karena kami tidak tahu berapa banyak persisnya transplantasi yang terjadi, kami juga tidak tahu berapa banyak yang dimasukkan ke dalam catatan yang dipelajari ini. Selain itu, transplantasi jantung hanyalah bagian dari operasi transplantasi. Jadi kami pikir data sebenarnya jauh lebih luas daripada 71 yang kami temukan,” tambahnya. 

Penulis juga menyatakan bahwa meskipun pemerintah Tiongkok pada tahun 2015 mengklaim tidak akan lagi mengambil organ dari tubuh tahanan yang dieksekusi, semua pendonor organ di masa depan akan diusahakan dari mereka yang “bersukarela”. Namun secara logika, jika pemerintah masih menggunakan organ para narapidana, maka praktik pengambilan organ dari tubuh orang hidup masih tetap ada.

Kami percaya bahwa ada bukti kuat menunjukkan, organ tahanan masih digunakan. Tulis dalam laporan tersebut. Oleh karena itu, operasi pengambilan organ langsung di rumah sakit Tiongkok masih terus berlangsung.

Teng Biao : partai Komunis Tiongkok membentuk sistem donasi organ sukarela adalah sebuah kebohongan

Teng Biao, profesor tamu di Universitas Chicago, Doktor Juris dari Universitas Peking dan pengacara hak asasi manusia Tiongkok, juga menghadiri seminar tentang laporan baru tersebut. Dia membantah pernyataan pemerintah Tiongkok yang mengaku telah membangun sistem donasi organ sukarela. Itu tidak benar !

Keterangan Foto : Teng Biao, seorang pengacara hak asasi manusia Tiongkok yang berbasis di Amerika Serikat, mengungkap kebohongan Beijing pada pertemuan tersebut. (video screenshot)

Teng Biao mengatakan : “Ada kepercayaan mendalam dalam budaya Tionghoa bahwa orang harus melestarikan seluruh bagian dari tubuh setelah kematian, jadi orang Tionghoa sangat, sangat enggan untuk menyumbangkan organ”. Tidak peduli bagaimana pemerintah Tiongkok menyebut tentang pengambilan organ itu, apakah dari tubuh tahanan yang dieksekusi atau dari pendonor sukarela. “Yang pasti tidak ada bedanya, karena mereka akan mengklasifikasikan narapidana yang dieksekusi untuk diambil organnya sebagai pendonor sukarela”.

“Saya percaya 100% bahwa pemerintah Tionghoa masih secara sistematis melakukan pengambilan organ, tidak hanya dari tahanan di seluruh negeri, tetapi juga dari praktisi Falun Gong dan warga etnis Uighur”, kata Teng Biao.

Kiranya perlu membuat undang-undang yang dapat secara efektif menghentikan kejahatan komunis Tiongkok ini

Susie Hughes, direktur eksekutif The International Coalition to End Transplant Abuse in China -ETAC- atau Koalisi Internasional untuk Mengakhiri Penyalahgunaan Transplantasi di Tiongkok, berterima kasih kepada kedua orang ahli dan cendekiawan atas kontribusi baru mereka pada upaya komunitas internasional untuk menghentikan kejahatan pengambilan organ hidup-hidup oleh pemerintah komunis Tiongkok.

Keterangan Foto : Susie Hughes, direktur eksekutif Koalisi Internasional untuk Menghentikan Penyalahgunaan Transplantasi di Tiongkok meminta semua orang di seluruh dunia untuk ikut bertindak. (video screenshot)

“Meskipun kekejaman ini telah diungkap oleh para peneliti dan aktivis sejak tahun 2006, tetapi sulit dipercaya bahwa kasus mendesak mengenai pembunuhan yang dilakukan pemerintah Tiongkok terhadap ribuan orang tak berdosa ini, harus memakan waktu yang cukup lama untuk dapat melibatkan para pemimpin dunia”. 

Susie Hughes mengatakan, bahwa berkat pengungkapan bukti oleh para ahli hati nurani seperti kedua orang penulis laporan ini, semakin banyak pejabat nasional, organisasi, dan profesional medis bergabung ke dalam barisan melawan kejahatan komunis Tiongkok.

Dia menyimpulkan bahwa LSM di berbagai negara sedang mengusulkan rencana legislatif, dan negara-negara seperti Israel, Spanyol, Taiwan, Italia, Norwegia, Belgia, Korea Selatan, Inggris, dan Kanada telah memperkuat undang-undang di berbagai aspek untuk melarang warganya pergi ke daratan Tiongkok guna keperluan penggantian organ. Komunitas medis juga sudah mengambil tindakan, misalnya, melarang dokter Tiongkok menerbitkan makalah profesional tentang transplantasi. Sebuah buku panduan yang menjelaskan kebijakan komersial dan hak asasi manusia di bidang transplantasi kedokteran akan dirilis pada akhir bulan ini, untuk membantu universitas, rumah sakit, institusi medis, perusahaan farmasi dan praktisi di seluruh dunia memahami tentang kewajiban HAM apa saja yang perlu dimiliki ketika bekerja sama dan berinteraksi dengan teman sebidang. Dengan demikian semoga dapat mengurangi risiko keterlibatan mereka dalam kejahatan pengambilan organ hidup Tiongkok ?

Beberapa bulan lalu, ada anggota parlemen AS yang mengusulkan agar dapat dikeluarkan undang-undang untuk melindungi Falun Gong. Tahun lalu, Kongres juga memperkenalkan RUU  mengenai penghentian pengambilan organ hidup-hidup di Tiongkok, RUU saat ini masih dalam pembahasan di Senat dan DPR.

“Jadi, kami berharap studi baru ini akan mendorong lebih banyak senator dan perwakilan rakyat untuk maju dan mendukung pengesahan RUU penting ini agar tahun ini menjadi undang-undang”, kata Hughes. Lakukan sesuatu, baik Anda yang di perguruan tinggi, atau di LSM, atau hanya berbicara tentang hal ini dengan orang-orang yang Anda kenal di komunitas, semuanya, jangan duduk diam, mari melakukan sesuatu, itu yang terpenting”.

Dua penulis sedih mendengar kematian David Kilgour

Pada hari penerbitan laporan baru ini, David Kilgour, mantan direktur Kanada dari Departemen Asia-Pasifik, orang pertama di dunia yang mengekspos pengambilan paksa organ dari tubuh hidup praktisi Falun Gong di daratan Tiongkok, meninggal dunia karena sakit di usia 81 tahun.

Keterangan Foto : David Kilgour, orang pertama di dunia yang mengekspos pengambilan paksa organ dari tubuh hidup praktisi Falun Gong di daratan Tiongkok, meninggal dunia karena sakit di usia 81 tahun.  (Yu Gang/Epoch Times)

Kedua penulis laporan itu terkejut dan sangat sedih ketika mendengar berita duka itu. Keduanya adalah mitra David Kilgour selama bertahun-tahun. Dr. Jacob Lavee, ahli transplantasi jantung Israel yang terkenal, beserta Matthew Robertson, seorang peneliti di Australian National University, dan peneliti Tiongkok di yayasan Communist Victims Memorial Foundation.

Kedua penulis ini mengatakan dalam simposium yang diselenggarakan oleh yayasan Communist Victims Memorial Foundation pada 7 April, bahwa mereka mendedikasikan simposium hari itu hanya untuk sahabat dan kolega mereka David Kilgour, sebagai penghormatan atas kontribusinya terhadap pengungkapan pengambilan paksa organ di Tiongkok.

Dr. Jacob Lavee mengatakan bahwa dia sangat sedih mendengar berita kematian Kilgour. “David adalah orang pertama yang mengekspos pengambilan organ oleh PKT dari praktisi Falun Gong yang masih hidup lewat bukunya ‘Pengambilan Organ Berdarah’. Kemudian Dr. Lavee juga bergabung dalam barisan menghentikan kejahatan komunis Tiongkok dalam pengambilan organ dari tubuh hidup, dan berhasil membuat Israel salah satu dari sedikit negara di dunia yang pertama kali memberlakukan undang-undang untuk melarang warganya pergi ke daratan Tiongkok untuk melakukan transplantasi organ.

Matthew Robertson mengatakan studi terbaru mereka adalah ‘berdiri di atas bahu raksasa’. Sejak tahun 2006, Kilgour telah mengabdikan diri untuk penyelidikan independen terhadap kejahatan tentang pengambilan organ dari praktisi Falun Gong yang masih hidup, dan kemudian menerbitkan laporan investigasi independen tentang pengambilan organ hidup-hidup, serta menulis buku berjudul ‘Pengambilan Organ Nasional’ bersama dengan pengacara hak asasi manusia terkenal Kanada David Matas dan lain-lain.

Sejak belasan tahun lalu David Kilgour telah menyimpulkan : “Kami percaya bahwa pengambilan paksa organ dari tubuh praktisi Falun Gong dalam skala besar dan melawan hati nurani itu masih tetap berlangsung sampai sekarang”. 

David Kilgour telah melakukan perjalanan ke lebih dari 50 negara di seluruh dunia dan bekerja tanpa lelah untuk mengekspos kasus kejahatan yang tidak pernah ada di planet ini kepada pemerintah dan masyarakat dari berbagai negara. Kilgour sangat dipuji oleh komunitas internasional atas keberanian, rasa keadilan, dan kebaikannya. (sin)