Bencana Kelaparan Besar 2.0 ? Duka Seorang Ibu Tua di Shanghai yang Berteriak Minta Tolong di Tengah Malam Buta Karena Lapar

NTDTV.com

Lockdown kota yang sangat ketat ditambah dengan manajemen otoritas terkait larangan masyarakat berkegiatan di luar tempat tinggal yang acak-acakan telah menimbulkan bencana kemanusiaan di Kota Shanghai. Harga barang pokok membumbung tinggi, masyarakat tidak memiliki uang karena tidak boleh bekerja, toko-toko tutup, pembelian online dilarang. Sehingga sebagian besar warga sipil di Shanghai mengalami krisis pangan, bahkan tak jarang beredar berita lewat Internet bahwa warga lansia juga anak muda yang menemui ajal karena kelaparan. 

Sebuah video tentang seorang lelaki tua yang berpegangan pada gerbang besi sebuah komunitas untuk meminta bantuan pada larut malam telah beredar di Internet, dan para netizen menyesalkan bahwa abad ke-21 akan melihat terulangnya kelaparan.

Pada 21 April, beredar di media sosial Tiongkok sebuah rekaman video mengenai seorang ibu berusia lanjut dalam sebuah komunitas di Shanghai yang menutupi perutnya dengan satu tangan dan satu tangan lagi memegang pagar besi gerbang yang tertutup sambil terus-menerus berteriak minta tolong di tengah malam buta yang sepi dan sunyi. Suara ratapannya membuat banyak orang yang mendengar sulit memejamkan mata.

Warganet yang mengunggah video tersebut berkomentar : “Seorang ibu tua yang kelaparan sampai terus menerus berteriak minta tolong di tengah malam buta ! Tidak tega saya mendengarnya ! Sulit untuk bisa saya terima, bagaimana fenomena ini justru terjadi di kota modern seperti Shanghai ini ! Tetapi bukan terjadi di masa Bencana Kelaparan Besar ? Partai Komunis Tiongkok harus musnah ! Tuhan pasti tidak akan mentolerir !”

Saat ini Kota Shanghai, Provinsi Jilin, Provinsi Liaoning, Provinsi Heilongjiang, Provinsi Jiangsu, Daerah Otonomi Guangxi dan beberapa wilayah lainnya sedang menerapkan apa yang diistilahkan “Manajemen Penutupan” dan menutup mata terhadap krisis pangan yang dialami rakyat. Sering ada laporan warga mati kelaparan atau melakukan bunuh diri. Sejumlah warganet mengeluhkan : Bagaimana rakyat kelaparan hebat terjadi di era persediaan pangan yang cukup berlimpah ? Ada warganet lain yang berkomentar : Saya tidak mengerti mengapa selama Bencana Kelaparan Besar tahun 1960 itu, orang-orang yang kelaparan tidak melarikan diri. Sekarang saya baru sadar bahwa bukan mereka tidak mau melarikan diri, tetapi jalan untuk melarikan diri itu semua tertutup.

Warganet lain memposting cerita yang ia dengar dari ayahnya mengenai bagaimana pejabat desa memblokir pantai di Kota Shanghai selama Bencana Kelaparan Besar tahun 1960-an, sehingga penduduk desa pun tidak dapat mengambil makanan hasil laut dan terpaksa menemui ajal karena tidak ada lagi makanan. Saya merasa sangat beruntung karena belum lahir di saat itu. Tetapi setelah berada di tengah-tengah lingkungan Shanghai yang kena lockdown ketat sekarang, saya pun patut berwaswas — Jangan terlalu cepat untuk merasa beruntung !

Ada netizen menyebutkan : Sebelum sistem Partai Komunis Tiongkok runtuh, bencana buatan manusia di daratan Tiongkok tidak akan berhenti.

Saat ini, virus varian Omicron dianggap tidak terlalu membahayakan kesehatan manusia, tetapi bencana sekunder yang disebabkan oleh pencegahan epidemi komunis Tiongkok telah jauh melebihi bahaya virus itu sendiri. Namun, dalam konteks pertikaian sengit dalam tubuh Partai Komunis Tiongkok, apakah kebijakan “Nol kasus infeksi” ini akan tetap dipertahankan ?Tampaknya ya, karena kebijakan ini sekarang telah menjadi “perjuangan garis” yang berhubungan  dengan hidup matinya para pemimpin puncak Partai Komunis Tiongkok. Pihak yang berkuasa saat ini terpaksa mati-matian merealisasikan target “Nol kasus” untuk memastikan “keamanan politik” mereka.

Ketika Mao Zedong, pemimpin Partai Komunis Tiongkok yang bersikeras untuk merealisasikan target “Lompatan Jauh ke Depan” (berlangsung dari tahun 1958 hingga 1960 dengan tujuan membangkitkan ekonomi Tiongkok melalui industrialisasi secara besar-besaran dan memanfaatkan jumlah tenaga kerja murah) yang tidak masuk akal, yang menyebabkan bencana kelaparan hebat dan membuat puluhan juta penduduk mati kelaparan. Mao  akhirnya terpaksa mengakui kesalahannya dan mundur. Selanjutnya, Mao Zedong meluncurkan Revolusi Kebudayaan untuk mendapatkan kembali kekuasaan. (sin)