Menghadapi Penyusutan Kekayaan Akibat Pasar Perumahan Lesu, Keluarga Terpaksa “Menggenggam Erat Dompet”

 oleh He Yating

Pasar perumahan yang lesu telah menyeret turun pertumbuhan ekonomi Tiongkok secara keseluruhan. Hasil survei yang dilakukan media AS menunjukkan bahwa banyak kekayaan rumah tangga telah menyusut, sehingga mereka sekarang mau tidak mau harus menghemat pengeluaran. Hal mana ikut memperburuk pertumbuhan ekonomi yang sudah melamban.

Harga rata-rata rumah baru dan lama pada puluhan kota di Tiongkok telah turun sejak bulan September tahun lalu, dan celakanya tidak terlihat ada tanda-tanda pemulihan dalam waktu dekat. Sejumlah besar perusahaan pengembang telah gagal bayar hutang juga menghentikan konstruksi yang menyebabkan penjualan anjlok, dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pasar perumahan Tiongkok. Demikian Wall Street Journal berbahasa Mandarin melaporkan.

Khawatir bahwa harga akan terus lebih lanjut, banyak pemilik rumah menahan pengeluaran untuk menghemat uang.

Reporter Wall Street Journal telah mewawancarai beberapa pembeli rumah. Di antaranya, Mrs. Tang, seorang wanita berusia 39 tahun yang bekerja di perusahaan keuangan di Shanghai, awalnya Mrs. Tang ingin menjual rumahnya yang ditinggali sekarang untuk membeli rumah yang lebih besar di lingkungan yang lebih baik. Tetapi setelah melewati dua bulan terkurung dalam rumah karena lockdown COVID-19, dan menyaksikan sendiri gejolak di pasar perumahan, ia menjadi khawatir terhadap situasi ekonomi Tiongkok. Karena itu ia langsung menyingkirkan angan-angan untuk pindah rumah. Mrs. Tang percaya bahwa jika banyak orang kehilangan pendapatan, maka fondasi pasar perumahan pasti terguncang.

Menurut laporan, Mrs. Tang sekarang lebih sadar anggaran daripada di waktu sebelumnya. Ia mulai mengurangi pengeluaran sehari-hari, memilih berbagi ongkos taksi dengan orang lain saat pergi – pulang kantor, dan dia juga khawatir pasar perumahan akan memburuk.

Seorang penduduk Kota Kaili, Provinsi Guizhou mengungkapkan bahwa sebelumnya dia berencana menjual beberapa rumah untuk membantu putranya membeli rumah di Beijing menjelang ia berkeluarga. Tetapi sejak epidemi harga rumah lokal telah turun hampir 20%, itu pun tidak terjual, karena itu dia terpaksa mengambil semua tabungannya dan meminjam uang dari kerabat dan teman untuk membayar uang muka pembelian rumah di Beijing.

Ia juga mengatakan, Nyaris semua orang berpikir bahwa membeli properti di Tiongkok dijamin pasti untung. Warga juga tidak pernah mengira bahwa arah angin telah berubah begitu cepat.

Mr. Cui, Warga Bengbu, Anhui berusia 49 tahun mengatakan bahwa beberapa tahun silam dirinya membeli sebuah rumah buat persiapan ibunya tinggal pada masa setelah pensiunnya, yang dapat dijual kembali jika memang benar-benar membutuhkan uang untuk menopang biaya hidup ibunya. Namun sejak pandemi, harga rumah ini telah turun tajam. Itu pun tetap sulit dijual meskipun harganya sudah tinggal 1/3 dari pembelian. Dia mengungkapkan bahwa dirinya sekarang terpaksa melalui penghematan pengeluaran untuk mendukung biaya hidup ibunya.

Zhu Ning, seorang ahli di Shanghai Advanced Institute of Finance mengatakan, semakin banyak orang akan berpikir ulang dalam melakukan investasi atau pun mengatur pengeluaran mereka, mengingat penurunan harga perumahan masih akan berlanjut.

Zhu Ning menjelaskan bahwa masalah terbesar di pasar perumahan saat ini bukanlah soal pecah tidaknya gelembung real estat, tetapi bagaimana mencapai pendaratan lunak dan meminimalkan kerusakan pasar perumahan terhadap ekonomi Tiongkok secara keseluruhan. “Begitu harapan masyarakat berubah, itu sulit dapat diprediksi, tetapi perubahan itu luas dan mengganggu”. (sin)