Laporan Intelijen Terbaru : Rusia Membeli Rudal Roket dari Korea Utara

oleh Li Zhaoxi

Sanksi Barat terhadap Rusia telah sangat mempengaruhi rantai pasokan militer negara tersebut, dan memaksanya untuk beralih ke pasokan militer kuasi-negara. Menurut intelijen Rusia terbaru yang dideklasifikasikan AS, bahwa Moskow membeli jutaan peluru artileri dan rudal roket dari Korea Utara.

Sebelum Rusia menginvasi Ukraina, Gedung Putih mulai mendeklasifikasi laporan intelijen tentang rencana militer Moskow dan kemudian merilis materi tersebut. Pertama secara pribadi intelijen diungkapkan kepada sekutu dan kemudian ke publik. Setelah jeda dalam upaya pengungkapan, pemerintah AS telah meluncurkan deklasifikasi lagi untuk menyoroti kebimbangan militer Rusia, termasuk intelijen menyangkut kesalahan teknis dalam pembelian drone Iran, dan masalah pelik yang dihadapi militer Rusia dalam merekrut tentara baru.

Menurut laporan media “New York TImes” pada Senin (5/9), beberapa detail diberikan dalam intelijen yang tidak diklasifikasikan, seperti senjata yang tepat memenuhi kebutuhan, waktu atau jumlah pengiriman yang dilakukan (Korea Utara) itu. Menurut informasi dari seorang pejabat AS, bahwa selain rudal roket jarak pendek dan peluru artileri, Rusia diperkirakan akan mencoba untuk membeli lebih banyak peralatan Korea Utara di masa mendatang.

Pejabat pemerintah AS mengatakan, Rusia memutuskan untuk beralih ke Iran, dan sekarang beralih lagi ke Korea Utara. Hal ini menunjukkan bahwa sanksi dan kontrol ekspor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat dan Eropa memperburuk kemampuan Moskow mendapatkan pasokan untuk militernya.

Mason Clark, Kepala Tim Peneliti Rusia di think tank Study of War Amerika Serikat berkata bahwa Kremlin seharusnya merasa terkejut karena ia harus membeli pasokan dari Korea Utara. 

Sanksi ekonomi yang luas paling tidak sampai sekarang belum membuat ekonomi Rusia menjadi lumpuh. Lonjakan harga energi yang disebabkan oleh invasi masih bisa memenuhi perbendaharaan dan menetralisir dampak negatif dari Bank Moskow putus transaksi keuangan dengan lembaga keuangan internasional, dan pembatasan impor ekspor yang dialami. Sanksi terhadap oligarki individu juga gagal melemahkan kekuatan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Tetapi, ketika menyangkut kemampuan Rusia untuk membangun kembali kekuatan militernya, para pejabat AS mengatakan bahwa tindakan ekonomi Eropa dan AS itu cukup efektif. Sanksi AS dan Eropa telah membatasi kemampuan Rusia untuk membeli persenjataan atau membuat produk elektronik yang dibutuhkan untuk persenjataan.

Moskow berharap Tiongkok mau menentang kontrol ekspor Barat dan terus memasok kebutuhan untuk pasukan Rusia. Namun para pejabat AS baru-baru ini mengatakan bahwa Beijing bersedia membeli minyak Rusia dengan harga diskon, tetapi setidaknya sejauh ini, Beijing tampaknya menghormati kontrol ekspor Barat yang menargetkan militer Moskow dan tidak berusaha untuk menjual kepada Rusia peralatan atau komponen militer.

Akibat banyak negara cukup berhati-hati dalam menanggapi sanksi yang diberlakukan Barat terhadap Rusia, Moskow jadi mengalihkan fokus transaksinya ke Iran dan Korea Utara. Namun mengingat adanya sanksi, baik Iran dan Korea Utara yang pada dasarnya sudah terputus dari hubungan perdagangan internasional. Jadi hal ini tidak akan banyak merugikan kedua negara tersebut yang melakukan transaksi dengan Rusia. Membeli senjata apa pun dari Korea Utara sebenarnya telah melanggar resolusi PBB yang bertujuan untuk membatasi proliferasi senjata Pyongyang.

Membatasi rantai pasokan militer Rusia adalah bagian sentral dari strategi AS untuk melemahkan Moskow, dengan tujuan menghalangi upaya perangnya di Ukraina dan kemampuannya untuk mengancam negara tetangganya di kemudian hari.

Tidak jelas seberapa besar dampak pembelian senjata Korea Utara terhadap kontrol ekspor Rusia, tetapi Frederick W. Kagan, seorang ahli militer di American Enterprise Institute, sebuah think tank yang berbasis di Washington, mengatakan bahwa peluru artileri 152mm Korea Utara atau rudal roket model Katyusha tidak banyak mengandung teknologi tinggi.

Frederick W. Kagan mengatakan Rusia beralih ke Korea Utara juga menunjukkan tanda bahwa tampaknya Rusia tidak dapat menghasilkan pasokan paling sederhana yang dibutuhkan untuk berperang. Selain itu, pengungkapan bahwa Rusia sedang mencari lebih banyak amunisi artileri menunjukkan, Moskow menghadapi kekurangan pasokan, paling tidak basis industrinya sedang berjuang untuk memenuhi kebutuhan buat militernya berperang.

Kagan menambahkan, mungkin menunjukkan kegagalan besar-besaran kompleks industri militer Rusia. Hal ini dapat memiliki implikasi mendalam dan sangat serius bagi angkatan bersenjata Rusia.

Dalam beberapa pekan terakhir, Ukraina telah meningkatkan serangannya terhadap depot amunisi Rusia. Meskipun tidak jelas seberapa besar pengaruhnya terhadap persediaan amunisi Rusia secara keseluruhan, tetapi Rusia terpaksa menarik dan memindahkan tempat penyimpanan amunisinya, sehingga mengurangi efektivitas unit artileri di medan perang. Sementara itu ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa efektivitas beberapa peluru Rusia telah menurun karena masalah penyimpanan atau persediaan amunisi yang tidak terawat dengan baik.

Meskipun belum jelas seberapa jauh mana kemampuan dari peluru artileri buatan Korea Utara, tetapi negara itu memang memiliki persediaan amunisi yang sangat besar. (sin)