Gedung-gedung Kosong, Beijing dan Shanghai Berubah Menjadi Kota Hantu Ekonomi

oleh Tang Rui dan koresponden khusus Luo Ya

Pemblokiran hingga lockdown selama tiga tahun memberikan pukulan berat bagi perekonomian Tiongkok. Saat ini,  kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai sedang mengalami depresi. Bahkan, pusat perbelanjaan buka dengan  pengunjung yang sepi dan jalananan tak ramai lagi. Sekilas terlihat jelas bagaimana kondisi perekonomian Tiongkok.

“Perekonomian secara keseluruhan tidak baik lagi. Anda tidak memiliki pekerjaan meskipun Anda memikirkannya. Anda tidak menghasilkan uang. Orang-orang seperti kami pada dasarnya tak mengeluarkan uang sepeser pun sama sekali. Kami semua berhemat. Dulu kalau ada festival semua akan berbelanja dan mengeluarkan banyak uang, tetapi sekarang program seperti ini tidak akan ada lagi,” kata Wang Li (nama samaran), seorang warga Beijing yang diberitakan NTD, Minggu (29/09/2023).

Festival Pertengahan Musim Gugur dan libur Hari Nasional akan segera tiba, namun pusat perbelanjaan di Beijing masih sepi.

Seorang pedagang sebuah restoran nasi bebek berkata  tidak ada yang benar-benar memahami bagaimana perekonomian Tiongkok selain orang-orang Tiongkok yang tinggal di dalamnya.

“Semua harga baik, termasuk sebotol cuka. Lihat pembelian sebotol cuka baru-baru ini. Dulu harganya RMB. 9 , tetapi sekarang naik menjadi RMB.13,6 ,” ujar Warga Beijing Wang Li (nama samaran).

Banyaknya lapangan pekerjaan yang hilang, harga-harga meningkat tajam, upah menyusut, dan daya beli konsumen menurun, sehingga membuat kehidupan dunia usaha semakin sulit.

Zhongguancun di Beijing pernah menjadi salah satu daerah paling makmur di ibu kota. Saat ini, jalanan sepi dan pusat perbelanjaan dengan jarang pengunjung. Hanya beberapa pedagang dan beberapa investor ritel yang tersisa di Mal Sains dan Teknologi.

“Wu Ke Song seperti ini dekat dengan Jalan Chang’an Barat, menuju Departemen Organisasi Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok,  di sana di Jalan Chang’an Barat. Sejak Juli tahun ini, Setiap kali saya kembali kesana, saya menemukan bahwa jumlah toko di sana  berkurang secara drastis,” ujar Li Hua (nama samaran).

Li Hua (nama samaran), yang sering bepergian antara Beijing, Hebei dan tempat lain, menemukan  semua supermarket milik asing di Beijing tutup.

“Sebenarnya sudah bangkrut. Toko terakhir Carrefour di Beijing telah diakuisisi. Tanpa Carrefour, Wal-Mart di Beijing masih sulit bertahan,” tambahnya.

Namun demikian, fenomena ini bukan hanya terjadi di Beijing, karena Shanghai, pusat ekonomi Tiongkok juga mengalami kesulitan yang sama.

“Ada banyak toko kosong. Terdapat di mana-mana.  Lokasi ini cukup bagus. Tepat di sebelah Taman Yuyuan sekarang seperti ini,” tutur seorang Kameramen.

Warga Shanghai berkata : “Shanghai dulu sangat ramai di malam hari, terutama di sepanjang jalan. Ada banyak toko untuk makan, minum, dan berbelanja. Sekarang sering kali setelah jam 8:30 dan pusat perbelanjaan mulai bersiap tutup. Terlihat sangat sepi setelah waktunya tutup.”

Akibat melemahnya perekonomian dan melambatnya kegiatan usaha, banyak perusahaan dan pekerja mulai keluar dari Shanghai bahkan  Tiongkok.

Seorang Warga Shanghai berkata : “Saya pergi membeli kepala bebek hari ini karena saya sangat mengenal bosnya, jadi saya mengobrol dengannya sebentar,  dia memberitahukan saya bahwa banyak orang yang meninggalkan Shanghai tidak pernah kembali. Ini telah terjadi dalam sepuluh tahun terakhir. Sebuah kejadian yang sangat langka.”

Tak hanya banyak toko yang tutup, gedung perkantoran tempat berkumpulnya para pekerja kantoran juga mulai sepi.

Data dari penyedia layanan real estate internasional Savills menunjukkan bahwa pada kuartal kedua tahun ini, tingkat kekosongan gedung perkantoran di Beijing mencapai 18,3%, rekor tertinggi dalam 13 tahun terakhir.

Menurut data CBRE, pada kuartal kedua tahun ini, tingkat kekosongan gedung perkantoran Shanghai secara keseluruhan mencapai 18,7%, Shenzhen mencapai 20,3%, dan Guangzhou 17,5%.

Aktivitas perusahaan komersial di empat kota besar lapis pertama menyusut hampir bersamaan. Perekonomian Tiongkok tidak akan “berbicara negatif”, tetapi justru menurun. (Hui)