[Fitur Khusus] Mendobrak Mitos Klasik Hipotesa Evolusi : (1) Sudut Pandang “Teori Evolusi” Bab II-a

1. Bukan “Berevolusi Perlahan” Melainkan “Mewabah Mendadak”

1.1 Tidak Ada Spesies Perantara — Kelemahan yang Diakui Darwin

Teori evolusi beranggapan, antar spesies yang berbeda memiliki hubungan kekerabatan perkembangannya, satu makhluk hidup dapat melompat dari satu spesies menjadi spesies lainnya. Jika hipotesa evolusi adalah benar, maka seluruh kerajaan biologi (kingdom atau regnum, red.) adalah dari mahluk berderajat rendah berevolusi menjadi makhluk jenis lain yang berderajat tinggi, di tengah-tengahnya harus melewati generasi tak terhingga banyaknya dari spesies perantara dengan perbedaan yang minim.

Jika hipotesa ini adalah benar, maka seharusnya dapat diperoleh setidaknya dua kesimpulan seperti di bawah ini:

Pertama, kita memperluas perspektif sampai seluruh ruang bumi saat ini, karena lingkungan eksistensi semua mahluk hidup di bumi terus mengalami perubahan, termasuk perubahan iklim, peningkatan karbon dioksida, pencemaran lingkungan dan lain-lain, semua makhluk hidup yang ada seharusnya tidak berhenti “berevolusi” menjadi spesies lain agar dapat “beradaptasi dengan lingkungannya”.

Apalagi begitu banyaknya makhluk hidup seluruh dunia yang masing-masing hidup di tengah ekosistem yang berbeda jenis, jadi selalu akan ada pranala tengah dan perubahan spesies yang sedang terjadi.

Namun, situasi nyata adalah makhluk hidup di bumi merupakan jenisnya masing-masing, dari berbagai jenis hewan dan tumbuhan sampai manusia yang derajatnya paling tinggi, berbagai jenis makhluk hidup adalah sesuai dengan jenisnya masing-masing, tidak terlihat satu pun ilmuwan melaporkan kemunculan spesies perantara di tengahnya.

Fakta bahwa saat ini tidak terdapat spesies perantara, pada Bab VI “On the Origin of Species” yakni “Difficulties of Theory” telah dijabarkan empat kesulitan terbesar dan kontroversi yang menduduki posisi pertama. “Keunikan bentuk konkrit setiap jenis makhluk hidup dan semua makhluk itu tidak tercampur aduk dalam mata rantai peralihan yang tak terhitung banyaknya, adalah suatu kesulitan yang sangat signifikan… ini mungkin juga merupakan pendapat paling mencolok dan paling serius dalam menentang teori saya.”⁷⁵

Kedua, kita menengok kembali sejarah bumi, dan menarik mundur koordinat waktu ke era masa lampau yang jauh

Di bumi pernah terdapat mahluk hidup tak terhingga banyaknya, setelah semuanya mati, jasad atau jejaknya terkubur di dalam tanah. Setelah itu, melalui waktu yang amat sangat panjang, ada zat organik yang terurai, sedangkan bagian yang keras seperti cangkang, tulang, dahan dan daun kemudian menjadi fosil, tapi bentuk, struktur, dan susunan dalamnya tetap bertahan. Hal serupa, saat makhluk hidup masih eksis, jejak yang ditinggalkan juga dapat dipertahankan.

Jasad atau jejak mahluk hidup yang membatu ini, disebut sebagai fosil. Lewat fosil, kita dapat melihat wujud hewan dan tumbuhan purba, menyimpulkan kondisi dan lingkungan kehidupan mereka, lalu dapat pula menyimpulkan tahun terbentuknya fosil pada lapisan bumi yang memendam fosil tersebut dan perubahan yang dialaminya. Jika makhluk hidup di bumi adalah hasil evolusi dari makhluk hidup purba zaman dulu, maka ilmu paleontologi yang meneliti fosil seharusnya bisa menemukan bukti fosil suatu spesies “berevolusi” menjadi spesies lain.

Contohnya, jika spesies A benar bisa berevolusi menjadi spesies B, maka seharusnya dapat ditemukan “wujud peralihan evolusi bertahap” antara kedua jenis spesies tersebut. Di saat yang sama akan terdapat fosil yang memiliki karakteristik kedua spesies A maupun B, yang disebut sebagai “mata rantai perantara”.

Maka pada “On the Origin of Species” Darwin menuliskan: “Bisa dipastikan, bila teori ‘evolusi’ ini adalah benar, maka di bumi akan terdapat benda semacam ini, jadi jumlah mata rantai perantara dan peralihan antara spesies yang masih ada sekarang dan spesies yang telah punah itu jumlahnya pasti akan amat sangat banyak sekali.” (The number of intermediate and transitional links, between all living and extinct species, must have been inconceivably great. But assuredly, if this theory [of evolution] be true, such have lived upon the earth.) ⁷⁶

Maksud Darwin adalah, jika makhluk hidup benar-benar bisa berubah dari hewan invertebrata (tidak bertulang belakang, red.) menjadi hewan vertebrata bertulang belakang, berevolusi secara perlahan dari ikan menjadi hewan amfibi, menjadi hewan melata sampai menjadi burung dan mamalia, maka fosil mahluk hidup jenis transisi di antaranya akan dapat ditemukan dimana saja. Namun hingga kini, walaupun para arkeolog terus berupaya mencari makhluk hidup transisi tersebut, tidak juga pernah ditemukan fosil yang dimaksud. Catatan fosil bisa dibilang telah membuat Darwin sangat kecewa.

Kalau pun sebagai fosil, semestinya tidak mengendap secara terpilih, mengapa yang hilang hanya fosil-fosil dari makhluk hidup jenis perantara ini? Penjelasan yang lebih sesuai logika barangkali adalah bahwa mahluk hidup jenis perantara ini sama sekali tidak pernah muncul.

Kemudian, dalam “On the Origin of Species” Darwin mengakui: “(Antara fosil yang berbeda) memiliki karakteristik yang sangat jelas dan tidak terkaitnya mereka satu sama lain oleh mata rantai peralihan yang tak terhitung, ini adalah suatu kesulitan yang sangat jelas… Lalu mengapa tidak setiap struktur geologi dan stratum dipenuhi dengan mata rantai perantara ini? Ilmu Geologi pasti tidak akan menguak rantai organik yang berevolusi secara halus dan bertahap; ini mungkin pendapat yang menentang teori saya dengan sangat mencolok dan sangat serius.” (The distinctiveness of specific forms, and their not being blended together by innumerable transitional links, is a very obvious difficulty…… Why then is not every geological formation and every stratum full of such intermediate links? Geology assuredly does not reveal any such finely-graduated organic chain; and this, perhaps, is the most obvious and serious objection to my theory.)

1.2 Fosil Tidak Dapat Membuktikan Teori Evolusi

Hilangnya fosil pada jenis perantara adalah kesulitan terbesar dan yang paling mematikan bagi teori evolusi dalam pembuktian hipotesa evolusi. Pada waktu itu Darwin menyalahkan catatan fosil yang tidak lengkap. Setelah melalui jerih payah selama lebih dari seabad, para ilmuwan telah menemukan di banyak lapisan bumi (stratum) yang tersimpan relatif baik, juga telah dilakukan penelitian lebih mendalam dan juga tersistematis terhadap fosil yang tersimpan di dalamnya, tetapi tetap saja tidak ditemukan fosil jenis perantara.

Dosen paleontologi Harvard University yakni Professor Stephen Jay Gould dalam kesimpulannya mengevaluasi fosil adalah, “Jika maksud penting dari evolusi adalah menjelaskan bahwa ada sejenis mahluk hidup dapat berubah secara perlahan menjadi mahluk hidup jenis lain, maka karakteristik fosil yang khas membuktikan bahwa evolusi tidak terbukti.” (In short, if evolution means the gradual change of one kind of organism into another kind, the outstanding characteristic of the fossil record is the absence of evidence for evolution.) ⁷⁸

Ahli paleontologi Inggris Colin Patterson (1933-1998) yang disegani dalam penelitian fosil⁷⁹, bekerja di Natural History Museum London antara 1962 hingga 1993. Tahun 1981 dalam pidatonya di American Museum of Natural History ia mengemukakan, “Siapa di antara Anda yang dapat memberitahu saya adanya bukti evolusi yang sesungguhnya, bahkan hanya satu bukti yang sesungguhnya sekalipun?” (”Can you tell me anything about evolution,” he asked his listeners, “any one thing, that is true?”)

Pada 10 April 1979 Profesor Patterson menulis surat kepada insinyur NASA Luther Sunderland (1929-…), yang berjudul: “Tidak Satupun Fosil Membuktikan Evolusi!!” (Not one fossil of evidence fossil for evolution!!”) dengan rangkuman isi surat sebagai berikut:

“Anda mengkritik buku saya yang kurang akan penjelasan representasi langsung terhadap peralihan evolusi, saya sepenuhnya sepakat. Jika saya tahu fosil atau makhluk apapun (dapat menunjukkan peralihan evolusi), saya pasti akan menuliskannya di dalam buku. Anda mengusulkan agar meminta seorang pelukis agar bisa mencitrakan proses transformasi ini, tapi darimana dia akan mendapatkan informasi ini? Saya tidak dapat memberikannya secara jujur, jika saya membiarkan pelukis itu mengekspresikan sekehendak hatinya, bukankah itu berarti saya telah menyesatkan para pembaca? Namun pada saat Gould dan orang-orang museum Amerika mengatakan tidak ada fosil transisi, mereka sangat sulit ditentang. Sebagai paleontologi saya sangat sibuk menghadapi masalah filosofi ini, yaitu dalam hal identifikasi sosok leluhur pada catatan fosil ini. Anda katakan bahwa saya seharusnya ‘memperlihatkan sebuah foto fosil yang menunjukkan adanya sumber wujud dari setiap jenis makhluk hidup. Dengan lugas saya katakan tidak ada satu pun fosil yang bisa memberikan kita bukti tak terbantahkan, karena pernyataan terkait leluhur dan garis keturunannya, tidak cocok diaplikasikan pada catatan fosil.” (I fully agree with your comments on the lack of direct illustration of evolutionary transitions in my book. If I knew of any, fossil or living, I would certainly have include them. You suggest that an artist should be asked to visualize such transformations, but where would he get the information from? I could not honestly provide it, and if I were to leave it to artist licence, would not this mislead the reader? Yet Gould and the American Museum people are hard to contradict when they say there are no transitional fossils. As a paleontologist myself, I am much occupied with the philosophical problems of identifying ancestral forms in the fossil record. You say that I should at least “show a photo of the fossil from which each type of organism was derived.” I will lay it on the line – there is not one such fossil for which one could make a watertight argument. The reason is that statements about ancestry and descent are not applicable in the fossil record.) ⁸⁰ (Sud/whs)