Home Blog Page 607

Shanghai Akan Lockdown, Orang-orang Panik Merebutkan Persediaan Makanan Pada Larut Malam

0

Luo Tingting

Pada Minggu (27/3) malam menjelang beberapa hari lockdown diterapkan, supermarket, toko, dan pasar rakyat di Area Baru Pudong, Shanghai, Tiongkok buka hingga pukul 24:00, dan komunitas yang tertutup untuk sementara waktu dibuka. Rencana tersebut memungkinkan warga keluar untuk membeli pasokan makanan. Video yang beredar menunjukkan, banyak toko makanan segar dipadati orang-orang.  Warga pun harus mengantre  untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

Pada malam 27 Maret 2022, orang-orang di Pudong, Shanghai bergegas memperebutkan membeli persediaan di supermarket, dan beberapa orang membeli beberapa kantong besar mie instan. (Tangkapan layar Weibo)

Ada juga video yang menunjukkan bahwa beberapa warga datang terlambat. Hingga kemudian  menemukan bahwa rak supermarket telah kosong, dan beberapa orang berkelahi karena memperebutkan persediaan makanan.

Keterangan Foto : Pada malam 27 Maret 2022, warga Shanghai dengan panik berebut berbelanja, dan beberapa orang membeli satu troli penuh daging ham. (Tangkapan layar Weibo)

Beberapa netizen juga memposting hasil belanja mereka secara online, dan rumah mereka dipenuhi dengan berbagai sayuran.

Pada 28 Maret pagi, warga Shanghai memotret bahwa arah Pudong sudah mulai melaksanakan persiapan penutupan kota, jalan penuh dengan mobil polisi dan kenderaan tidak boleh melintas.

Pada malam 27 Maret 2022, warga Shanghai dengan panik berebut berbelanja, dan beberapa orang membeli satu troli penuh daging ham. (Tangkapan layar Weibo)

Berita penutupan Kota Shanghai dan Panic Buying menyebabkan diskusi panas di Internet: “Setelah Pudong ditutup, Puxi ditutup, semua orang segera memperebutkan sayuran, dan harga sayuran meroket. Saat membeli sayuran secara online, hal demikian menunjukkan bahwa bisnis sudah penuh untuk memesan, dan Anda tidak bisa memakannya lagi. Wow…”

Ada lagi warga yang mengungkapkan : “Saudara-saudara, dengarkan aku, rebut! Aku di Jilin, dan aku tahu pentingnya ini. Sudah lima belas atau enam hari berturut-turut, aku hanya bisa makan sekali sehari. Sekarang pemerintah mengatakan persediaan cukup, tetapi saya belum menerimanya. Ketika punya kesempatan merebutnya jangan ragu-ragu dan terlambat.”

“Tidak banyak waktu tersisa bagi penduduk Pudong untuk membeli sayuran, tidak banyak makanan yang tersisa untuk penduduk Puxi. Desas-desusnya kota menjadi gila. Agak keterlaluan.”

(Tangkapan layar Weibo)

Bahkan ada tulisan lainnya berbunyi : “Seorang remaja yang sudah diisolasi 17 hari mengatakan karena tidak ada stock makanan mengatakan izinkan saya memberitahu Anda, perbanyak stock persediaan, makanan enak, dan buah-buahan, terutama jika ada orangtua dan anak-anak di rumah, Anda harus membeli banyak bahan persediaan. Menunggu mereka memberikan makanan adalah mustahil kalian akan mati  kelaparan~”

Ada juga netizen yang khawatir dengan risiko penyebaran pandemi saat berbelanja di kerumunan: “Semua orang keluar untuk membeli sayuran tadi malam… Diperkirakan akan ada lebih banyak orang yang terinfeksi di masa depan.” banyak Video yang memposting tempat belanja padat dengan orang-orang yang berebutan berbelanja. Para pemimpin yang tiba-tiba mengumumkan kebijakan apakah tidak memikirkan situasi ini, saya tidak mengerti, tidakkah mereka khawatir tentang kerumunan orang ramai?

Rumah seorang warga Shanghai dipenuhi dengan sayuran dan buah-buahan. (Tangkapan layar video)

“Aku benar-benar tidak mengerti keputusan untuk membuka blokir sementara. Pertemuan besar, kawanan manusia berkerumun memperebutkan makanan, apakah buka sia-sia  tes asam nukleat dan isolasi, telah menjadi hancur .” Bukankah pertemuan dengan orang lain, Manajemen kacau dan pencegahan dan pengendalian epidemi, tidak peduli seberapa histerisnya, maka itu tidak di luar kendali. Ini Shanghai, agak keterlaluan. Fakta sekali lagi membuktikan bahwa sanggahan rumor pejabat resmi adalah kebenaran.”

Lonjakan Infeksi di Shanghai Memaksa “Menutup Kota”

Shanghai, dengan penduduk 25 juta jiwa, selalu menolak untuk memberlakukan Lockdown. Alan tetapi lebih memilih menerapkan apa yang disebut “pencegahan dan pengendalian yang tepat.” Namun demikian, dalam menghadapi serangan Omicron, jumlah infeksi di Shanghai terus melonjak.

Pejabat setempat melaporkan 3.500 kasus infeksi baru pada 27 Maret, sebuah angka tertinggi terbaru. Karena partai Komunis Tiongkok kerap menutupi kebenaran pandemi, dunia luar mempertanyakan  jumlah angka sebenarnya dari kasus infeksi mungkin lebih tinggi.

Shanghai terpaksa mengumumkan kota tersebut akan ditutup mulai 28 Maret. Pihak berwenang tidak menggunakan kata “penutupan kota “, menyebutnya “penutupan dan kontrol batch”. Lockdown gelombang pertama akan dilakukan di Pudong, Punan dan sekitarnya. Akan dilakukan screening tes COVID-19 secara massal. Lockdown akan dicabut pada pukul 05:00 pagi pada 1 April. Pada saat yang sama, area utama di area Puxi terus menerapkan manajemen penutupan dan pengendalian.

Gelombang kedua adalah “menegakkan penguncian” di area Puxi mulai pukul 03:00 pada 1 April, dan melakukan penyaringan tes COVID-19, dan penguncian akan dicabut pada pukul 3:00 pada 5 April.

Selama periode penutupan dan kontrol, semua orang akan tinggal di rumah, orang-orang dan kendaraan hanya diizinkan masuk dan tidak boleh keluar. Termasuk semua perusahaan akan menerapkan produksi tertutup atau bekerja dari rumah. Di area tertutup, pengoperasian bus, kereta bawah tanah, feri, taksi, dan panggilan mobil online ditangguhkan.

Pejabat Shanghai mengatakan bahwa untuk mencapai “pembersihan dinamis sosial”, ditegakkan prinsip “jangan datang ke Shanghai kecuali jika perlu, dan jangan tinggalkan Shanghai kecuali jika perlu, dan tinggalkan Shanghai dengan sertifikat asam nukleat negatif dalam waktu 48 jam”.

Dengan munculnya kembali wabah pada tahun ini, Shanghai berusaha menghindari penguncian total. Pada 26 Maret, Wu Fan, anggota Shanghai Leading Group untuk Pencegahan dan Pengendalian Epidemi dan Wakil Dekan Shanghai Medical College Universitas Fudan, mengatakan bahwa Shanghai mempengaruhi ekonomi nasional dan bahkan global dan tidak dapat ditutup.

Namun demikian, di bawah kebijakan nol kasus paksa Beijing, Shanghai sebenarnya berada di kota semi-tertutup. Liu Piao Piao, yang tinggal di Shanghai, memposting di Facebook pada 25 Maret bahwa semua orang di kelompok penduduk akan melakukan kerusuhan, karena sekarang lebih sulit untuk mendapatkan makanan daripada membeli tiket untuk konser Zhang Huimei. Sistem blokade Shanghai adalah kelompok kekacauan.

Liu Piaopiao berkata: “Lagi pula, sekarang tanpa berkata apa-apa sudah memblokir, akan diblokir berapa lama kah? Kapan akan dibuka blokirnya? Apa dasar untuk membuka blokir, sama sekali tidak ada penjelasan, ini menyebabkan penduduk menjadi meledak emosinya, karena semua orang harus bekerja mencari nafkah.” (hui)

Mengapa Klarifikasi Beijing Soal Tidak Membantu Militer Rusia Tidak Membuat Masyarakat Internasional Percaya ?

0

oleh Huang Chunmei

Di KTT NATO Pada 24 Maret 2022, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg memperingatkan Tiongkok agar tidak memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada Rusia. Juru bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok Wu Qian dalam tanggapannya mengatakan bahwa apa yang dituduhkan banyak pihak tentang militer Tiongkok memberikan bantuan kepada Rusia adalah informasi yang sepenuhnya salah. Namun analisis mengatakan bahwa Tiongkok berada dalam dilema tidak ingin melihat kekalahan Rusia di satu sisi dan menjadi satu-satunya pesaing strategis Amerika Serikat di sisi lain, sehingga bantuan diberikan secara terselubung.

Situs web Kementerian Pertahanan Nasional Tiongkok dalam artikel tentang situasi di Ukraina menyebutkan : Para pejabat AS telah berulang kali mengklaim bahwa Rusia telah meminta Tiongkok memberikan bantuan peralatan militer. Juru bicara Kementerian Pertahanan Wu Qian dalam menanggapi isu tersebut mengatakan : “Perlu ditekankan bahwa pihak Tiongkok memiliki sikap yang konsisten dan jelas dalam isu Ukraina. Selama ini kami selalu memainkan peran konstruktif dalam membujuk perdamaian dan mempromosikan pembicaraan”.

Wu Qian mengatakan bahwa prioritas utama sekarang adalah agar semua pihak menahan diri, dan mendorong solusi diplomatik daripada membuat situasi semakin memnas. Dia juga menuding Amerika Serikat agar segera berhenti menyebar desas desus, fitnahan dan ucapan yang mengada-ada.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok Wu Qian mengklarifikasi bahwa Tiongkok tidak membantu Rusia. (dari situs web Kementerian Pertahanan Tiongkok)

Mengacu pada peran Beijing dalam krisis, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan dalam pertemuan puncak NATO : “Para pemimpin Sekutu meminta Tiongkok untuk tidak mendukung Rusia dalam invasi ke Ukraina. Tiongkok tidak diperkenankan untuk memberi bantuan ekonomi atau militer kepada Rusia. Sebaliknya, Beijing harus menggunakan pengaruhnya yang signifikan terhadap Rusia untuk memberikan solusi damai”.

Selain Stoltenberg, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan ketika ditanya soal apakah Gedung Putih dalam pembicaraan antara Biden – Xi Jinping ada mencium gelagat Tiongkok mendukung militer Rusia, Sullivan menjawab : Selama dialog, tidak menunjukkan ada indikasi Tiongkok membantu militer Rusia, tetapi Amerika Serikat akan terus melakukan pemantauan. Ia menekankan kembali bahwa Presiden AS Biden telah menjelaskan kepda Xi Jinping “Jika Tiongkok memberikan bantuan militer kepada Rusia, maka Beijing akan menghadapi konsekuensinya”.

Karena latihan militer gabungan secara reguler jadi timbul dugaan Tiongkok membantu militer Rusia

Meski pemerintah Tiongkok dari Kementerian Luar Negeri sampai Kementerian Pertahanan Nasional berulang kali melakukan klarifikasi, mengapa masyarakat internasional masih skeptis ? Jie Zhong, seorang peneliti dari China Strategic Foresight Association, dalam sebuah wawancara dengan Radio Free Asia ia mengatakan bahwa Tiongkok dan Rusia banyak melakukan pertukaran militer satu sama lain, termasuk kedua belah pihak secara teratur mengadakan latihan bersama. Sebelum itu, kedua belah pihak menunjukkan sikap saling mendukung dan kerjasama. Sedangkan Tiongkok dan Rusia memiliki perbatasan darat, sehingga orang akan berpikir bahwa Tiongkok bisa memberikan dukungan kepada Rusia.

“Saya tidak berpikir Rusia kekurangan amunisi tradisional. Masalahnya sekarang adalah ia (Rusia) tidak dapat mengumpulkan logistik itu dan mengirimnya ke garis depan pertempuran. Jika Tiongkok ingin memberikan bantuan militer kepada Rusia, bantuannya tidak akan berupa seperti sistem senjata utama, karena itu sulit disembunyikan, mudah diketahui orang. Rusia tidak kekurangan dalam jumlah, tetapi efisiensi dalam pengiriman ke garis depan itu yang terlalu buruk”, kata Jie Zhong.

Dari segi kesiapan militer, Jie Zhong menganalisis bahwa Tiongkok saat ini telah mengembangkan sistem senjatanya sendiri, meskipun jet tempur J-16 masih memiliki bayangan Rusia, tetapi berbeda dengan pesawat militer Rusia. Selain itu, dalam hal peralatan darat seperti artileri dan kendaraan tempur, Tiongkok juga memiliki sistem persenjataan daratnya sendiri. ‘Amunisi presisi’ yang tidak dimiliki Rusia saat ini juga berbeda dengan sistem yang dimiliki Tiongkok. Jika Tiongkok benar-benar mengirim senjata ini ke Rusia, itu akan langsung diketahui orang. Karena itu, Jie Zhong memperkirakan bahwa bantuan Tiongkok paling-paling berupa pasokan komponen senjata atau chip utama yang pengirimannya dilakukan lewat zona abu-abu.

Jie Zhong mengatakan : “Saat ini, banyak chip yang sulit dibedakan penggunaannya antara untuk militer atau sipil. Di permukaan, chip itu dijual ke perusahaan swasta Rusia. Tetapi setelah sistem ini dimodifikasi, dapat digunakan untuk kebutuhan militer. Saya pikir sedikit banyak negara-negara tahu bahwa sulit untuk dapat dicegah secara penuh, tetapi setidaknya tidak membiarkan hal itu terjadi secara terang-terangan bahkan dalam skala besar”.

Menteri Luar Negeri Taiwan Jaushieh Joseph Wu mengatakan bahwa perang Rusia – Ukraina membuat Tiongkok mengekang niatnya untuk menyerang Taiwan. (Foto Kementerian Luar Negeri Taiwan)

Menlu Taiwan : Perang Rusia – Ukraina membuat Tiongkok mengekang niatnya untuk menyerang Taiwan

Selama berlangsungnya perang Rusia – Ukraina, semua pihak selain mengawasi dengan cermat apakah Tiongkok membantu Rusia, tetapi juga memperhatikan apakah Tiongkok mengambil kesempatan untuk menyulut konflik di Selat Taiwan.

Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu dalam sebuah wawancara video dengan ‘The Globe and Mail’ Kanada pada 23 Maret menyebutkan, bahwa Taiwan terus mengikuti perkembangan situasi perang di Ukraina, persatuan negara-negara demokratis untuk menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia, dan tekad perjuangan rakyat Ukraina untuk melawan agresi asing telah membuat Rusia mengalami serangkaian kekalahan di Ukraina.

Joseph Wu menekankan bahwa jika Beijing ingin menyatukan Taiwan dengan kekuatan senjata, maka ia harus melancarkan serangan lewat udara dan laut, belum lagi Taiwan memiliki senjata pertahanan berteknologi tinggi yang tidak dimiliki Ukraina, sehingga untuk menduduki Taiwan harus melewati kesulitan yang lebih tinggi daripada yang dihadapi Rusia di Ukraina.

Joseph Wu percaya bahwa semangat juang heroik rakyat Ukraina dan sanksi ekonomi berat yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat kepada Rusia “seharusnya mendorong Tiongkok untuk berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dari menyulut api perang, dan mengekang niatnya untuk merebut Taiwan,” katanya. (sin)

Sumber : Radio Free Asia

Ukraina Berhasil Merebut Kembali Kota di Perbatasan dengan Rusia — Trostianets

Aboluowang

Kementerian Pertahanan Ukraina mengatakan pada Sabtu (26/3/2022) bahwa setelah pertempuran sengit antara pasukan Ukraina dengan pasukan Rusia, pihaknya berhasil merebut kembali wilayah Sumy timur laut dan kota Trostianets yang dekat dengan perbatasan Rusia. Tentara Rusia melarikan diri setelah meninggalkan sejumlah besar senjata, peralatan dan amunisi.

Kementerian Pertahanan Ukraina yang mengutip berita dari Brigade ke-93 Angkatan Bersenjata Ukraina, melaporkan bahwa atas bantuan dari pasukan garda lokal dan pasukan gerilya, pihaknya berhasil merebut kembali Kota Trostianets di wilayah Sumy yang sempat diduduki tentara Rusia. Demikian laporan ‘Agence France-Presse’ dan kantor berita negara Ukraina pada 26 Maret. 

Menurut pernyataan dari Kementerian Pertahanan Ukraina, bahwa pasukan Rusia melarikan diri dengan meninggalkan sejumlah besar senjata, peralatan dan amunisi dari Trostianets setelah berlangsung pertempuran sengit. 

Dari foto di atas terlihat tentara dan warga sipil Ukraina berdiri di depan bangunan yang rusak parah, dan peralatan militer rusak yang diduga milik tentara Rusia.

AFP menyebutkan, bagi tentara Ukraina yang melancarkan operasi serangan balasan di beberapa daerah dan keberhasilan dalam merebut kembali Trostianets memiliki makna simbolis.

 Kota Trostianets adalah salah satu kota yang paling awal diduduki pasukan Rusia sejak invasi dilakukan. Ia terletak di antara Kota Sumy dengan kota terbesar kedua Kharkov, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Sumy. Kota ini diserang oleh pasukan Rusia setelah pecahnya perang. (sin)

Warga Shenzhen Marah Karena Bertahan Hidup Setelah Lockdown Terus Menerus Merengut Nyawa

0

Gu Xiaohua dan Qiao An

Shenzhen telah ditutup selama sebulan, menyebabkan beberapa orang tewas kelaparan. Sebagai akibat parahnya epidemi. baru-baru ini, jurnalis Epoch Times mewawancarai tetangga mendiang untuk mengetahui lebih banyak tentang kebenaran yang terjadi.

Lin Nan, seorang penduduk Distrik Nanshan, Shenzhen, mengatakan: “Orang yang meninggal bersebelahan dengan kami. Dia masih sangat muda. Dia berusia 30-an. Banyak orang mengatakan dia berusia 37 tahun.”

Lin Nan, seorang penduduk Distrik Nanshan, Shenzhen mengatakan “banyak orang mengatakan bahwa dia diisolasi sampai mati, tetapi pejabat tidak memberitahukan kami dengan jelas bagaimana cara dia mati.”

Mendiang tinggal di No 17, Siheng Lane, Nantouguankou, Distrik Nanshan, Shenzhen. Masyarakat setempat mengatakan bahwa keluarga mendiang tidak dapat menghubunginya. Setelah mencari bantuan dari management komplek, manajemen mengetuk pintunya untuk memeriksa dan menemukan bahwa dia sudah tak bernyawa

Tapi tetangga tidak puas dengan jawaban pihak manajemen.

Lin Nan, warga Distrik Nanshan, Shenzhen mengungkapkan: “Orang yang tinggal di sebelah dia (mendiang) mengatakan bahwa mereka melaporkannya ke manajemen komplek, karena mayatnya hingga rumahnya sudah mengeluarkan bau, karena dia tinggal di lantai pertama.”

Lin Nan, seorang penduduk Distrik Nanshan, Shenzhen, mengatakan, “Orang-orang di sini tidak tahu bagaimana dia meninggal dunia. Beberapa orang mengatakan bahwa, dia meninggal dunia karena kelaparan. Beberapa orang mengatakan bahwa, dia mungkin meninggal dunia karena terlalu banyak bermain ponsel, dan beberapa orang mengatakan bahwa dia meninggal karena bunuh diri.”

Selain mendiang, banyak warga lainnya di komunitas itu juga berada di ambang kehancuran emosional.

Lin Nan juga mengatakan, “ada yang tinggal di sebelah kami, dan seorang ingin melompat dari gedung, tetapi diseret kembali oleh orang-orang.”

Warga itu juga menambahkan, “Ada seorang semalamnya. Dia telah diisolasi terlalu lama. Dia memiliki tekanan darah tinggi. Dia memukuli putranya. Sedangkan Putranya masih seorang remaja.”

Bahkan, pihak berwenang hanya mengirim makanan lima kali sejak komunitas ditutup selama sebulan.

“Dibagi sekaligus. Satu kali itu mie instan, setelah diisolasi selama sebulan. Hanya dibagikan makanan 5 kali, hanya 5 kali,” ujarnya. 

Adapun dalam hal sayuran, karena  tidak memiliki hal positif di sini, warga pergi ke gerbang besi untuk memprotes, dan kemudian sekretaris manajemen datang, dan dia hanya memberi sayuran sekali dan tanpa daging. 

Anak berusia setahun di keluarga Lin Nan awalnya memiliki berat lebih dari 20 kilogram. Setelah disegel selama hampir sebulan, beratnya turun menjadi 17 kilogram. Karena dia hanya bisa makan mie, nutrisi anak yang sedang tumbuh benar-benar tidak dapat dipenuhi.  Dia telah berulang kali meminta bantuan dari manajemen, akan tetapi  ditolak. (hui)

Video Menunjukkan Para Petani Tiongkok Diperintahkan Mengubah Hutan Menjadi Ladang Biji-bijian Di Tengah Ketakutan Akan Kekurangan Pangan

0

Ellen Wan

Sebuah video yang beredar di media sosial Tiongkok menunjukkan bahwa pihak berwenang setempat di Weifang, Provinsi Shandong, memerintahkan para petani untuk “menebang pohon-pohon” untuk membuat lahan yang tersedia untuk produksi biji-bijian. Hal ini muncul karena banyak orang di Tiongkok takut akan kekurangan makanan yang akan segera menjadi sebuah masalah serius.

Dalam video tersebut, seorang petani, yang merekam secara sebagai selfie, berkata, “Kami baru saja menerima sebuah pengumuman bahwa kami diharuskan menebang pohon-pohon ini dan menanam biji-bijian sebagai gantinya, bahkan jika secara keuangan hal ini berakhir dengan kerugian. Harga-harga komoditas adalah sangat tinggi saat ini—–pupuk, pestisida, dan harga-harga sangat tinggi.”

Di latar belakang, banyak pohon telah ditebang, beberapa pohon dengan akar-akar yang terpapar. Petani-petani lain telah menebang sebagian besar pohon yang sudah tumbuh besar.

Pada saat yang sama, seorang pembicara di desa itu mengumumkan bahwa pohon-pohon tidak boleh ditanam di lahan pertanian, dan tanah tidak boleh digunakan untuk kolam-kolam ikan atau pohon buah-buahan. Pohon-pohon harus ditebang dalam jangka waktu yang terbatas, jika tidak, pohon-pohon itu akan “dibunuh” secara paksa oleh pihak-pihak berwenang.

Kemudian, pria lain yang mengidentifikasi dirinya sebagai seorang pria di Jining, Provinsi Shandong, mengatakan bahwa pihak-pihak berwenang setempat memaksa mereka untuk menebang pohon untuk bercocok tanam karena Tiongkok mengalami krisis kekurangan pangan.

“Gergaji-gergaji untuk menebang pohon sekarang kehabisan stok di toko-toko setempat. Di masa lalu, kami diberitahu, ‘jika anda ingin kaya, pertama-tama, tanamlah beberapa pohon,’ sekarang mereka memberitahu kami bahwa kami dilarang menanam pohon-pohon,” kata pria itu.

Seorang pejabat pemerintah daerah Provinsi Shandong mengatakan kepada Epoch Times berbahasa Mandarin: “Bahkan kolam-kolam ikan harus digunakan untuk bercocok tanam. Anda harus melakukan apa yang Partai Komunis Tiongkok minta anda lakukan.”

Komentator urusan terkini yang berbasis di Jepang bernama Yang Si, menunjukkan bahwa sebagian besar tanah di Provinsi Shandong adalah tanah kuning dan daerah tersebut rawan kekeringan. Peniadaan pohon-pohon dapat dengan mudah menyebabkan erosi tanah.

Selain itu, tanah tempat pohon-pohon itu ditanam harus mendapatkan lebih dari jumlah rata-rata pupuk dan pestisida untuk dapat menghasilkan produk panen yang baik, kata Yang Si.

“Para petani akan kesulitan mendapatkan keuntungan, karena biaya pupuk dan pestisida yang meningkat,” jelas Yang Si.

Dampak Perang

Perang Rusia-Ukraina juga berdampak pada impor-impor pangan Tiongkok.

Dalam artikel 17 Maret, Jaringan Informasi Industri Pakan Tiongkok melaporkan bahwa karena perang Rusia-Ukraina, Rusia telah menangguhkan ekspor biji-bijian seperti gandum dan agung; sementara Ukraina telah melarang ekspor gandum dan komoditas dalam jumlah besar. Artikel itu juga mengakui bahwa tingkat swasembada Tiongkok untuk biji-bijian, jagung, dan kedelai adalah relatif rendah.

Per 2021, Ukraina menggantikan Amerika Serikat menjadi pemasok jagung yang terbesar di Tiongkok, sebagian dikarenakan perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok. Berdasarkan data bea cukai Tiongkok, 70 persen impor jagung Tiongkok berasal dari Ukraina pada 2021.

Ukraina juga merupakan pemasok utama jelai Tiongkok. Sekitar 54 persen dari ekspor jelai Ukraina dijual ke Tiongkok dari 2020 hingga 2021, terhitung 28 persen dari total impor jelai Tiongkok.

Menurut data dari Administrasi Umum Kepabeanan Tiongkok, Tiongkok mengimpor total 164,539 juta ton biji-bijian pada 2021, tahun-ke-tahun meningkat sebesar 18,1 persen. Impor-impor tersebut menyumbang 24,1 persen dari total produksi biji-bijian sebesar 682,85 juta ton. Ini berarti ketergantungan Tiongkok terhadap impor hasil panen luar negeri sebesar 19,4 persen.

Xue Chi, seorang cendekiawan mengenai masalah Tiongkok, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa krisis makanan Tiongkok sangat berakar pada ketidakmampuan pemerintahan Partai Komunis Tiongkok. 

“Partai Komunis Tiongkok tidak pernah berhasil membangun sebuah sistem produksi pertanian modern. Pembangunan pertanian oleh Partai Komunis Tiongkok jauh tertinggal di belakang pembangunan industrinya,” kata Xue Chi.

“Industri pertanian Partai Komunis Tiongkok bukan saja tidak mampu bersaing dengan negara-negara maju, bahkan tidak dapat memenuhi permintaan di dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh sistem Partai Komunis Tiongkok,” ujar Xue Chi.

Zhang Sutian, seorang komentator independen yang berbasis di Amerika Serikat dengan 20 tahun pengalaman di industri makanan, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa penipuan dan korupsi yang dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok adalah pendorong utama krisis pangan di Tiongkok.

Banyak depot biji-bijian yang sebenarnya kosong karena korupsi, kata Zhang Sutian, namun situasi tersebut ditutup-tutupi, sebuah masalah yang semakin serius dari tahun ke tahun.

Zhang Sutian menunjuk sebuah peristiwa sebelumnya ketika Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin mengirim sebuah tim untuk memeriksa Cadangan Biji-bijian Tiongkok untuk pertama kalinya pada Mei 2013. Segera setelah itu, 78 depot biji-bijian langsung berada di bawah Cadangan Biji-bijian Tiongkok di Provinsi Heilongjiang “terbakar.”

Cadangan biji-bijian Tiongkok adalah setara dengan sebuah utang macet yang sangat besar, di mana terlalu banyak kelompok kepentingan yang terlibat, kata Zhang Sutian.

Xue Chi percaya bahwa secara historis, bencana alam, pandemi, dan kelaparan telah sering terjalin, dan kali ini tidak terkecuali.

“Selain itu, karena kecurangan, penipuan, dan segala macam kekacauan yang dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok, krisis pangan di Tiongkok saat ini adalah salah satu yang terburuk dalam sejarah kontemporer Tiongkok. Begitu tirai gelap dirobek dan kebenaran terungkap, bencana akan di luar kendali,” kata Xue Chi. (Vv)

Mobil Brutal Nabrak Orang-orang di Kota Handan, Hebei, Tiongkok Menyebabkan 4 Orang Tewas dan 10 Terluka

0

Li Qingyi dan Chen Haiyue – NTD

Sebuah mobil secara brutal menabrak orang-orang di Kota Handan, Provinsi Hebei, Tiongkok, pada Minggu (20/3/2022) sore. Laporan resmi menyebutkan 4 orang tewas dan 10 lainnya luka-luka. Pengemudi mobil tersebut diduga membalas dendam kepada masyarakat.

Video rekaman menunjukkan bahwa sekitar Rabu pukul 16.40 waktu setempat pada 20 Maret, di sisi selatan Jalan Renmin dan Pintu Keluar Barat Jalan Fuhe di Kota Handan, Provinsi Hebei, sebuah mobil putih melaju kencang di jalur pejalan kaki dan menabrak kerumunan orang-orang,  menunggu lampu lalu lintas. Pada saat itu, kerumunan orang-orang berjatuhan.

Lebih dari pukul 9 malam itu, polisi setempat menginformasikan bahwa di antara 14 orang yang terluka di tempat kejadian, 4 orang tewas ketika dalam pertolongan. Sopir yang terlibat telah ditahan. Saat ini, penyebab kecelakaan masih dalam penyelidikan.

Seorang saksi mengunggah video dan menulis: “Tujuh orang tewas dan delapan belas terluka. Dikatakan mengemudi dalam keadaan mabuk.”

Beberapa netizen meninggalkan pesan yang mempertanyakan, “Minum dan mengemudi ke jalur pejalan kaki? Sungguh tidak bisa dipercaya.”

Beberapa netizen juga meninggalkan pesan, ini adalah “balas dendam pada masyarakat.” (hui)

Klaim Fase Pertama Selesai, Rusia Umumkan Giliran Menyerang Wilayah Ukraina Timur, Apakah awal untuk Mundur?

Liu Haiying dan Shang Jing – NTD

  • Pada Sabtu 26 Maret, Presiden Polandia Andrzej Duda menyambut kunjungan Presiden AS Joe Biden di Warsawa
  • Sehari sebelumnya, Moskow mengatakan “tujuan utama dari fase pertama operasi militer telah selesai” dan militer akan fokus pada Ukraina timur berikutnya, menyebabkan spekulasi di dunia luar

Pasukan Rusia telah menguasai sebuah kota di mana terdapat para pekerja dari pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl, kata gubernur wilayah Kyiv,  Oleksiy Kuleba, pada Sabtu 26 Maret.

Sementara itu, pertempuran jalanan meledak di pelabuhan Mariupol yang terkepung di Ukraina selatan.

Walikota Mariupol, Vadym Boichenko  mengatakan dia telah berdiskusi dengan duta besar Prancis untuk Ukraina bagaimana mengevakuasi warga sipil kota.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengatakan dia akan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin tentang bagaimana membantu 100.000 orang yang terperangkap di Mariupol. Rencana untuk mengevakuasi warga sipil juga melibatkan Yunani dan Turki.

Pada Jumat 25 Maret, Kementerian Pertahanan Rusia tiba-tiba mengumumkan bahwa “tujuan utama dari fase pertama operasi militer telah selesai” dan  “kekuatan tempur Ukraina telah sangat melemah”.  Tentara Rusia akan berkonsentrasi untuk menyerang wilayah Donbas. di Ukraina timur.

Sejauh ini, meskipun tentara Rusia telah maju di bagian selatan dan selatan Ukraina, mereka belum dapat merebut kota-kota penting di Ukraina, dan serangan terhadap ibukota Kyiv juga telah diblokir.

Reuters mengutip seorang diplomat senior di Moskow yang mengatakan, “Pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia adalah cara menyelamatkan muka dan mungkin menjadi awal untuk mengurangi operasi militer Rusia.” Namun demikian, tetap disarankan untuk mengamati situasi di lapangan sebelum membuat penilaian.

Sementara itu, Presiden AS Joe Biden mengadakan pertemuan dengan menteri luar negeri dan pertahanan Ukraina di Warsawa, Polandia, pada Sabtu untuk membahas dukungan internasional bagi Ukraina.

Biden juga akan bertemu dengan para pengungsi Ukraina dan pekerja bantuan yang  membantu para pengungsi. (hui)

Baju yang Baru Dibeli Jangan Langsung Dicuci, Begini Trik dari Bos Garmen Agar Bersih dan Tidak Luntur

0

Aboluowang

Jelang Hari Raya Idul Fitri, pasti banyak orang ingin membeli baju baru. Dan sering kali orang akan tidak sabar untuk memakai baju yang baru dibeli. Tetapi sebaiknya kita bisa menahan diri untuk tidak langsung memakainya. Mengapa ? Mari kita lihat bersama apa alasannya, termasuk cara terbaik dalam merawat pakaian yang baru dibeli.

1. Rendam : Rendam dengan air garam untuk mencegah perubahan warna

Pakaian yang baru kita beli itu sebenarnya tidak boleh langsung dipakai, apalagi untuk beberapa pakaian yang close-fitting atau ketat. Ketika pakaian-pakaian itu berada di rak pajangan, kita melihat bentuk penampilannya indah, bergaya, dan warna pakaiannya pun cerah. Namun, agar pakaian di rak pajangan tetap terlihat cerah dan bentuknya terjaga, seringkali pelaku usaha atau pabrik garmen akan menyemprotkan cairan kimia sejenis lem. Bahan kimia ini bisa berbahaya bagi tubuh manusia, terutama jika pakaian itu ketat atau menempel ke badan. Dimungkinkan bahan kimia itu masuk ke tubuh kita melalui pori-pori yang akhirnya menimbulkan gangguan kesehatan.

Apalagi jika pakaian itu berwarna gelap, pewarna pada pakaian akan mudah menempel di kulit jika kita memakainya tanpa dicuci terlebih dahulu. Pewarna itu mungkin saja buruk bagi kesehatan kita. Oleh karena itu, pakaian yang baru dibeli sebaiknya direndam terlebih dahulu dalam ember yang berair hangat, lalu diberi garam atau sabun dan dibiarkan selama lebih dari setengah jam. Terlalu cepat diangkat dari ember untuk dicuci kurang efektif dalam menghilangkan beberapa pewarna atau pun kotoran yang menempel di pakaian, tetapi terlalu lama juga tidak banyak pengaruhnya. Perhatikan suhu air yang digunakan untuk merendam supaya jangan terlalu tinggi biar tidak merusak kain pakaian, juga mencegah lunturnya warna. Setelah itu dibilas dengan air bersih.

2. Hindari mesin cuci, sebaiknya dicuci dengan tangan

Pakaian yang baru kita beli sebaiknya dicuci tersendiri dengan tangan, hindari dulu mesin cuci karena pakaian yang baru kita beli itu telah terkontaminasi banyak kotoran selama proses produksi, termasuk beberapa bahan kimia, jadi jika kita mencucinya bersama-sama dengan pakaian yang lain, maka kotoran atau bahan kimia akan menempel di pakaian lain.

Sebenarnya mesin cuci dapat menyebabkan kerusakan pada pakaian, terutama untuk pakaian musim panas. Lagi pula, tidak semua pakaian yang kita beli dapat dicuci dengan mesin cuci. Sedangkan mencuci dengan tangan mudah bagi kita untuk memeriksa apakah warna pakaian sudah mulai pudar atau ada masalah kualitas lainnya.

3. Hindari sinar matahari langsung

Banyak orang menjemur di bawah sinar matahari pakaian yang dibeli dan baru dicuci. Padahal, tidak semua pakaian cocok terhadap sinar matahari langsung. Misalnya, pakaian sutra dan baju renang tidak bisa terkena sinar matahari. Karena sutra itu ringan, lembut, merupakan bahan yang paling umum digunakan untuk pakaian musim panas, jika pakaian tenun sutra yang kita beli terkena sinar matahari langsung, warnanya lebih cepat memudar lagi pula cepat rapuh. Hindari sinar matahari langsung waktu menjemur pakaian yang terbuat dari tenun sutra, sebaiknya digantungkan di tempat yang sejuk.

Perlu diperhatikan juga agar tidak merendam pakaian bertenun sutra dengan air panas agar tidak merusak tekstur pakaian dan mempercepat pemudaran warnanya.

Khususnya pakaian putih yang baru kita beli jangan sampai dijemur di bawah sinar terik matahari usai dicuci, karena lebih cepat menguning akibat dari bahan campuran dalam sabun detergen. 

Kesimpulan : Pakaian yang baru dibeli perlu dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan, ada beberapa jenis pakaian yang tidak cocok dicuci dengan mesin cuci dan beberapa pakaian tidak dapat dijemur langsung di bawah sinar matahari. Perhatikan hal-hal ini agar pakaian yang kita beli bisa lama digunakan. (sin)

Long COVID: Sebuah Penjelasan dan Rangkuman Penelitian

Naseem S. Miller

Saat pandemi COVID-19 memasuki tahun ketiga, para peneliti sedang mempelajari lebih lanjut mengenai efek jangka panjang dari infeksi tersebut dan mengenai kumpulan gejala serta komplikasi yang biasa disebut long COVID.

Sesak napas, kelelahan dan “kabut otak” adalah gejala-gejala long COVID yang paling umum. Bagi sebagian orang, gejala-gejala ini menetap setelah terinfeksi Coronavirus. Bagi orang-orang yang lain, komplikasi-komplikasi baru muncul berminggu-minggu atau berbulan-bulan kemudian.

Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab, seperti berapa lama long COVID berlangsung, siapa yang lebih cenderung menderita long COVID dan mengapa. Dan masih belum ada konsensus di dalam masyarakat medis mengenai definisi, diagnosis, dan pengobatan long COVID.

“Saya pikir kita masih belum memahaminya dengan sempurna,” kata Dr. Amesh Adalja, seorang sarjana senior di Pusat Keamanan Kesehatan Universitas Johns Hopkins, yang penelitiannya berfokus pada penyakit menular yang muncul, kesiapsiagaan pandemi dan keamanan hayati.

Di bawah ini kami telah membahas beberapa pertanyaan penting mengenai long COVID dan merangkum beberapa penelitian yang dapat digunakan para jurnalis untuk mendukung pemberitaannya. Perlu diingat bahwa pengetahuan dan penelitian di bidang ini berkembang dengan pesat, dan kami akan memperbarui bagian ini secara berkala saat analisis-analisis baru terungkap.

Apa itu Long COVID?

Tidak ada definisi universal untuk long COVID.

Pusat Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit AS (CDC) mengatakan bahwa long COVID adalah berbagai masalah kesehatan fisik dan mental yang baru, yang kambuh, atau yang berkelanjutan yang dapat dialami orang-orang empat minggu atau lebih setelah pertama kali terinfeksi SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19.

Orang-orang dengan long COVID biasanya menderita kombinasi gejala, yang antara lain mencakup sesak napas, kelelahan, kesulitan berkonsentrasi atau berpikir (“kabut otak”), nyeri kepala, masalah-masalah tidur, pusing, ruam dan nyeri sendi atau nyeri otot. Beberapa orang yang menderita infeksi COVID-19 yang parah juga dapat menderita kondisi autoimun. Orang-orang lain mungkin mengalami komplikasi yang mempengaruhi jantung, paru-paru, ginjal atau kulit mereka.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memiliki pandangan yang lebih luas untuk gejala-gejala yang dapat dianggap gejala-gejala long COVID. Bukannya empat minggu menurut Pusat Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit, Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan long COVID terjadi “biasanya 3 bulan sejak awal COVID-19 dengan gejala yang berlangsung selama minimal 2 bulan dan tidak dapat dijelaskan dengan sebuah diagnosis alternatif.” Gejala-gejala ini mungkin telah bertahan sejak penyakit awal, hilang dan muncul kembali, atau menjadi penyakit baru.

Mulai Juli 2021, long COVID dapat dianggap sebagai suatu kelumpuhan di bawah Undang-Undang Penyandang Kelumpuhan Amerika Serikat, menurut Kementerian Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat.

Apakah Istilah “Long COVID” Adalah Istilah yang Tepat?

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menggunakan istilah umum “kondisi pasca-COVID.” CDC juga mencantumkan istilah lain yang digunakan untuk kondisi tersebut, termasuk long COVID, long-haul COVID, COVID-19 pasca-akut, COVID jangka panjang, COVID kronis, sindrom COVID pasca-akut.

Para ilmuwan menggunakan istilah umum sequala pasca-akut dari infeksi SARS-CoV-2, atau PASC. Long COVID berada di bawah istilah ini; begitu juga sindrom peradangan multisistem pada anak-anak (MIS-C) dan orang dewasa (MIS-A), yang merupakan suatu respons imun yang jarang tetapi parah terhadap infeksi COVID-19.

Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan, “Kondisi pasca COVID-19, juga dikenal sebagai ‘long COVID,’ mengacu secara kolektif pada kumpulan gejala jangka panjang yang dialami beberapa orang setelah mereka menderita COVID-19. Orang-orang yang mengalami kondisi pasca COVID-19 kadang menyebut dirinya sebagai ‘long-hauler.’”

Associated Press Stylebook menganjurkan “long-haul COVID-19” atau “long COVID-19.” “Kami tidak menggunakan istilah medis,” kata Associated Press Stylebook, yang mengacu pada sequala pasca-akut dari infeksi SARS-CoV-2. New York Times menggunakan istilah “long Covid.”

Apa Perbedaan Antara Long COVID dengan Sindrom Pasca Unit Perawatan Intensif?

Pasien yang menghabiskan waktu di Unit Perawatan Intensif dapat mengembangkan post-intensive care syndrome (PICS) atau sindrom pasca perawatan intensif, yang dapat mencakup kelemahan yang parah, masalah dengan pemikiran dan penilaian serta post-traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pasca-trauma, menurut CDC. Sindrom pasca perawatan intensif adalah sebuah diagnosis medis yang mapan yang sudah ada jauh sebelum COVID-19.

“Adalah sangat penting untuk memisahkan long COVID panjang dari kondisi-kondisi seperti sindrom pasca perawatan intensif, karena siapa pun yang dirawat di unit perawatan intensif dengan menggunakan sebuah ventilator tidak akan pulih [dengan cepat],” kata Dr. Amesh Adalja.

Bagian penelitian saat ini difokuskan pada membedakan kondisi yang hanya hasil dari infeksi COVID-19 dari orang-orang yang dihasilkan dari rawat inap di rumah sakit dan perawatan lain untuk penyakit yang parah akibat infeksi tersebut.

“Beberapa gejala yang dapat terjadi setelah dirawat di rumah sakit adalah mirip dengan beberapa gejala yang mungkin dialami oleh orang-orang yang awalnya menderita gejala ringan atau tanpa gejala selama beberapa minggu setelah COVID-19,” menurut CDC. 

“Mungkin sulit untuk mengetahui  apakah gejala-gejala itu disebabkan oleh efek rawat inap di rumah sakit, efek virus jangka panjang, atau kombinasi keduanya.”

Siapa yang Menderita Long COVID?

Long COVID dapat terjadi pada orang-orang yang sedang sakit berat, sedang sakit ringan atau tidak memiliki gejala.

“Sementara pasien yang berusia lebih tua dan pasien yang memiliki kondisi kesehatan yang mendasarinya mungkin memiliki peningkatan risiko penyakit yang parah, orang-orang muda, termasuk orang-orang yang sehat secara fisik sebelum infeksi SARS-CoV-2, juga telah melaporkan gejala yang berlangsung beberapa bulan setelah penyakit akut,” menurut CDC.

Pada September 2021, Institut Kesehatan Nasional mengumumkan pembentukan penelitian nasional untuk “memahami bagaimana orang-orang pulih dari COVID-19 dan mengapa beberapa orang tidak pulih sepenuhnya setelah infeksi  virus tersebut yang tampaknya telah sembuh.” 

Penelitian ini disebut Meneliti COVID untuk Meningkatkan Inisiatif Pemulihan, atau RECOVER Initiative. Proyek tersebut, yang akan mencakup beberapa universitas dan rumah sakit, masih dalam tahap awal dan belum mendaftarkan pasien-pasien.

Seberapa Umum Long COVID?

Kami belum tahu, terutama karena kurangnya penelitian jangka panjang. Perkiraan long COVID sangat bervariasi dalam literatur saat ini, mulai dari 5% hingga 80%, menurut CDC.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, sekitar 10% hingga 20% orang mengalami “efek jangka menengah dan efek jangka panjang” COVID-19 setelah mereka pulih dari penyakit awal.

Menurut Kantor Statistik Nasional Inggris, diperkirakan 1,3 juta orang, atau 2,1% populasi, melaporkan sendiri menderita long COVID. Perkiraan tersebut berdasarkan survei terhadap 305.997 orang selama periode empat minggu yang berakhir pada 2 Januari 2022.

Organisasi Kesehatan Dunia telah mengembangkan kode-kode medis untuk long COVID, yang dapat membantu dokumentasi dan pengawasan kondisi di seluruh dunia.

Long COVID juga dapat terjadi pada anak-anak, tetapi tampaknya lebih jarang dibandingkan orang dewasa. Long COVID juga lebih sering dilaporkan terjadi pada wanita, tetapi para peneliti tidak tahu alasannya.

Bagaimana Diagnosis Long COVID Ditegakkan?

Menegakkan diagnosis long COVID adalah tidak sederhana. Tidak ada uji laboratorium yang dapat secara pasti membedakan long COVID saat ini. Dalam panduannya untuk para dokter, CDC menganjurkan sebuah daftar uji untuk mengevaluasi orang- -orang yang menderita long COVID.

Beberapa pasien yang mengembangkan long COVID lama mungkin tidak pernah memiliki sebuah uji positif untuk infeksi tersebut atau mungkin pernah menerima sebuah uji negatif karena berkurangnya kadar antibodi atau hasil negatif palsu, demikian CDC menjelaskan.

Dr. Amesh Adalja mengatakan ia pertama kali mengesampingkan sindrom pasca perawatan intensif dan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya yang mungkin tidak terdiagnosis. Ia kemudian melihat apakah gejala pasien yang menetap mengganggu aktivitas sehari-hari si pasien. Sebuah contoh adalah seseorang yang dulu mampu naik tangga tetapi sekarang menjadi terengah-engah setelah beberapa langkah. Ia menambahkan bahwa ia tidak menganggap batuk kronis sebagai satu gejala long COVID, karena terjadi setelah banyak infeksi virus dan dapat bertahan selama berminggu-minggu.

“Dan kemudian anda pada akhirnya mendapatkan sebuah diagnosis pengecualian: Tidak, mereka tidak dirawat di Unit Perawatan Intensif. Ya, hal ini [membatasi aktivitas-aktivitas sehari-hari]. Dan tidak, hal ini bukan sesuatu yang disebabkan oleh penyakit lain yang mungkin ada. Dan kemudian anda kembali didiagnosis menderita long COVID,” kata Dr. Amesh Adalja.

CDC mencatat bahwa para dokter tidak boleh hanya mengandalkan hasil laboratorium atau pencitraan untuk menilai pasien-pasien.

“Kurangnya kelainan-kelainan laboratorium atau pencitraan tidak membatalkan keberadaan, keparahan, atau pentingnya gejala-gejala atau kondisi-kondisi pasien,” kata Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.

Bagaimana Perawatan Long COVID?

Tidak ada pengobatan tunggal atau obat tunggal untuk long COVID, karena long COVID bukan hanya satu penyakit. Banyak kondisi pasca-COVID dapat membaik melalui pendekatan-

pendekatan mapan yang menatalaksana gejala-gejala, menurut CDC. Misalnya, latihan pernapasan dapat memperbaiki sesak napas.

Di seluruh Amerika Serikat, rumah sakit dan pusat-pusat kesehatan mendirikan klinik untuk para pasien yang menderita long COVID, menyatukan spesialisasi yang berbeda-beda untuk mengatasi kebutuhan pasien. Setidaknya 66 rumah sakit dan sistem kesehatan memiliki klinik pasca-COVID-19, menurut Becker’s Hospital Review.

Banyak kondisi pasca-COVID juga dapat ditatalaksana oleh penyedia perawatan primer, menurut CDC.

“Pada akhirnya, tidak akan menjadi sesuatu yang akan disetujui untuk ‘minum pil ini dan long COVID yang anda derita akan hilang,’” kata Dr. Amesh Adalja. 

“Dan saya pikir sampai kami memahami apa yang terjadi pada para pasien itu, akan lebih seperti obat presisi dari satu ukuran cocok untuk semua.

Bagaimana Long COVID Dapat Dicegah?

Lakukan yang terbaik untuk tidak terkena COVID, kata Dr. Amesh Adalja.

Penelitian juga menunjukkan bahwa orang-orang yang sudah divaksinasi cenderung tidak menderita long COVID.

Sebuah pengarahan oleh Badan Keamanan Kesehatan Inggris, yang diterbitkan pada Februari 2022, meneliti 15 penelitian yang melaporkan efektivitas vaksin terhadap long COVID. Pengarahan tersebut menemukan bahwa orang-orang yang sudah divaksinasi lengkap terhadap COVID-19 memiliki risiko lebih rendah untuk menderita long COVID dibandingkan dengan orang-orang yang sudah divaksinasi sebagian atau tidak divaksinasi.

Bagaimana Dibandingkan dengan Penyakit Infeksi Lainnya?

COVID-19 bukanlah penyakit menular pertama yang memiliki efek-efek berkepanjangan.

Setelah flu tahun 1918, beberapa orang mengalami gejala long-haul flu yang disebut Ensefalitis Von Economo, yang oleh mendiang Dr. Oliver Sacks, seorang dokter dan penulis terkenal kemudian menulis mengenai hal ini di dalam bukunya berjudul “Kebangkitan,” yang menjadi sebuah film dengan judul yang sama, kata Dr. Amesh Adalja.

Penyakit lain yang dapat memiliki efek berlama-lama termasuk mononukleosis, atau mono, dan penyakit Lyme. (Vv)

Naseem S. Miller bergabung dengan The Journalist’s Resource pada tahun 2021 setelah bekerja sebagai reporter kesehatan di surat kabar dan publikasi perdagangan medis, yang mencakup berbagai topik mulai dari perawatan kesehatan pemasyarakatan hingga uji klinis. Dia memiliki gelar sarjana di bidang molekuler dan mikrobiologi dan gelar master dalam jurnalisme multimedia

IIF : Terjadi Arus Keluar Modal Jumlah Besar dari Daratan Tiongkok Setelah Pecah Perang Rusia – Ukraina

 oleh Xiao Jing

Menurut data deret waktu yang dikumpulkan oleh data frekuensi tinggi (High-frequency data), bahwa invasi Rusia ke Ukraina telah memicu money outflow jumlah besar dari daratan Tiongkok yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan para investor di daratan Tiongkok mengalami penurunan drastis di tengah konflik geopolitik dan ketidakpastian

Analis dari Institute of International Finance (IIF) setelah mengumpulkan data harian mengatakan, telah terjadi pergeseran arus modal yang “sangat tidak normal” di pasar negara berkembang di seluruh dunia pada akhir bulan Februari tahun ini. Banyak investor di daratan Tiongkok menarik diri dari pasar.

“Skala dan intensitas keluarnya modal dari daratan Tiongkok sangat luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya, terutama karena kita tidak melihat ada arus keluar serupa yang terjadi pada pasar negara berkembang lainnya”, kata Robin Brooks, seorang kepala ekonom di IIF.

Dalam laporan yang ditulis oleh Robin Brooks bersama rekannya pada 24 Maret disebutkan : Arus keluar modal secara besar-besaran dari pasar di Tiongkok ini justru terjadi bertepatan dengan di saat-saat Rusia melakukan invasi ke Ukraina. Hal ini menunjukkan bahwa investor asing mungkin menggunakan pandangan lain untuk melihat Tiongkok. Namun demikian, terlalu dini bagi kami untuk menarik kesimpulan pasti tentang apa alasan sebenarnya.

Para ekonom mengatakan bahwa Rusia mungkin akan melihat keuntungan finansialnya yang dapat diperoleh selama lebih dari satu dekade, menguap akibat sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, ditambah lagi dengan perusahaan-perusahaan asing yang terpaksa memutuskan hubungannya dengan Rusia.

Analisis IIF sebelumnya menyebutkan bahwa, pertumbuhan ekonomi Rusia tahun ini (2022)dihadapkan pada kontraksi sekitar 15% akibat sanksi dari banyak negara gara-gara invasi ke Ukraina. Kontraksi ekonomi bisa mencapai 2 kali lebih dalam dari resesi Rusia selama krisis keuangan global.

Meskipun IIF tidak mengharapkan resesi menyebar luas di pasar negara berkembang, tetapi efek limpahan perang tidak dipungkiri telah membuat para pengamat pasar di Tiongkok khawatir.

Bloomberg mengutip 1 set data resmi yang menunjukkan bahwa bulan lalu, investor asing telah menjual obligasi pemerintah Tiongkok senilai USD. 5,5 miliar. Ini tercatat sebagai arus keluar modal bulanan terbesar yang terjadi di Tiongkok. Pengamat pasar keuangan menduga  bahwa Moskow mungkin menjual oblogasi pemerintah Tiongkok untuk mengumpulkan dana karena cadangan devisa bank sentral Rusia yang disimpan dalam euro dan dolar AS telah dibekukan oleh sanksi.

Beberapa pihak khawatir bahwa kemungkinan sikap Tiongkok yang pro-Rusia dapat memicu babak baru sanksi Barat terhadap Moskow.

Pada 11 Maret, SEC (Securities and Exchange Commission), atau Komisi Sekuritas dan Bursa AS mewajibkan 5 perusahaan daratan Tiongkok yang go-public di AS untuk segera menyerahkan laporan hasil audit kepada regulator tepat waktu, jika tidak, maka regulator akan memaksa penghentian transaksi di bursa efek AS. Berita tersebut telah memicu para investor di AS dan Hongkong untuk menjual seluruh saham perusahaan Tiongkok yang bersangkutan.

Beijing selain tidak menggunakan pengaruhnya terhadap Moskow untuk mendorong percepatan gencatan senjata, sebaliknya, menolak untuk mengutuk agresi Rusia, menolak untuk menjatuhkan sanksi apa pun terhadap Rusia, bahkan berjanji untuk membangun hubungan perdagangan yang normal dengan Moskow dan secara aktif melepaskan retorika pro-Rusia di dalam negeri. Meskipun Beijing telah berulang kali mengklaim bahwa PKT bersikap “menjaga netralitas”.

“Tiongkok tidak boleh memberikan dukungan ekonomi atau militer kepada Rusia guna keperluan invasi”, kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg dalam konferensi pers pada 24 Maret. Sehari sebelumnya, Jens menuduh Beijing secara terang-terangan menyebarkan kebohongan dan informasi yang salah.

Pada hari yang sama, Gedung Putih memperingatkan Beijing untuk tidak menggunakan peluang bisnis yang diciptakan oleh sanksi untuk memberikan bantuan ekonomi kepada Rusia. Sebelumnya, duta besar Tiongkok untuk Rusia, Zhang Hanhui mendesak pengusaha Tiongkok di Moskow untuk tidak menyia-nyiakan waktu dan segera mengisi kesenjangan yang timbul dalam ekonomi Rusia.

Presiden AS Joe Biden memperingatkan Xi Jinping pekan lalu tentang adanya konsekuensi jika Beijing memberikan bantuan material kepada Rusia selama konflik.

“Pada tahap ini, terlalu dini untuk berpendapat apakah perang mendorong arus keluar modal besar-besaran dari daratan Tiongkok, atau karena ada faktor lainnya”, kata Robin Brooks. Penyebaran gelombang baru virus komunis Tiongkok (COVID-19) di daratan Tiongkok serta tindakan keras yang diterapkan regulasi di Beijing, semua ini telah menimbulkan kekhawatiran dan kepanikan di kalangan investor. (sin)

[Kolom Karikatur] AS Menetapkan Pemerintah Junta Militer Myanmar Sebagai Pelaku Genosida

oleh Radio Free Asia (RFA)

Pada 21 Maret 2022, pemerintah Amerika Serikat secara resmi menetapkan pemerintah junta militer Myanmar sebagai pelaku genosido atas kekejamannya terhadap kelompok etnis Rohingya