Paus Fransiskus Tegaskan Pembelaannya Terhadap Rohingya di Myanmar

Epochtimes.id- Paus Fransiskus pada Sabtu lalu mengunkapkan strateginya untuk menghindari istilah “Rohingya” saat di Myanmar. Namun demikian dia yakin telah menyampaikan pesannya kepada pimpinan sipil dan militer Myanmar tanpa menutup dialog.

Berbicara kepada wartawan di atas pesawat saat kembali ke Roma dari Bangladesh, Paus mengisyaratkan telah bersikap tegas terhadap para pemimpin militer Birma dalam pertemuan pribadi mengenai kebutuhan mereka untuk menghormati hak-hak pengungsi Rohingya.

Paus mengungkapkan dirinya menangis saat bertemu dengan sekelompok pengungsi Rohingya di Bangladesh, di mana dia membela hak-hak mereka dengan menyebutkan nama Rohingya dalam sebuah pertemuan emosional.

“Bagi saya, yang terpenting adalah pesan itu tersampaikan, untuk mencoba mengatakan satu langkah sekaligus dan mendengarkan tanggapannya,” katanya.

“Saya tahu bahwa jika dalam pidato resmi saya akan menggunakan kata itu (Rohingya), mereka akan menutup pintu dialog di hadapan kita. Tapi (di depan umum) saya menggambarkan situasi, hak, mengatakan bahwa tidak ada yang harus disingkirkan, (hak untuk) kewarganegaraan, jadi memungkinkan diri saya melangkah lebih jauh dalam pertemuan pribadi,” katanya.

Francis tidak menggunakan kata Rohingya di depan publik saat melakukan perjalanan pertama kalinya di Myanmar.

Warga Myamar tak mengenal istilah Rohingya yang kebanyakan Muslim. Mereka menyebut sebagai kelompok etnis dengan identitasnya sendiri dan imigran gelap dari Bangladesh.

Otoritas Gereja Katolik Roma menyampaikan kepada Paus agar tidak mengakan “Rohingya” karena dapat memicu reaksi balik terhadap orang Kristen dan kelompok minoritas lainnya.

Paus bertemu dengan pemimpin militer Burma secara empat mata pada Senin, tak lama setelah kedatangannya di kota terbesar di negara itu, Yangon.

Eksodus warga Rohingya ke Bangladesh mencapai sekitar 625.000 jiwa sebagai akibat tindakan keras militer Myanmar untuk menanggapi serangan sekelompok militan Rohingya di sebuah pangkalan militer dan pos polisi pada 25 Agustus lalu.

Pengungsi mengatakan bahwa sejumlah desa Rohingya terbakar habis, orang-orang terbunuh dan para wanita diperkosa. Militer Myanmar membantah terjadinya genosida seperti dituduhkan Amerika Serikat dan PBB.

Ketika ditanya apakah dia menggunakan kata Rohingya saat pertemuan pribadi dengan pemimpin militer, paus mengatakan: “Saya menggunakan kata-kata untuk menyampaikan pesan dan ketika saya melihat pesannya telah sampai, saya berani mengatakan semua yang saya inginkan.”

Dia kemudian memberi sebuah senyuman kepada reporter dan mengakhiri jawabannya dengan kalimat Latin “Intelligenti Pauca,” yang berarti “Sedikit kata-kata cukup untuk mereka yang mengerti,” dengan kuat mengisyaratkan bahwa dia telah menggunakan kata-kata yang dibenci militer saat pertemuan pribadi.

Kelompok HAM mengkritik pemimpin sipil de facto di negara itu, Aung San Suu Kyi, seorang pemenang Hadiah Nobel Perdamaian yang berada dalam tahanan rumah selama 15 tahun sebelum pemilihan 2015, karena tidak bersikap menentang terhadap Militer Myanmar.

Tapi Francis, yang bertemu dengannya secara pribadi pada Selasa lalu dengan menjawab keraguan karena hubungan Su Kyi yang rumit dengan para jenderal yang pernah menjadi sipir penjara.

“Myanmar adalah negara yang tumbuh secara politis, dalam masa transisi,” kata Francis menanggapi sebuah pertanyaan tentang Suu Kyi dan demokrasi baru di Burma.

“Jadi hal harus dilihat melalui lensa ini. Myanmar harus bisa menantikan pembangunan negara ini.”

Pertemuan selanjutnya pada Jumat (1/12/2017) di ibu kota Bangladesh, Dhaka, Francis mengadakan pertemuan dengan pengungsi Muslim Rohingya. Pada pertemuan itu Paus menggunakan kata Rohingya untuk pertama kalinya dalam perjalanan tersebut.

Dia mengatakan kepada ribuan orang bahwa Rohingya adalah kehadiran Tuhan di dalam diri mereka dan mereka harus dihormati.

“Saya menangis dan mencoba menyembunyikannya,” kata Francis di pesawat, menceritakan bagaimana perasaannya saat para pengungsi menceritakan cobaan berat kepadanya. (asr)

Sumber : Reuters/Philip Pullella