Ibu Paruh Baya di Tiongkok Gendong Putra Remaja yang Lumpuh Pergi Sekolah

EpochTimesId – Liburan musim dingin telah berakhir pada 27 Februari 2018. SMA Donglan County, Guangxi memulai kembali pelajaran. Hari ini ibu bertubuh kurus bernama Huang Miexian kembali muncul di tangga menuju kelas di lantai dua.

Dia datang untuk menggendong putranya, Huang Bihua pergi sekolah. Kedua kaki anaknya lumpuh sejak kecil. Setelah mendudukkan putranya di atas bangku, Huang Miexian pun berbalik meninggalkan kelas.

Setiap hari sang Ibu menggendong putranya itu pergi dan pulang dari SMA yang terletak di pegunungan. Dia harus bolak-balik ke sekolah sekitar enam kali sehari.

Kebiasaan itu dilakukan dari hari ke hari, bulan ke bulan dan tahun ke tahun. Dia tidak peduli cuaca panas maupun hujan.

Menurut laporan media daratan, putra Huang Miexian yang lumpuh itu kini berusia 17 tahun. Seperti orang-orang sekampung yang tinggal di daerah pegunungan, keluarga Huang Bihua juga miskin dan hidupnya sangat sulit.

Pada saat ia masih duduk di kelas dua sekolah dasar Huang Bihua merasakan kakinya berat dan sulit diangkat. Kelainan itu berlanjut sampai akhirnya dia kehilangan rasa pada kedua kakinya.

Ayahnya membawanya ke beberapa rumah sakit, namun dokter hanya mampu menggelengkan kepala. Mereka mengatakan bahwa kakinya yang lumpuh itu sulit bisa pulih kembali.

Sejak itu Huang Bihua sudah tidak mampu pergi dan pulang sekolah sendirian. Setiap hari hanya berbaring di atas ranjang dan tidak berbicara dengan siapapun.

Keluarganya miskin, kesehatan ayah Huang Bihua juga buruk. Kini ditambah lagi dengan anaknya yang lumpuh, menyebabkan tekanan berat pada pasangan itu. Mereka sering diam-diam menyeka air mata dan berpikir bagaimana kelak anaknya bisa hidup jika kedua orangtua telah tiada.

Oleh karena itu mereka berharap, dengan membantu anaknya menimba ilmu pengetahuan, maka jalan keluar terbuka bagi anaknya yang lumpuh. Dan Huang Bihua pun mematuhi nasihat orang tuanya.

Setelah 3 tahun putus sekolah, Huang Bihua kembali duduk di bangku sebuah sekolah dasar di kampung yang berbeda sejak tahun 2011. Untuk memudahkan antar jemput, pasangan Huang Miexian meninggalkan rumah dan mencari pondokan di samping pabrik batu bata tempat mereka bekerja, letak pabrik tidak jauh dari sekolahan.

Pasangan itu secara bergantian membawa anak mereka ke sekolah setiap pagi, lalu berangkat bekerja. Setelah jam sekolah usai, salah satu dari mereka datang untuk menjemput pulang Huang Bihua.

Bekerja di pabrik batu bata melelahkan. Huang Bihua kepada Xinhua net mengatakan, “Satu buah batu bata semen berberat 50 pon, setelah selesai, batu bata itu disusun dalam tumpukan.”
“Setelah itu dilakukan upah baru bisa dihitung. Sehari paling-paling hanya bisa menghasilkan upah 20-30 Yuan. Agar saya bisa sekolah, mereka bersikeras untuk tinggal di pabrik batu bata,” tuturnya.

Pada saat itu, ayah Huang menderita penyakit sirosis hati. Dia sering memegang dadanya tanpa berkata-kata.

Pada tahun 2012, kakak sulung Huang Bihua diterima kuliah di perguruan tinggi. Ini seharusnya adalah hal yang membahagiakan, tetapi tidak begitu bagi keluarga miskin ini.

Tahun 2014, Huang Bihua naik ke kelas sekolah menengah. Agar bisa terus menyekolahkan Bihua, orangtua kembali membawa keluarga pindah ke rumah sewaan yang sederhana dan kecil di dekat sekolahan.

Saat itu, ayah Bihua sudah tak kuat lagi untuk bekerja mencari nafkah kecuali menggendong putranya pulang pergi sekolah. Ibunya bekerja serabutan dikampung dekat lokasi pertanian.

Di saat Bihua duduk di kelas 3 SMP, ayahnya meninggal dunia akibat penyakit kanker hati yang dideritanya.

Dengan meninggalnya sang ayah, Huang Miexian yang badannya kurus terpaksa sendirian menanggung beban hidup. Dia menggendong putranya pulang pergi ke sekolah.

Untuk bertahan hidup, Hua Miexian sering memungut botol-botol plastik bekas kemasan air minum. Terkadang, dia memungut beberapa barang kebutuhan sehari-hari yang masih bisa dipakai.

Tahun 2017, Huang Bihua menyelesaikan ujian SMP dengan hasil yang bagus. Nilai rapornya sangat menunjang sehingga dia diterima di SMA terbaik di kotanya.

Namun, karena masalah jarak mobilitas dan biaya besar Bihua terpaksa memutuskan untuk tidak melanjutkan studi di Kota. Dia akhirnya memutuskan melanjutkan SMA di desa.

Huang Miexian pernah berkata, anaknya sudah dewasa, entah berapa lama dia masih mampu menggendong Bihua bepergian. “Tapi, jika dia bisa diterima kuliah, saya akan berusaha untuk menggendongnya.” (ET/Sinatra/waa)