Bab II – Awal Komunisme Eropa (Bagaimana Roh Jahat Komunisme Menguasai Dunia Kita)

Oleh Tim Editorial “Sembilan Komentar Mengenai Partai Komunis”

7 Juni 2018 Diperbarui: 15 Maret 2019

The Epoch Times menerbitkan serial khusus terjemahan dari buku baru Berbahasa Tionghoa berjudul Bagaimana Roh Jahat Komunisme  Menguasai Dunia Kita, oleh tim editorial Sembilan Komentar Mengenai Partai Komunis.

Daftar Isi

Pengantar

1. Karya Iblis Karl Marx

2. Konteks Sejarah Marxisme

3. Revolusi Perancis

4. Debut Komunisme di Paris

5. Eropa Pertama, Kemudian Dunia

Daftar Pustaka

Pengantar

Banyak ramalan yang dinubuatkan dalam agama-agama ortodoks telah terjadi, demikian pula prediksi yang dibuat oleh Nostradamus dan ramalan yang diturunkan dalam budaya di seluruh dunia, dari Peru hingga Korea. Secara mengejutkan ada teks-teks nubuat yang akurat sepanjang sejarah Tiongkok, dari dinasti Han hingga dinasti Ming. [1]

Nubuat-nubuat ini memberitahu kita mengenai kebenaran penting bahwa sejarah bukanlah proses yang kebetulan, tetapi merupakan sebuah drama di mana urutan peristiwa besar telah ditetapkan sebelumnya. Di akhir zaman, yang juga dapat menjadi awal dari siklus sejarah baru, semua agama di dunia sedang menunggu satu hal: kedatangan Sang Pencipta di dunia manusia.

Semua drama memiliki klimaks. Meskipun iblis telah membuat pengaturan untuk menghancurkan umat manusia, Pencipta yang mahakuasa memiliki cara-Nya untuk membangkitkan umat dunia, membantu manusia melepaskan diri dari ikatan iblis, dan menawarkan keselamatan kepada manusia. Berlangsung hingga hari ini, di zaman terakhir sebelum kemunculan Sang Pencipta, adalah pertempuran pamungkas antara yang baik dan yang jahat.

Agama-agama ortodoks di seluruh dunia telah menubuatkan bahwa di era kembalinya Sang Pencipta ke dunia manusia, dunia manusia akan dipenuhi dengan setan, kekejian, dan peristiwa yang tak menyenangkan saat umat manusia kehilangan kendali moralnya. Inilah dunia saat ini.

Keadaan degenerasi yang kita hadapi saat ini sudah lama dalam pembuatan, yang dimulai ratusan tahun yang lalu, dengan munculnya kekuatan pendorong intinya: ateisme dan tipu daya kemanusiaan. Adalah Karl Marx yang menciptakan ideologi untuk mencakup penipuan dalam semua permutasi (perubahan urutan), dan adalah Vladimir Lenin yang menempatkan teori tersebut dalam praktik brutal.

Namun, Karl Marx bukan seorang ateis. Karl Marx mengikuti kultus iblis, dan menjadi iblis yang misinya adalah mencegah manusia untuk mengenali Sang Pencipta di akhir jaman.

1. Karya iblis Karl Marx

Sepanjang hidupnya, Karl Marx menerbitkan banyak buku, yang paling terkenal adalah Manifesto Komunis pada tahun 1848 dan tiga jilid Das Kapital, diterbitkan antara tahun 1867 dan 1894. Karya-karya ini membentuk dasar teoritis bagi gerakan komunis.

Yang kurang dikenal secara luas adalah bahwa selama hidupnya, Karl Marx menyerahkan jiwanya kepada iblis dan menjadi agen iblis di dunia manusia.

Di masa mudanya, Karl Marx adalah seorang Kristen yang taat. Ia adalah seorang yang sangat percaya pada Tuhan sebelum diliputi oleh transformasi iblisnya.

Dalam puisi awalnya, “Doa Seseorang dalam Keputusasaan,” Karl Marx menulis mengenai niatnya untuk membalas dendam kepada Tuhan:

Jadi Tuhan telah merebut semua milikku
Dalam kutukan dan takdir yang menyiksa.
Semua dunia Tuhan  tidak dapat diingat lagi!
Tiada yang lain, hanya balas dendam yang tersisa untukku!

Pada diriku sendiri, aku akan membalas dendam dengan bangga,
Pada makhluk itu, Tuhan yang bertakhta itu,
Jadikan kekuatanku tambal sulam dari yang lemah,
Tinggalkan diriku yang lebih baik tanpa imbalan!

Aku akan membangun singgasanaku sendiri yang tinggi,
Dingin, luar biasa akan mencapai puncaknya.
Karena bentengnya — ketakutan takhayul,
Untuk Pemimpinnya — penderitaan paling pekat. [2]

Menulis kepada ayahnya, Karl Marx menggambarkan perubahan yang ia alami: “Sebuah tirai telah jatuh, tempat suciku yang terkoyak terkoyak, dan dewa-dewi baru harus ditempatkan di tempat mereka… Kerusuhan yang sebenarnya telah menguasaiku dan aku tidak akan dapat menenangkan roh-roh yang bersemangat sampai aku berada di hadapan anda yang terkasih.”[3]

Dalam puisinya “Perawan yang Pucat,” Karl Marx menulis:

Jadi aku telah menghilangkan surga, aku tahu betul.
Jiwaku, begitu setia kepada Tuhan, dipilih untuk neraka. [4]

Keluarga Karl Marx secara jelas melihat perubahan dalam dirinya. Pada tanggal 2 Maret 1837, ayahnya menulis kepadanya: “Kemajuanmu, harapan terkasih untuk melihat namamu suatu hari dengan reputasi yang hebat, dan kesejahteraan duniawimu bukanlah satu-satunya keinginan hatiku. Ini adalah ilusi yang sudah lama kumiliki, tetapi aku dapat meyakinkanmu bahwa pemenuhannya tidak akan membuatku bahagia. Hanya jika hatimu tetap murni dan berdetak secara manusiawi dan jika tidak ada iblis yang mampu mengasingkan hatimu dari perasaan yang lebih baik, hanya dengan demikian aku akan bahagia.”[5]

Salah seorang anak perempuan Karl Marx menulis bahwa ketika ia masih muda, Karl Marx bercerita mengenai dongeng kepadanya dan banyak saudara perempuannya. Favoritnya adalah kisah Hans Röckle yang berkelok-kelok, seorang penyihir yang selalu kekurangan uang dan tidak punya pilihan selain menjual boneka-bonekanya yang indah kepada iblis.[6]

Apa yang dijual Karl Marx kepada iblis dengan imbalan kesuksesannya adalah jiwanya sendiri. Menggambarkan dirinya dalam “The Fiddler,” Karl Marx menulis:

Bagaimana! Aku terjun, terjun tanpa gagal
Pedang hitam darahku masuk ke dalam jiwamu.
Seni yang tidak diinginkan maupun tidak diketahui oleh Tuhan,
Yang melompat ke dalam otak dari kabut hitam Neraka.
Hingga hati tersihir, hingga indra melayang:
Aku telah mencapai kesepakatan dengan Setan.
Setan menulis tanda-tanda, mengalahkan waktu untukku,
Aku memainkan pawai kematian dengan cepat dan gratis.[7]

Dalam biografi Karl Marx, penulis Robert Payne menulis bahwa kisah-kisah yang diceritakan Karl Marx dapat dianggap sebagai kiasan bagi kehidupannya sendiri dan bahwa ia tampaknya secara sadar bertindak atas nama iblis. [8]

Jiwa Karl Marx berubah menjadi jahat. Dalam kemarahannya terhadap Allah, ia bergabung dengan kultus iblis. Filsuf politik Amerika Serikat Eric Voegelin menulis: “Karl Marx tahu bahwa ia adalah dewa yang menciptakan dunia, ia tidak ingin menjadi makhluk. Ia tidak ingin melihat dunia dalam perspektif keberadaan makhluk. … Ia ingin melihat dunia dari titik yang saling bertentangan, yaitu dari posisi Tuhan. ”[9]

Dalam puisinya “Kebanggaan Manusia,” Karl Marx menyatakan keinginannya untuk melepaskan diri dari para dewa dan berdiri sejajar bersama mereka:

Lalu tantangan yang kulempar
Mencemooh di wajah Dunia yang terbuka lebar.
Menyusuri She-Dwarf raksasa, merintih,
Terjun, tidak dapat menghancurkan kebahagiaanku.
Seperti kepada Tuhan aku berani
Melalui dunia yang hancur dalam kemenangan berkeliaran.
Setiap kata adalah Perbuatan dan Api,
Dan dadaku seperti milik Sang Pencipta. [10]

Karl Marx secara aktif memberontak melawan yang Ilahi. Ia menulis, “Aku ingin membalas dendam pada Yang Berkuasa dari atas,” dan, “Gagasan mengenai Tuhan adalah inti dari peradaban yang sesat, yang harus dihancurkan.”[11]

Segera setelah Karl Marx meninggal, pembantu rumah tangganya Helene Demuth berkomentar, “Ia adalah orang yang takut akan Tuhan. Ketika sakit parah, ia berdoa sendirian di kamarnya di depan sebaris lilin menyala, mengikat semacam pita pengukur di dahinya.”[12]

Doa Karl Marx, seperti yang telah dikatakan oleh para sarjana, bukanlah doa Kristen atau Yahudi, namun Karl Marx yang sesungguhnya bukanlah seorang ateis.

Sepanjang sejarah manusia, orang bijak agung mengajarkan makhluk hidup cara menuju pencerahan dan meletakkan dasar peradaban dunia. Yesus Kristus membangun fondasi peradaban Kristen, dan kebijaksanaan Lao Zi adalah fondasi dari Taoisme, pilar utama dari filsafat Tiongkok. Di India kuno, ajaran Shakyamuni mengarah ke agama Buddha. Asal usul kebijaksanaan mereka adalah keajaiban. Yesus Kristus sebenarnya buta huruf. Sementara orang bijak lain mungkin telah membaca dengan baik, mereka memperoleh wawasan mereka dari pencerahan dalam kultivasi, bukan dari studi biasa.

Teori-teori Karl Marx merujuk karya intelektual sebelumnya, tetapi pada akhirnya berasal dari hantu jahat. Karl Marx menulis dalam puisi “On Hegel”:

Karena aku telah menemukan yang Tertinggi dan Terdalam juga,
Kasar aku sebagai Dewa, terbungkus oleh kegelapan seperti Dewa. [13]

Dengan pengaturan iblis, Karl Marx memasuki dunia manusia dan mendirikan kultus komunisme untuk merusak moralitas manusia, dengan maksud agar umat manusia akan menyembah berhala dan menghukum diri mereka sendiri ke siksaan abadi di Neraka.

2. Konteks Sejarah Marxisme

Untuk menyebarkan Marxisme, roh jahat meletakkan berbagai dasar intelektual dan sosial. Kami akan membahas dua komponen ini yang berfungsi sebagai konteks untuk kebangkitan komunisme.

Para ahli percaya bahwa teori Karl Marx sangat dipengaruhi oleh Hegel dan Ludwig Feuerbach. Ludwig Feuerbach adalah penyangkal awal keberadaan Tuhan. Ia percaya bahwa agama tidak lebih dari sebuah pemahaman mengenai “ketidakterbatasan persepsi” – artinya, bahwa manusia menciptakan Tuhan dengan membayangkan kemampuan mereka sendiri ditulis dalam ukuran besar. [14]

Teori Ludwig Feuerbach menjelaskan bagaimana komunisme muncul dan menyebar. Kemajuan dalam sains, mekanisasi, barang-barang material, obat-obatan, dan waktu luang menciptakan kesan bahwa kebahagiaan adalah fungsi dari kekayaan materi. Karena itu, setiap ketidakpuasan harus muncul dari keterbatasan sosial. Tampaknya dengan kemajuan materi dan perubahan sosial, orang akan memiliki sarana untuk membangun utopia tanpa membutuhkan Tuhan. Visi ini adalah sarana utama supaya orang-orang terpikat, kemudian memulai kultus komunisme.

Ludwig Feuerbach bukan yang pertama menolak agama Kristen dan Tuhan. David Friedrich Strauss mempertanyakan keaslian Alkitab dan keilahian Yesus dalam bukunya pada tahun 1835 berjudul Life of Jesus. Kita dapat melacak ide-ide ateistik seperti itu kembali ke Pencerahan di abad ke-17 dan ke-18 atau, jika perlu, ke zaman Yunani kuno. Namun, itu bukan tujuan buku ini.

Meskipun Manifesto Komunis Karl Marx ditulis lebih dari satu dekade sebelum penerbitan On the Origin of Species milik Charles Darwin, teori evolusi yang memberi Karl Marx suatu landasan ilmiah yang nyata. Jika semua spesies secara alami muncul sebagai hasil “seleksi alam,” dan manusia hanyalah organisme tercanggih, maka tidak ada ruang bagi Tuhan. Bahwa teori evolusi penuh dengan celah dan kekurangan telah didokumentasikan dengan baik, tetapi diskusi mengenai subjek itu berada di luar cakupan buku ini.

Pada bulan Desember 1860, Karl Marx menulis mengenai teori Charles Darwin kepada rekannya, Friedrich Engels,yang memuji On the Origin of Species sebagai “buku yang berisi landasan sejarah-alam untuk sudut pandang Karl Marx [materialisme historis].” [15]

Dalam sebuah surat kepada filsuf sosialis Ferdinand Lassalle pada bulan Januari 1862, Karl Marx berkata, “Buku Charles Darwin sangat penting dan berfungsi sebagai dasar ilmiah-alami untuk perjuangan kelas dalam sejarah.” [16]

Teori evolusi di bidang ilmu alam dan materialisme di bidang filsafat memberi Marxisme dua alat kuat untuk menyesatkan dan merekrut pengikut.

Masyarakat mengalami perubahan besar saat Karl Marx masih hidup. Pada tahun 1769, mesin uap James Watt yang ditingkatkan mengantarkan Revolusi Industri pertama, menggantikan pengrajin tukang dengan produksi massal. Kemajuan teknis dalam pertanian membebaskan kelebihan tenaga kerja untuk pindah ke kota dan bekerja keras di pabrik. Perdagangan bebas menciptakan inovasi dalam penjualan dan pemasaran.

Industrialisasi selalu mendorong perkembangan kota dan pergerakan orang, informasi, dan gagasan. Di kota-kota, orang tidak terhubung satu sama lain seperti di komunitas pedesaan. Di kota, bahkan orang buangan dapat menulis buku. Setelah pengasingannya dari Jerman, Karl Marx pindah ke Prancis, Belgia, dan kemudian Inggris, di mana ia menetap di lingkungan Dickensian, daerah kumuh di London.

Revolusi Industri kedua dimulai pada tahun-tahun terakhir masa hidup Karl Marx, yang membawa elektrifikasi, mesin pembakaran internal, dan manufaktur bahan kimia. Penemuan telegraf dan telepon merevolusi komunikasi.

Setiap perubahan melemparkan masyarakat ke dalam pergolakan ketika orang berebut untuk beradaptasi dengan realitas baru di tengah perubahan teknologi. Banyak orang yang tidak dapat mengikuti, mengarah pada polarisasi orang kaya dan miskin, krisis ekonomi, dan sejenisnya. Pergolakan ini menciptakan kondisi matang untuk menyebarkan pandangan Karl Marx bahwa norma-norma sosial dan tradisi adalah peninggalan penindasan yang harus dihancurkan. Pada saat yang sama, ketika teknologi memungkinkan untuk mengubah dunia alami dalam skala besar, kesombongan manusia tumbuh.

Daripada melihat Marxisme sebagai hasil dari pergolakan sosial dan tren intelektual yang menyertainya, faktor-faktor ini harus dipahami mengingat rencana iblis untuk mengacaukan kemanusiaan dan menyebarkan Marxisme di antara umat manusia.

3.Revolusi Perancis

Dampak Revolusi Perancis pada tahun 1789 sangat besar dan berjangkauan jauh. Revolusi Perancis menghancurkan monarki, menjungkirbalikkan tatanan sosial tradisional, dan memulai sistem pemerintahan massa.

Engels berkata: “Sebuah revolusi tentu saja merupakan hal yang paling otoriter; itu adalah tindakan di mana satu bagian dari populasi memaksakan kehendaknya pada bagian lain dengan senapan, bayonet, dan meriam — cara yang otoriter, jika memang ada; dan jika pihak yang menang tidak ingin bertarung dengan sia-sia, ia harus mempertahankan aturan ini dengan cara teror yang diilhami oleh lengannya dalam kaum reaksioner.”[17]

Klub Jacobin, yang mengambil alih kekuasaan setelah Revolusi Prancis, tahu betul akan hal ini. Setelah mengirim Raja Prancis Louis XVI ke guillotine, pemimpin Klub Jacobin Maximilien Robespierre si Pemerintahan Teror mengeksekusi 70.000 orang lagi, yang kebanyakan dari mereka benar-benar tidak bersalah. Generasi berikutnya menulis di batu nisan Maximilien Robespierre:

Siapa yang lulus, berdoalah
Jangan sedih bahwa aku sudah mati;
Karena seandainya aku hidup hari ini,
Engkau berada di sini sebagai gantinya! [18]

Tiga kebijakan yaitu teror politik, teror ekonomi, dan teror agama, yang dipraktikkan oleh Klub Jacobin dalam Revolusi Prancis, muncul sebagai pendahuluan bagi tirani Partai Komunis.

Sebagai pendahulu dari pembunuhan politik di bawah Vladimir Lenin dan Josef Stalin, kaum revolusioner Prancis melembagakan Pengadilan Revolusi dan mendirikan guillotine di Paris dan tempat lain. Komite revolusioner memutuskan apakah seorang tahanan bersalah, sementara agen khusus Konvensi Nasional memegang wewenang atas subdivisi militer dan administrasi. Sans-culottes (kaum republik kelas bawah di Prancis saat Revolusi Prancis), atau proletariat, memegang status sebagai kelas paling revolusioner.

Menurut Undang-Undang 22 Prairial, yang diberlakukan pada tanggal 10 Juni 1794, penasihat pra-persidangan dan pembela dilarang, dan semua hukuman diharuskan untuk menghasilkan hukuman mati. Sebagai pengganti bukti, rumor, kesimpulan, dan penilaian pribadi semuanya valid untuk tujuan mendapatkan vonis. Pengundangan undang-undang ini sangat memperluas Pemerintahan Teror, di mana sekitar 300.000 hingga 500.000 orang dipenjara sebagai tersangka. [19]

Demikian juga, teror ekonomi kaum Jacobin tampaknya mengawali “komunisme perang” yang akan diterapkan di Rusia oleh Vladimir Lenin. Sebuah undang-undang disahkan pada tanggal 26 Juli 1793, yang menimbun pelanggaran yang dapat dihukum mati. [20]

Salah satu musuh terbesar revolusioner Prancis adalah iman Katolik. Selama Masa Pemerintahan Teror, Maximilien Robespierre, pelukis Jacques-Louis David, dan para pendukungnya membentuk suatu bentuk ateisme berdasarkan tren Pencerahan, yang disebut Kultus Alasan, untuk menggantikan agama Katolik. [21]

Pada tanggal 5 Oktober 1793, Konvensi Nasional menghapus kalender Kristen dan melembagakan Kalender Republik. Pada 10 November, Notre-Dame de Paris difungsikan kembali sebagai Temple of Reason (Kuil Alasan), dan seorang aktris memerankan Dewi Alasan sebagai objek pemujaan bagi massa. Kultus Alasan dengan cepat diberlakukan di seluruh Paris. Dalam seminggu, hanya tiga gereja Kristen yang masih beroperasi.

Teror agama memenuhi Paris. Para imam ditangkap secara massal, dan beberapa dieksekusi. [22]

Revolusi Perancis tidak hanya menyediakan model untuk rezim Soviet yang didirikan oleh Vladimir Lenin, tetapi juga terkait erat dengan perkembangan Marxisme.

Francois-Noёl Babeuf, seorang sosialis utopis yang hidup selama masa Revolusi Perancis dan dieksekusi pada tahun 1797 karena keterlibatannya dalam Konspirasi Persamaan, menganjurkan penghapusan kepemilikan pribadi. Karl Marx menganggap Francois-Noёl Babeuf sebagai penganut paham komunis revolusioner yang pertama.

Pada abad ke-19 Prancis sangat dipengaruhi oleh ideologi sosialis. League of Outlaws, yang mengambil Francois-Noёl Babeuf sebagai pendiri spiritualnya, berkembang pesat di Paris. Penjahit Jerman Wilhelm Weitling bergabung dengan League of Outlaws pada tahun 1835. Di bawah kepemimpinannya, masyarakat rahasia menamakan dirinya Liga Orang Benar.

Dalam sebuah pertemuan yang diadakan pada bulan Juni 1847, Liga Orang Benar bergabung dengan Komite Korespondensi Komunis yang dipimpin oleh Karl Marx dan Engels untuk membentuk Liga Komunis. Pada bulan Februari 1848, Karl Marx dan Engels menerbitkan karya dasar gerakan komunis internasional, Manifesto Komunis.

Revolusi Perancis hanyalah permulaan dari periode panjang kekacauan sosial di seluruh Eropa, ketika revolusi dan pemberontakan terjadi satu demi satu sejak akhir pemerintahan Napoleon, yang mempengaruhi Spanyol, Yunani, Portugal, Jerman, berbagai bagian Italia, Belgia, dan Polandia. Pada tahun 1848, revolusi dan perang menyebar ke seluruh Eropa, menyediakan lingkungan yang optimal untuk penyebaran komunisme.

Pada tahun 1864, Karl Marx dan lainnya mendirikan Asosiasi Pekerja Internasional, yang juga dikenal sebagai Internasional Pertama, memposisikan Karl Marx sebagai pemimpin spiritual gerakan pekerja komunis.

Sebagai pemimpin Internasional Pertama yang efektif, Karl Marx bekerja untuk menciptakan kelompok inti revolusioner yang berdisiplin ketat yang akan mengerahkan pekerja untuk memberontak. Pada saat yang sama, ia menemukan alasan untuk mengusir mereka yang tidak setuju dengannya dari organisasi. Mikhail Bakunin, Marxis Rusia besar pertama, mengumpulkan banyak rekrutmen untuk gerakan komunis, tetapi Karl Marx menuduhnya sebagai agen Tsar dan mengusirnya dari Internasional Pertama. [23]

Pada tahun 1871, Internasional Pertama cabang Prancis meluncurkan revolusi komunis pertama: Komune Paris.

4. Debut Komunisme di Paris

Komune Paris didirikan setelah kekalahan Perancis dalam Perang Perancis-Prusia pada tahun 1870. Meskipun Kaisar Prancis Napoléon III menyerah, tentara Prusia mengepung Paris sebelum mundur. Penghinaan penyerahan diri, dikombinasikan dengan kerusuhan yang sudah lama terjadi di antara para pekerja Prancis, menyebabkan pemberontakan umum di Paris, dan Republik Ketiga Prancis yang baru didirikan menarik diri ke Versailles, meninggalkan kekosongan kekuasaan di ibukota.

Pada bulan Maret 1871, Komune Paris dimulai dengan pemberontakan gerombolan dan penjahat bersenjata dari kalangan terendah masyarakat, yang dipimpin oleh kaum sosialis, komunis, anarkis, dan aktivis lainnya. Gerakan ini berafiliasi dengan Internasional Pertama dan sangat dipengaruhi oleh Internasional Pertama. Ini bertujuan menggunakan proletariat (kelas sosial rendah) sebagai agen revolusi untuk menghancurkan budaya tradisional dan mengubah struktur politik dan ekonomi masyarakat.

Yang terjadi selanjutnya adalah pembunuhan dan kehancuran dalam skala besar ketika para pemberontak membubarkan peninggalan, monumen, dan seni Paris yang sangat indah. Seorang pekerja bertanya secara retoris, “Apa gunanya monumen, opera, konser kafe bagiku di mana aku tidak pernah menginjakkan kakiku di sana karena aku tidak punya uang?” [24]

Seorang saksi kehancuran berkata, “Pahit, tanpa henti, dan kejam; dan, tidak diragukan lagi, warisan menyedihkan dari Revolusi 1789 yang berdarah.”

Saksi lain menggambarkan Komune sebagai “revolusi darah dan kekerasan” dan “[tindakan] paling kriminal yang pernah ada di dunia.” Para pesertanya adalah “orang gila, mabuk anggur dan darah,” dan para pemimpinnya “para pelaut kejam … sampah Perancis.”[25]

Perjuangan antara tradisi dan anti-tradisi telah dimulai dalam Revolusi Prancis dan terus berlangsung delapan dekade kemudian. Ketua kehormatan Komune Paris mengatakan: “Dua prinsip berbagi Prancis: legitimasi dan kedaulatan rakyat. … Prinsip kedaulatan rakyat menggalang semua orang di masa depan, massa yang, karena lelah dieksploitasi, berupaya menghancurkan kerangka kerja yang mencekik mereka.”[26]

Ekstrimisme Komune sebagian berasal dari gagasan Henri de Saint-Simon yang penuh kebencian, seorang sosialis utopis yang menganggap kesejahteraan suatu negara sebanding dengan jumlah pekerjanya. Henri de Saint-Simon menganjurkan kematian orang kaya, yang ia yakini sebagai parasit.

Perang Sipil di Prancis, Karl Marx menggambarkan Komune Paris sebagai negara komunis: “Antitesis langsung ke kekaisaran adalah Komune. Seruan ‘republik sosial’, yang dengannya Revolusi Februari diantarkan oleh proletariat Paris, melakukan tetapi menyatakan aspirasi yang samar-samar mengenai sebuah republik yang tidak hanya untuk menggantikan bentuk monarki dari aturan kelas, tetapi juga mengatur kelas itu sendiri. Komune adalah bentuk positif dari republik itu.” Selain itu, Karl Marx menulis,“ Komune dimaksudkan untuk menghapuskan properti kelas yang membuat tenaga kerja dari banyak orang kaya yang berjumlah sedikit.”[27]

Komune Paris memelopori karakteristik revolusi komunis. Kolom Vendôme untuk memperingati Napoléon dihancurkan. Gereja-gereja dijarah, pendeta dibantai, dan ajaran agama dilarang di sekolah. Para pemberontak mendandani patung orang-orang kudus dengan pakaian modern dan menempelkan pipa merokok ke mulut mereka.

Wanita berpartisipasi dalam kebiadaban dengan antusiasme yang kadang melampaui rekan-rekan pria mereka. Seorang Tiongkok bernama Zhang Deyi, yang berada di Paris pada waktu itu, menggambarkan situasi tersebut: “Pemberontak tidak hanya mencakup penjahat pria; wanita juga ikut mengamuk…Mereka mengambil penginapan di gedung-gedung tinggi dan berpesta pora. Tetapi kesenangan mereka tidak berlangsung lama, karena mereka tidak menyadari bahaya yang akan menimpa mereka. Di ambang kekalahan, mereka menjarah dan membakar gedung-gedung. Harta yang tak ternilai menjadi abu. Ratusan pemberontak wanita ditangkap dan mengakui bahwa sebagian besar wanita yang memimpin pembakaran tersebut.”[28]

Kegilaan hebat yang menyertai kejatuhan Komune Paris tidaklah mengejutkan. Pada tanggal 23 Mei 1871, sebelum garis pertahanan terakhir jatuh, para pemimpin Komune Paris memerintahkan pembakaran Istana Luxembourg (kursi Senat Prancis), Istana Tuileries, dan Louvre. Gedung Opera Paris, Balai Kota Paris, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kehakiman, Palais Royal, dan restoran mewah dan bangunan apartemen kelas tinggi di kedua sisi Champs-Elysées juga harus dihancurkan daripada jatuh ke tangan pemerintah.

Pada jam 7 malam, anggota Komune Paris, yang membawa tar, aspal, dan terpentin, memulai kebakaran di berbagai lokasi di Paris. Istana Tuileries yang megah musnah terbakar. Untungnya, upaya para pelaku pembakaran untuk membakar Louvre terdekat digagalkan oleh kedatangan pasukan Adolphe Thiers, yang memadamkan kebakaran tersebut. [29]

Karl Marx dengan cepat menyesuaikan teorinya setelah Komune Paris. Satu-satunya modifikasi yang ia lakukan pada Manifesto Komunis adalah bahwa kelas pekerja harus menghancurkan dan merusak mekanisme negara, tidak hanya mengambil alih.

5. Eropa Pertama, Kemudian Dunia

Manifesto yang diperbarui dari Karl Marx membuat komunisme menjadi lebih destruktif dan semakin luas pengaruhnya. Pada tanggal 14 Juli 1889, enam tahun setelah kematian Karl Marx, 13 tahun setelah pembubaran Internasional Pertama, dan 100 tahun setelah Revolusi Prancis, Kongres Pekerja Internasional dihidupkan kembali. Kaum Marxis bersatu lagi yang disebut sejarawan sebagai Internasional Kedua.

Dipandu oleh komunisme dan menyuarakan slogan-slogan seperti “membebaskan umat manusia” dan “menghapus kelas sosial,” gerakan pekerja Eropa berkembang dengan cepat. Vladimir Lenin berkata, “Layanan yang diberikan oleh Karl Marx dan Engels kepada kelas pekerja dapat diekspresikan dalam beberapa kata sebagai berikut: Mereka mengajar kelas pekerja untuk mengenal dirinya sendiri dan sadar akan dirinya sendiri, dan mereka mengganti ilmu pengetahuan dengan mimpi.” [30]

Iblis menggunakan kebohongan dan indoktrinasi untuk menginfeksi gerakan populer dengan ideologi komunis. Semakin banyak orang menerima ideologinya. Pada tahun 1914, ada hampir 30 organisasi sosialis global dan lokal, dan tak terhitung serikat pekerja dan koperasi. Saat pecahnya Perang Dunia I, ada lebih dari 10 juta anggota serikat dan lebih dari 7 juta anggota koperasi.

Dalam buku How to Change the World: Reflections on Marx and Marxism, sejarawan Eric Hobsbawm menulis, “Di negara-negara Eropa ini, hampir semua pemikiran sosial, apakah termotivasi secara politis seperti gerakan sosialis atau gerakan buruh, jelas dipengaruhi oleh Karl Marx.” [ 31]

Pada saat yang sama, komunisme mulai menyebar ke Rusia dan Timur melalui Eropa. Dari tahun 1886 hingga 1890, Vladimir Lenin mempelajari Das Kapital, sebelum itu ia mulai menerjemahkan Manifesto Komunis ke dalam bahasa Rusia. Vladimir Lenin dipenjara dan kemudian diasingkan. Pada awal Perang Dunia I, Vladimir Lenin tinggal di Eropa Barat.

Perang Dunia I menyebabkan kemenangan komunisme di Rusia. Pada saat revolusi 1917 yang menggulingkan Tsar Nicholas II, Vladimir Lenin berada di Swiss. Setengah tahun kemudian, ia kembali ke Rusia dan merebut kekuasaan dalam Revolusi Oktober.

Rusia adalah negara dengan tradisi kuno, populasi yang besar, dan sumber daya alam yang melimpah. Pembentukan rezim Soviet di wilayah negara terbesar di dunia adalah anugerah besar bagi gerakan komunis dunia.

Sama seperti Perang Dunia I yang membantu kebangkitan komunis Rusia, Perang Dunia II mendorong gerakan komunis untuk berkembang biak di seluruh Eurasia dan merajalela di Tiongkok.

Stalin berkata, “Perang ini tidak seperti di masa lalu; siapa pun yang menduduki suatu wilayah juga memaksakan sistem sosialnya sendiri.” Setelah Perang Dunia II, Uni Soviet menjadi negara adikuasa yang dipersenjatai dengan senjata nuklir, dan memanipulasi urusan dunia untuk mempromosikan komunisme di seluruh dunia. [32]

Winston Churchill mengatakan: “Sebuah bayangan telah jatuh di atas layar sehingga akhir-akhir ini diterangi oleh kemenangan Sekutu. Tidak ada yang tahu apa yang akan dilakukan Rusia Soviet dan organisasi internasional Komunisnya dalam waktu dekat, atau apa batasannya, jika ada, pada kecenderungan ekspansif dan dakwah mereka.”[33]

Selama Perang Dingin, dunia bebas terlibat dalam konfrontasi sengit dengan kamp komunis yang telah menyebar di empat benua. Seperti simbol Tao Taiji, setengahnya adalah komunisme “dingin” dan setengahnya yang lain adalah komunisme “panas.” Negara-negara dunia bebas, dalam bentuk yang demokratis, perlahan-lahan intinya berubah menjadi sosialis.

Lanjut Bab III

Daftar Pustaka

[1] “A Magnificent Time — These Days in Prophecy,” (伟大的时代——预言中的今天) http://www.pureinsight.org/node/1089
[2] Karl Marx, Early Works of Karl Marx: Book of Verse (Marxists Internet Archive).
[3] Karl Marx, “Letter From Marx to His Father in Trier,” The First writings of Karl Marx (Marxists Internet Archive).
[4] Karl Marx, Early Works of Karl Marx: Book of Verse
[5] Richard Wurmbrand, Marx & Satan (Westchester, Illinois: Crossway Books, 1986).
[6] Eric Voegelin, The Collected Works of Eric Voegelin, Vol. 26, History of Political Ideas, Vol. 8, Crisis and the Apocalypse of Man (Baton Rouge: Louisiana State University Press, 1989).
[7] Karl Marx, Early Works of Karl Marx: Book of Verse.
[8] Robert Payne, Marx (New York: Simon and Schuster, 1968).
[9] Eric Voegelin, The Collected Works of Eric Voegelin, Vol. 26.
[10] Karl Marx, Early Works of Karl Marx: Book of Verse.
[11] Wurmbrand, Marx & Satan.
[12] Ibid.
[13] Karl Marx, Early Works of Karl Marx: Book of Verse.
[14] Ludwig Feuerbach, The Essence of Christianity (1841).
[15] I. Bernard Cohen, Revolution in Science (The Belknap Press of Harvard University Press).
[16] Ibid.
[17] Friedrich Engels, “On Authority,” Marx-Engels Reader (W. W. Norton and Co.).
[18] Anonymous, “Robespierre’s Epitaph.” (https://www.rc.umd.edu/editions/warpoetry/1796/1796_2.html)
[19] The New Cambridge Modern History, Vol. IX (Cambridge: Cambridge University Press, 1965), 280–281.
[20] Miguel A. Faria Jr., The Economic Terror of the French Revolution, Hacienda Publishing.
[21] Gregory Fremont-Barnes, Encyclopedia of the Age of Political Revolutions and New Ideologies, 1760–1815 (Greenwood, 2007).
[22] William Henley Jervis, The Gallican Church and the Revolution (Kegan Paul, Trench, & Co.).
[23] W. Cleon Skousen, The Naked Communist (Izzard Ink Publishing).
[24] John M. Merriman, Massacre: The Life and Death of the Paris Commune(Basic Books).
[25] Ibid.
[26] Louis Auguste Blanqui, “Speech Before the Society of the Friends of the People,” Selected Works of Louis-Auguste Blanqui.
[27] Karl Marx, The Civil War in France (Marxists Internet Archive).
[28] Zhang Deyi, The Third Diary of Chinese Diplomat Zhang Deyi (上海古籍出版社 [Shanghai guji chubanshe]).
[29] Merriman, Massacre: The Life and Death of the Paris Commune.
[30] Vladimir Ilyich Lenin, “Frederick Engels,” Lenin Collected Works.
[31] Eric Hobsbawm, How to Change the World: Reflections on Marx and Marxism (New Haven & London: Yale University, 2011).
[32] Milovan Djilas, Conversations with Stalin.(https://www.amindatplay.eu/2008/04/24/conversations-with-stalin/ )
[33] Winston Churchill, “The Sinews of Peace,” a speech (BBC Archive).