Sejumlah Pemanis Buatan Meningkatkan Risiko Kanker dan Penyakit Kardiovaskular, Xylitol Mungkin Cocok bagi Penderita Diabetes

Ellen Wan

Keamanan pemanis buatan telah lama menjadi perdebatan hangat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemanis buatan dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Para ahli menyarankan untuk memilih gula alami jika memungkinkan, sementara penderita diabetes mungkin ingin mempertimbangkan xylitol.

Pemanis buatan digunakan dalam pengolahan makanan dan minuman untuk menggantikan gula asli. Pengganti gula yang umum termasuk aspartam, sakarin, eritritol, neotame, kalium asesulfam, sukralosa, siklamat, tagatosa, stevia, dan turunannya.

Peningkatan Risiko Kejadian Serebrovaskular dan Kardiovaskular

Pada Februari, para peneliti dari Cleveland Clinic menerbitkan sebuah studi di jurnal terkenal Nature Medicine. Mereka meneliti lebih dari 4.000 orang dari Amerika Serikat serta Eropa dan menemukan bahwa mereka yang memiliki kadar eritritol yang lebih tinggi dalam darahnya memiliki peningkatan risiko penyakit jantung, stroke, atau kematian. Selain itu, eritritol ditemukan menginduksi pembentukan gumpalan darah.

Selain itu, sebuah tim peneliti dari Prancis melakukan studi tindak lanjut median selama sembilan tahun yang melibatkan 103.388 orang dewasa Prancis, yang mengindikasikan adanya peningkatan risiko penyakit kardiovaskular secara keseluruhan yang terkait dengan total asupan pemanis buatan. Secara khusus, asupan aspartam dikaitkan dengan peningkatan risiko kejadian serebrovaskular, sementara asupan kalium asesulfam dan siklamat dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner.

Tim peneliti menyimpulkan bahwa pengganti gula tidak memberikan manfaat kardiovaskular apa pun. Studi ini diterbitkan pada September 2022 di British Medical Journal (BMJ) yang bergengsi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini merilis pedoman baru tentang pemanis non-gula (NSS), yang menyarankan agar tidak menggunakan pemanis non-gula untuk mengontrol berat badan atau mengurangi risiko penyakit tidak menular.

Rekomendasi WHO didasarkan pada tinjauan bukti yang menunjukkan bahwa pemanis pengganti gula tidak memberikan manfaat jangka panjang dalam mengurangi lemak tubuh. Tinjauan tersebut juga menunjukkan bahwa penggunaan pengganti gula dalam jangka panjang mungkin memiliki potensi efek samping, seperti peningkatan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.

Francesco Branca, Direktur Nutrisi dan Keamanan Pangan WHO, menyatakan, “Mengganti gula bebas dengan NSS tidak membantu pengendalian berat badan dalam jangka panjang. Orang perlu mempertimbangkan cara lain untuk mengurangi asupan gula bebas, seperti mengonsumsi makanan dengan gula alami, seperti buah, atau makanan dan minuman tanpa pemanis. NSS bukanlah faktor diet yang penting dan tidak memiliki nilai gizi. Orang harus mengurangi makanan manis sama sekali, dimulai sejak dini, untuk meningkatkan kesehatan mereka.”

Gula bebas mengacu pada monosakarida (glukosa dan fruktosa) dan disakarida (sukrosa dan maltosa) yang ditambahkan ke dalam makanan dan minuman. Gula bebas juga termasuk gula yang secara alami terdapat dalam madu, sirup, jus buah, dan konsentrat jus buah.

Makanan apa saja yang mengandung pemanis buatan tingkat tinggi? Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), pemanis dengan intensitas tinggi banyak digunakan dalam makanan dan minuman “bebas gula” atau “diet”, termasuk makanan yang dipanggang, minuman ringan, campuran minuman bubuk, permen, puding, makanan kaleng, selai dan jeli, produk susu, serta banyak produk makanan dan minuman lainnya.

Potensi Efek Karsinogenik Aspartam

Pada 20 Juni 2023, sebuah laporan penelitian pada hewan yang diterbitkan dalam Laporan Tahunan Kesehatan Global menunjukkan bahwa aspartam secara signifikan meningkatkan kejadian leukemia (semua jenis), leukemia limfositik, leukemia sel mononuklear, dan tumor mieloid total.

Sebuah studi yang diterbitkan di Public Library of Science (PLoS) Medicine pada Maret 2022 mengindikasikan bahwa pemanis buatan banyak digunakan di banyak merek makanan dan minuman global, terutama aspartam dan sakarin, secara positif dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker. Asupan dosis tinggi total pemanis buatan, aspartam, dan sakarin dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker sebesar 13 persen, 15 persen, dan 13 persen dibandingkan dengan non-konsumen.

Sean Lin, seorang spesialis virus dan mantan direktur laboratorium di Walter Reed Army Institute of Research, menyatakan dalam sebuah wawancara dengan program “Health 1+1” di NTD Television bahwa banyak penelitian sebelumnya  relatif sederhana dan menyatakan bahwa mengonsumsi pemanis buatan tidak akan menyebabkan kanker. Namun, pengamatan terbaru terhadap indikator kanker dan alat eksperimental yang lebih ekstensif telah memberikan bukti ilmiah tentang potensi efek buruk pemanis buatan terhadap kesehatan. Dia menekankan bahwa temuan penelitian yang relevan harus diperhatikan oleh otoritas manajemen kesehatan.

Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) mengumumkan pada  14 Juli bahwa aspartam akan diklasifikasikan sebagai “kemungkinan karsinogen pada manusia”. Namun, FDA tidak setuju dengan keputusan IARC.

The Epoch Times  mengirimkan permintaan komentar kepada IARC, tetapi belum ada tanggapan  hingga berita ini ditulis.

Pada  1974, FDA menyetujui aspartam sebagai pemanis (pengganti gula). Karena kandungannya yang rendah kalori dan rasa manisnya 200 kali lipat dari sukrosa, banyak penderita diabetes atau mereka yang ingin menurunkan berat badan menggunakan aspartam sebagai alternatif gula.

Saat ini, aspartam ditemukan pada hampir 5.000 produk makanan yang dikonsumsi di seluruh dunia, dan produksi tahunannya di seluruh dunia berkisar antara 3.000 hingga 5.000 ton. Begitu masuk ke dalam tubuh, aspartam terurai menjadi asam aspartat, fenilalanin, dan metanol. Senyawa-senyawa ini dapat berdampak besar pada sistem saraf pusat. Metanol, khususnya, adalah jenis alkohol yang tidak dapat diminum yang biasa digunakan dalam bahan bakar, pelarut, dan antibeku.

Dr. Lin menyarankan agar orang-orang menggunakan gula alami daripada pemanis buatan karena gula alami tidak ratusan, ribuan, atau bahkan puluhan ribu kali lebih manis dan tidak merusak indera perasa.

Dia merekomendasikan agar penderita diabetes menggunakan xylitol, yang dapat dimetabolisme secara normal dan tidak menyebabkan lonjakan gula darah atau insulin. 

“Saya yakin xylitol mungkin merupakan pengganti gula yang lebih baik dan relatif aman bagi penderita diabetes.”