Penunggang kuda pertama berada di atas kuda putih, membawa busur, dan diberi mahkota, tampil sebagai sosok Penakluk, ini melambangkan WabahPenunggang kuda kedua berada di atas kuda merah, membawa pedang, diinterpretasikan merupakan pencipta Perang.Penunggang kuda ketiga berada di atas kuda hitam, membawa timbangan, diinterpretasikan sebagai pedagang, dan juga melambangkan Kelaparan.
Evergrande Dibatalkan: Ini Masih Jauh dari Akhir
Milton Ezrati
Lebih dari dua tahun setelah pengembang properti besar Evergrande pertama kali mengakui bahwa mereka tidak dapat memenuhi kewajibannya sebesar $300 miliar, pengadilan Hong Kong akhirnya menjatuhkan vonis likuidasi terhadap perusahaan tersebut. Tindakan ini menjadi berita utama di seluruh dunia, bersama dengan berbagai spekulasi tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Saham perusahaan di Hong Kong langsung turun 20 persen setelah mendengar berita tersebut. Secara praktis, jawaban atas pertanyaan apa yang akan terjadi selanjutnya cukup mudah: tidak banyak yang akan berubah. Apa yang diputuskan pengadilan Hong Kong tidak banyak berpengaruh pada apa yang akan terjadi di seluruh Tiongkok, tempat sebagian besar aset Evergrande berada. Hal ini juga tidak banyak berpengaruh pada yurisdiksi di luar negeri. Sementara itu, tidak ada satu pun dari intrik hukum yang dapat meringankan masalah ekonomi dan keuangan Tiongkok yang cukup besar terkait properti dan secara umum.
Setelah berbulan-bulan penundaan di mana manajemen dan pengacara Evergrande menjanjikan reorganisasi secara efektif, Hakim Linda Chan, yang berbicara di pengadilan Hong Kong pada 29 Januari, mengatakan, “Cukup sudah” dan memerintahkan likuidasi perusahaan.
Kini, likuidator sementara akan mengambil alih manajemen perusahaan di Hong Kong, mengambil alih aset-asetnya di yurisdiksi tersebut, dan memulai negosiasi dengan para kreditur perusahaan untuk restrukturisasi utang. Sebagaimana halnya dengan kebanyakan kebangkrutan, langkah ini akan menciptakan sedikit perubahan dalam kegiatan sehari-hari Evergrande. Urusan-urusan di luar negeri akan tetap tidak terselesaikan.
Sementara itu, sebagian besar aset Evergrande – sekitar 90 persen menurut perkiraan pengadilan Hong Kong – berada di daratan Tiongkok, di luar yurisdiksi Hong Kong. Disposisi aset-aset tersebut menunggu keputusan atas permohonan bantuan yang diajukan oleh likuidator Hong Kong di Shanghai, Shenzhen, dan Xiamen. Dengan kata lain, masih banyak hal yang belum terselesaikan.
Betapapun keputusan ini mungkin memuaskan para penuntut di Hong Kong yang kini memiliki kesempatan untuk mendapatkan setidaknya sebagian uang mereka kembali, sebagian besar kreditur dan pelanggan Evergrande, mereka yang menaruh uang di apartemen yang tak kunjung selesai dibangun oleh Evergrande, masih berada dalam ketidakpastian seperti yang mereka derita selama lebih dari dua tahun ini.
Dan, bahkan jika pengadilan di Tiongkok berhasil menyelesaikannya dengan cepat, kegagalan Evergrande akan terus membayangi sektor properti dan sektor keuangan Tiongkok secara keseluruhan. Mereka yang telah membayar untuk apartemen yang belum selesai akan terus berada dalam kondisi finansial yang sulit, dan sebagian besar utang Evergrande akan tetap tidak terbayar, seperti halnya utang pengembang properti lain yang telah mengikuti jejak Evergrande menuju kegagalan, salah satunya adalah Country Garden yang paling menonjol.
Dikarenakan hal ini, Beijing akan terus menghadapi banyak permasalahan ekonomi dan keuangan. Prevalensi begitu banyak utang yang meragukan telah membatasi kemampuan keuangan Tiongkok untuk menawarkan dukungan yang pernah begitu besar bagi perekonomian, seperti yang pernah terjadi ketika pengembangan properti menyumbang hampir 30 persen dari seluruh aktivitas ekonomi.
Dan, ini bukan hanya utang para pengembang dan pelanggan mereka. Pemerintah daerah juga banyak terlibat dalam pembangunan properti dan kehilangan banyak pendapatan akibat keruntuhan ini. Konsekuensinya, mereka juga mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban keuangan mereka sendiri, menambah beban utang yang meragukan sehingga membebani keuangan Tiongkok.
Selain itu, runtuhnya berbagai perusahaan pengembang dan nasib para pembeli yang telah membayar di muka untuk apartemen yang mungkin tidak akan pernah tersedia telah mematikan jutaan calon pembeli rumah di Tiongkok, yang selanjutnya menekan sektor yang dulunya pernah menjadi sektor vital ini. Menurut China Real Estate Information, 100 pengembang terbesar mengalami penurunan penjualan rumah sebesar 34% di bulan Januari dibandingkan dengan waktu yang sama tahun lalu. Sementara itu, nilai real estate terus turun. Karena adanya kontrol harga, angka resmi tidak terlihat terlalu buruk, namun di balik itu, pihak di Goldman Sachs yang dekat dengan situasi ini memperkirakan penurunan harga sebesar 20%. Hilangnya kekayaan bersih rumah tangga telah menghambat belanja konsumen.
Dengan beratnya permasalahan ini, respon Beijing sampai saat ini hanya bisa dibilang seadanya. Seandainya pihak berwenang bertindak dengan cepat – seperti memberikan pinjaman khusus untuk memungkinkan perusahaan menyelesaikan apartemen prabayar – untuk mengurangi dampak kegagalan ini ketika Evergrande pertama kali mengumumkan ketidakmampuannya untuk memenuhi kewajibannya, kekurangan keuangan mungkin tidak akan berkembang seperti sekarang ini. Namun Beijing tidak mau kalah.
Kini, di tahun 2024, setelah masalah ini memburuk selama bertahun-tahun, Beijing tampaknya tidak dapat menyusun program yang cukup kuat untuk menangani masalah yang semakin membesar untuk sementara waktu. The People’s Bank of China telah memangkas suku bunga, tetapi tidak cukup untuk membuat banyak perbedaan. Penurunan suku bunga bahkan belum bisa mengimbangi deflasi yang mulai dialami oleh Tiongkok.
Beijing telah mengatakan pada bank-bank milik negara agar meminjamkan dana kepada para pengembang untuk menyelesaikan pembangunan apartemen, namun para bankir jelas enggan. Pihak berwenang juga telah mengalokasikan dana setara dengan $49 miliar untuk membangun perumahan murah, yang tampaknya tidak cukup untuk membalikkan keadaan mengingat Evergrande saja gagal dengan komitmen sekitar $300 miliar.
Di luar real estate, ekonomi Tiongkok hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda perbaikan. Tanpa tindakan yang lebih tegas dari Beijing, diragukan bahwa ekonomi akan membaik dalam waktu dekat, terutama di sektor properti. Menyadari kenyataan ini, Dana Moneter Internasional (IMF) telah menurunkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi riil di Tiongkok tahun ini menjadi 4,6%, turun dari 5,2% di tahun 2023 – dan banyak yang memperdebatkan angka tersebut. Bank Dunia telah mengurangi ekspektasinya menjadi 4,5 persen pertumbuhan riil tahun ini dan 4,3 persen tahun depan. Angka-angka ini mungkin terdengar optimis.
Milton Ezrati adalah editor kontributor di The National Interest, afiliasi dari Pusat Studi Sumber Daya Manusia di Universitas Buffalo (SUNY), dan kepala ekonom untuk Vested, sebuah perusahaan komunikasi yang berbasis di New York. Sebelum bergabung dengan Vested, dia menjabat sebagai kepala strategi pasar dan ekonom untuk Lord, Abbett & Co. Dia juga sering menulis untuk City Journal dan menulis blog secara teratur untuk Forbes. Buku terbarunya adalah “Thirty Tomorrows: The Next Three Decades of Globalization, Demographics, and How We Will Live.”
ANALISIS: Apa Arti Hubungan Lebih Dekat PNG-Beijing bagi Australia?
Andrew Stacey
Januari 2024 adalah bulan yang penting bagi Papua Nugini, dengan kerusuhan mematikan yang mengancam lemahnya kekuasaan Perdana Menteri James Marape.
Pada 10 Januari, kerusuhan meletus di Port Moresby ketika 200 aparat kepolisian, militer, dan petugas lembaga pemasyarakatan meluncurkan pemogokan untuk berdemonstrasi menentang gangguan penggajian yang menyebabkan pemotongan gaji secara signifikan hingga 50 persen bagi pegawai negeri.
Demonstrasi ini menciptakan kekosongan keamanan, dan menyebabkan ratusan warga memanfaatkan aksi mogok polisi, yang berujung pada kerusuhan di jalanan dan penjarahan.
Diperkirakan kekacauan tersebut menyebabkan 22 orang kehilangan nyawa di seluruh negeri, dan akibatnya, Marape mengumumkan keadaan darurat selama 14 hari di ibu kota. Masalah sosial yang mendasari tingginya pengangguran dan kemiskinan yang meluas turut memicu kerusuhan ini.
Beijing Mengusulkan Pakta Keamanan
Di tengah kekacauan yang terjadi pada bulan tersebut, terungkap juga bahwa Beijing telah mengajukan tawaran kepada PNG untuk mengembangkan pakta keamanan dengan negara tersebut, meskipun PNG sudah memiliki pakta keamanan dengan Australia dan Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Justin Tkachenko mengatakan kepada Reuters pada 29 Januari bahwa Beijing telah menawarkan kesepakatan keamanan dan kepolisian kepada PNG pada September 2023.
Kesepakatan ini menunjukkan bahwa Beijing menawarkan bantuan kepada kepolisian PNG dengan pelatihan, peralatan, dan pengawasan, serupa dengan kesepakatan yang ditawarkan kepada Kepulauan Solomon setelah terjadinya kerusuhan di negara tersebut pada tahun 2022.
Kekuasaan Perdana Menteri Marape di Bawah Tekanan
Marape saat ini sedang bergulat dengan beberapa tantangan. Pertama, pembelotan 12 anggota parlemen dari pemerintahannya ke oposisi telah melemahkan posisinya, yang mengarah pada mosi tidak percaya terhadap kepemimpinannya yang diperkirakan akan terjadi pada 13 Februari 2024.
Pembelotan dan mosi tidak percaya ini dipicu oleh kekhawatiran atas distribusi sumber daya, dugaan keterlibatan dalam pembayaran yang kontroversial, dan ketidakpuasan atas kinerjanya secara keseluruhan.
Selama mosi tidak percaya, anggota Parlemen mana pun dapat meminta pemungutan suara untuk memberhentikan kepemimpinan saat ini, yang berpotensi menyebabkan pergantian perdana menteri.
Marape dipandang sebagai sekutu kuat Australia, dibuktikan dengan pidato bersejarahnya pada tanggal 8 Februari di Parlemen Australia, di mana ia menggambarkan hubungan antara kedua negara, “Yang satu terjebak dengan keluarga selamanya … kedua negara kita terjebak satu sama lain. Kami tidak punya pilihan selain akur.”
Namun dengan adanya mosi tidak percaya yang semakin dekat, Marape mungkin akan segera tidak lagi menjadi perdana menteri, atau bahkan jika ia tetap menjabat, basis kekuasaannya akan melemah dan akan membuka peluang bagi dirinya untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Di tengah ketidakstabilan politik ini, calon perdana menteri yang pro-Beijing dapat muncul dan berpotensi melemahkan hubungan kuat Australia-PNG.
Perlukah Australia Khawatir?
Iya dan tidak.
PNG hanya berjarak empat kilometer dari perbatasan paling utara Australia, Pulau Saibai di Queensland.
Jika PNG jatuh di bawah pengaruh Beijing, hal ini bisa menjadi situasi serupa di Kepulauan Solomon, yang berpotensi membuka jalan bagi kehadiran militer komunis lainnya di depan pintu Australia.
Kesepakatan Kepulauan Solomon memungkinkan Beijing untuk menempatkan pasukan, kapal angkatan laut, dan senjata di pulau tersebut—yang membandingkannya dengan situasi di sekitar Laut Tiongkok Selatan.
Pernyataan resmi dari menteri luar negeri PNG sejauh ini adalah, “Kami berurusan dengan Tiongkok pada tahap ini hanya pada tingkat ekonomi dan perdagangan. Mereka adalah salah satu mitra dagang terbesar kami, namun mereka telah menawarkan diri membantu kepolisian dan keamanan kami di sisi keamanan internal.”
PNG juga mempertimbangkan apakah tawaran Beijing menduplikasi bantuan keamanan dan kepolisian yang sudah ditawarkan oleh Australia dan Amerika Serikat.
Perlu juga dicatat bahwa pemerintah PNG baru-baru ini menandatangani pakta keamanan dengan Australia pada Desember 2023 dan mempertahankan Perjanjian Kerjasama Pertahanan dengan Amerika Serikat yang ditandatangani pada Mei 2023.
Namun, perjanjian keamanan apa pun antara PNG dan Beijing dapat berdampak pada perjanjian keamanan yang sudah ada.
Amerika Serikat telah mendesak PNG untuk menolak perjanjian keamanan PKT, dengan menekankan bahwa hal ini dapat menimbulkan konsekuensi dan kerugian.
Secara teori, pakta keamanan yang dimiliki PNG saat ini dengan Australia dan Amerika Serikat tampak kuat.
Namun ketidakstabilan politik yang sering melanda negara ini, serta korupsi endemik yang membuat para politisi terbuka terhadap suap sebagaimana dibuktikan dalam Indeks Persepsi Korupsi Transparency International, berpotensi membuat PNG rentan terhadap peningkatan kehadiran Beijing.
Andrew Stacey adalah reporter yang tinggal di Melbourne, Australia. Dia memiliki pengalaman luas dalam analisis pasar dan data
ANALISIS: AS Berhadapan dengan Pengaruh Iran di Timur Tengah, Mengidentifikasi Beijing Sebagai Saingan Strategis Utama
Jenny Li dan Sean Tseng
Sebagai upaya bersama melawan pengaruh Iran di Timur Tengah, Pentagon menggarisbawahi bahwa Partai Komunis Tiongkok (PKT) merupakan musuh strategis utama Amerika Serikat. Para pejabat tinggi militer AS telah menunjukkan bahwa kawasan ini menjadi arena persaingan yang melibatkan kekuatan besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia.
Pada 2 Februari, Amerika Serikat melakukan operasi yang menargetkan 85 fasilitas di seluruh Irak dan Suriah yang terkait dengan militer Iran dan kelompok militan sekutunya. Serangan yang ditujukan pada pusat komando dan intelijen, serta depot roket, rudal, pesawat tak berawak, dan amunisi ini merupakan tindakan balasan atas kematian tiga tentara Amerika baru-baru ini di Yordania, yang dikaitkan dengan tindakan militan.
Upaya pencegahan ini difokuskan pada basis-basis yang terletak di wilayah terpencil Irak dan Suriah, dengan sengaja menghindari wilayah Iran untuk meminimalkan risiko eskalasi. Amerika Serikat juga mengambil tindakan untuk memberikan peringatan dini, yang berpotensi mengurangi korban dari pihak Iran.
Presiden Joe Biden mengatakan, “Amerika Serikat tidak menginginkan konflik di Timur Tengah atau di mana pun di dunia.” Menggaungkan sentimen ini, Menteri Pertahanan Lloyd Austin menyatakan, “Kami akan terus bekerja untuk menghindari konflik yang lebih luas di suatu wilayah.”
Partai Komunis Tiongkok (PKT): Penantang Strategis Terbesar Amerika Serikat
Sejalan dengan pengeboman milisi yang didukung Iran, Scott Berrier, direktur Badan Intelijen Pertahanan yang akan segera pensiun, menyoroti persaingan strategis yang ditimbulkan oleh Tiongkok dalam pidato perpisahannya. Dia menyebut PKT sebagai pesaing strategis “nomor satu dan satu-satunya pesaing strategis kami”.
Carl Schuster, mantan direktur operasi di Pusat Intelijen Gabungan Komando Pasifik AS, menguraikan sudut pandang ini dalam sebuah wawancara dengan The Epoch Times.
Ia menjelaskan : “Tiongkok adalah pesaing strategis utama Amerika. Tiongkok memiliki kekuatan diplomatik, ekonomi, dan militer yang lebih besar daripada yang pernah diimpikan oleh Uni Soviet. Tiongkok juga jauh lebih kuat daripada Rusia. Rusia dan Iran merupakan ancaman strategis langsung. Artinya, mereka secara aktif dan secara fisik menantang kepentingan AS saat ini.”
“Tiongkok sedang mempersiapkan diri menghadapi hari di mana mereka dapat mengancam kita secara fisik, tetapi Beijing akan menunggu hingga kekuatan diplomatik, ekonomi, dan politik dalam negeri Amerika semakin menurun sebelum benar-benar melakukannya.”
Schuster mengungkapkan bahwa PKT terlibat dalam konfrontasi tidak langsung dengan Amerika Serikat, yang bertujuan untuk membongkar tatanan internasional saat ini tanpa menggunakan konflik militer. Strategi ini melibatkan perluasan dukungan kepada negara-negara seperti Iran, Korea Utara, dan Rusia, sehingga membebani sumber daya AS dan secara tidak langsung mengancam pengaruh AS.
Dukungan Strategis PKT untuk Rusia, Iran, dan Korea Utara
Dalam sebuah demonstrasi aliansi geopolitik, Menteri Pertahanan Tiongkok, Dong Jun, menjanjikan dukungan yang tak tergoyahkan bagi Rusia di tengah-tengah konflik yang sedang berlangsung di Ukraina. Kepastian ini disampaikan dalam sebuah dialog dengan mitranya dari Rusia, Sergei Shoigu, yang dibuktikan dengan sebuah video yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Rusia pada 5 Februari.
Meskipun menghadapi tantangan dari Amerika Serikat dan Eropa, Dong menekankan bahwa PKT akan tetap memegang teguh kebijakannya terkait Ukraina, dan menegaskan bahwa tekanan dari luar tidak akan menghalangi kerja sama Tiongkok-Rusia.
Dukungan PKT meluas hingga ke Rusia dan mencakup Korea Utara, yang memiliki perbatasan signifikan dengan Tiongkok dan memiliki sejarah keterlibatan ekonomi yang meningkat. Dari 2000 hingga 2015, perdagangan antara Tiongkok dan Korea Utara berkembang secara dramatis. Peresmian rute pelayaran pada 2015, yang bertujuan untuk meningkatkan ekspor batu bara Korea Utara ke Tiongkok, menandai puncak perdagangan bilateral.
Hubungan Iran dengan PKT mencerminkan kemitraan strategis, terutama dalam menghadapi sanksi Barat yang bertujuan membatasi ambisi nuklir Iran. Tiongkok telah muncul sebagai pembeli minyak utama Iran dan sekutu perdagangan utama, memfasilitasi kemajuan militer melalui pertukaran teknologi militer dan persenjataan. Kerja sama ini telah memungkinkan Iran untuk mendukung kelompok milisi di Timur Tengah, yang semakin memperumit dinamika keamanan regional.
Dampak dari aliansi ini terlihat nyata dalam meningkatnya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat. Manifestasi nyata dari konflik ini adalah serangan drone yang dilakukan oleh milisi dukungan Iran terhadap pasukan AS di Yordania pada 28 Januari, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka di antara personel militer Amerika.
Insiden ini menggarisbawahi jaringan hubungan internasional yang rumit dan sikap strategis PKT dalam mendukung negara-negara yang menantang kepentingan dan pengaruh AS di panggung global.
Berbicara kepada jurnalis pertahanan pada Oktober lalu, Letnan Jenderal Grynkewich menekankan pentingnya Timur Tengah bagi Tiongkok, dengan mencatat bahwa kawasan ini memasok sekitar setengah dari minyak dan sebagian besar gas alam Tiongkok. Konsumsi energi ini sangat penting dalam mendorong peningkatan status global Tiongkok.
Grynkewich menyatakan keprihatinannya atas upaya PKT dalam mengurangi pengaruh Amerika Serikat yang telah berlangsung lama di Timur Tengah. Saat ini, strategi Tiongkok melibatkan peningkatan pengaruh ekonomi dan inisiatif ” Belt and Road ” yang luas, dengan tujuan mendanai proyek-proyek infrastruktur di seluruh dunia. Namun, keterlibatan finansial ini sering kali disertai dengan ikatan yang merugikan bagi negara-negara penerima, yang mengarah kepada potensi jebakan utang.
Menyoroti perkembangan natural dari kepentingan ekonomi ke militer, Letnan Jenderal Grynkewich memperingatkan potensi PKT dalam meningkatkan jejak militernya di Timur Tengah untuk melindungi kepentingan ekonominya yang sedang berkembang.
Spekulasi ini memiliki beberapa dasar dalam perkembangan terakhir, dengan media Iran dan Rusia melaporkan bahwa Tiongkok akan melakukan latihan angkatan laut bersama dengan Iran dan Rusia, yang semakin memperkuat kolaborasi militer tripartit ini. Manuver tersebut mengikuti latihan bersama sebelumnya di Teluk Oman, menggarisbawahi persahabatan militer yang berkembang di antara negara-negara ini.
Schuster menguraikan signifikansi geostrategis Timur Tengah. Peran kawasan ini sebagai penyedia minyak dan gas alam utama menempatkannya sebagai perhatian penting bagi kekuatan global, termasuk Amerika Serikat, Eropa, dan Asia, terutama dua kawasan terakhir.
” Tiongkok sedang bekerja keras untuk menantang, jika tidak mengatasi, pengaruh dan kekuatan Amerika di Timur Tengah. Itulah salah satu alasan mengapa Tiongkok mendukung Iran, berinvestasi besar-besaran di Irak, dan mencoba merayu sekutu tradisional Amerika di Timur Tengah, yaitu Mesir, Arab Saudi, dan Kuwait,” ujarnya.
Postur strategis Tiongkok ini menunjukkan ambisinya yang lebih luas untuk menyelaraskan kembali dinamika kekuatan global yang menguntungkannya, dengan memanfaatkan Timur Tengah sebagai pemicu utama dalam kalibrasi ulang geopolitik ini.
Kota Kuno Eksotis dan “Aksara Tulang Orakel” ditemukan di Xinjiang
Sebuah legend urban tentang hilangnya sebuah kota kuno. Legenda ini sebanding dengan Kebudayaan Lembah Sungai Indus – “Mohenzo-daro.” Legenda “Mohenzo-daro” adalah sebuah kota kuno yang hilang karena “ledakan nuklir prasejarah”. Namun di Gurun Taklimakan, Xinjiang, Tiongkok, hilangnya sebuah “kota kuno yang eksotis” lebih aneh lagi.
Isu Ekonomi Tiongkok yang Semakin Serius Bisa Menyulut Kobaran Api Revolusi Politik
oleh Tang Rui dan Luo Ya
Dengan adanya penarikan besar-besaran investasi asing dari Tiongkok, serta mangkraknya sejumlah besar bangunan real estat, dan anjloknya pasar saham Tiongkok, mantan diplomat Inggris yang pernah bertugas di Tiongkok memperingatkan, bahwa Tiongkok berpotensi menghadapi risiko revolusi politik.
Roger Garside, mantan diplomat Inggris tersebut dengan mengutip laporan Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini menyebutkan dalam artikelnya yang diterbitkan oleh “Epoch Times” pada 9 Februari, bahwa perekonomian Tiongkok sedang menghadapi masalah serius, terutama krisis pendanaan yang dihadapi pemerintah daerah.
Roger Garside mengatakan bahwa ketika krisis semakin parah, Tiongkok berpotensi menghadapi risiko revolusi politik, karena orang-orang yang kehilangan mata pencaharian dan kekayaan akan memberontak.
Sementara itu, pakar keuangan Taiwan Edward Huang memaparkan : “Tentu saja (protes) pasti akan lebih sering terjadi, yang terdiri dari berbagai macam kelompok. Karena kebijakan dan kondisi keuangan (pemda) saat ini, kelompok pengunjuk rasa tentu saja akan semakin besar dan banyak”.
Rekaman video yang diunggah secara online menunjukkan bahwa selama Tahun Baru Imlek, kasus menuntut pembayaran upah terus terjadi pada berbagai tempat di Tiongkok. Pada Malam Tahun Baru (9 Februari), di luar Gerbang Pemerintah Kabupaten Anxiang di Changde, Provinsi Hunan, para pekerja yang marah memblokir pintu gerbang pemerintah karena mereka gagal mendapatkan bayaran, tetapi pihak berwenang mengirimkan beberapa mobil polisi untuk “menjaga stabilitas”.
Warga sipil mengatakan bahwa kasus seperti itu terlalu banyak terjadi, namun informasinya diblokir oleh pihak berwenang.
Sebuah artikel dalam media Inggris “Economist” pada 8 Februari menyebutkan, bahwa krisis di industri real estate telah menyeret perekonomian Tiongkok ke dalam deflasi. Tidak hanya investor asing yang menarik diri dari pasar Tiongkok, tetapi kredibilitas terhadap investor domestik Tiongkok pun jatuh.
Edward Huang mengatakan : “Seluruh real estat Tiongkok, pasar saham Tiongkok, obligasi lokal serta produk keuangan Tiongkok semuanya berada dalam tren menurun, bahkan nilai RMB pun terdepresiasi”.
Data Biro Statistik Nasional Tiongkok yang baru dirilis menunjukkan bahwa indeks harga konsumen (CPI) bulan Januari tahun ini turun 0,8% yoy. Angka penurunan ini jauh lebih besar dari perkiraan, juga merupakan penurunan yang berlangsung selama 4 bulan berturut-turut. Sementara itu Indeks Harga Produsen Industri (PPI) bulan Januari juga turun, tetapi angkanya tidak dilaporkan. Konon ada kabar bahwa situasi yang terjadi lebih buruk daripada sebelumnya.
Namun, pada hari pertama Tahun Baru Imlek (10 Februari), media corong Partai Komunis Tiongkok “Guangming Daily” justru mempromosikan kinerja ekonomi Tiongkok yang terus menanjak. Ia mengklaim bahwa meski perekonomian internasional lesu, tetapi Tiongkok masih patut disebut sebagai satu-satunya negara yang “sangat menawan”. Jelas saja tulisan tersebut memicu ejekan masyarakat dari semua lapisan, khususnya para netizen Tiongkok.
Kolumnis keuangan senior Taiwan Lin Hungwen mengatakan : “Yang pasti itu berbau propaganda, karena pasar saham Tiongkok adalah cerminan dari perekonomian negara tersebut. Coba saja kalian lihat kondisi pasar saham Tiongkok saat ini ? Harga saham-saham jatuh, real estate jatuh, bukan ?! Jadi mereka perlu berpropaganda, mengeluarkan kata-kata yang menyejukkan hati dan membawa harapan. Namun pada kenyataannya, masalah yang dihadapi (Beijing) sangat besar. Semua investasi asing menarik diri, rasa perekonomian Tiongkok tidak membaik setidaknya dalam 3 hingga 5 tahun mendatang. Bagaimana ini bisa disebut kondisinya sangat menawan ? Semua orang menganggapnya lucu ketika mendengarnya.” (sin)
DPR-AS Memakzulkan Menteri Keamanan Dalam Negeri Alejandro Mayorkas
Pada Selasa (13 Februari) Dewan Perwakilan Rakyat AS meloloskan pemakzulan terhadap Menteri Keamanan Dalam Negeri Alejandro Mayorkas melalui pemungutan suara yang berselisih tipis yakni 214 : 213. Hal ini menjadikan Alejandro Mayorkas menteri kabinet pertama yang dimakzulkan dalam sejarah AS
NTD
Dewan Perwakilan Rakyat AS pada Selasa (13/2) yang dikuasai Partai Republik melakukan pemungutan suara untuk memakzulkan Menteri Keamanan Dalam Negeri Alejandro Mayorkas karena kebijakan perbatasannya yang longgar telah mendorong kenaikan jumlah imigrasi ilegal.
Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan dua pasal pemakzulan dengan suara 214 berbanding 213, menuduh Mayorkas gagal menerapkan undang-undang imigrasi AS dan membuat pernyataan palsu kepada Kongres. Mayorkas adalah pejabat Kabinet AS pertama yang dimakzulkan sejak tahun 1870an.
Seminggu yang lalu, Ketua DPR Mike Johnson mendorong pemungutan suara serupa tetapi gagal untuk mengabulkan pemakzulan karena Steve Scalise, anggota Partai Republik Steve Scalise yang sedang menjalani pengobatan kanker tidak berpartisipasi dalam pemungutan suara. Namun ia kembali ke Washington minggu ini untuk memberikan suara penentu.
Namun, sangat kecil kemungkinan Senat yang didominasi Partai Demokrat akan meloloskan pasal-pasal pemakzulan tersebut.
Ketua DPR-AS Mike Johnson dalam sebuah pernyataan setelah pemungutan suara menuturkan, Alejandro Mayorkas harus dimakzulkan, dan Kongres memiliki kewajiban konstitusional untuk melakukan hal tersebut.
Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) mengatakan bahwa pemungutan suara tersebut “tidak memiliki bukti atau dasar konstitusional yang sah”.
Sejak Biden menjabat sebagai presiden pada tahun 2021, jumlah imigran ilegal yang melintasi perbatasan selatan telah mencapai rekor tertinggi. Mantan Presiden Trump menjadikan hal ini sebagai fokus kritik kampanyenya terhadap pemerintahan Biden.
Anggota DPR dari Partai Republik berpendapat bahwa Alejandro Mayorkas melalui penerapan program kemanusiaan yang bersyarat telah meloloskan banyak imigran gelap masuk ke AS. Partai Republik mengkritik rencana tersebut sebagai upaya untuk menghindari persetujuan Kongres yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran undang-undang imigrasi, mengizinkan orang-orang yang tidak memenuhi syarat untuk memasuki Amerika Serikat. Partai Republik juga menuduh Mayorkas membohongi Kongres soal keamanan perbatasan.
Partai Republik juga mengatakan bahwa kebijakan perbatasan yang longgar telah memungkinkan sejumlah besar fentanil mengalir masuk ke Amerika Serikat yang menyebabkan kematian banyak orang warga Amerika Serikat.
Namun Alejandro Mayorkas mengatakan bahwa bukan tindakan pemerintah yang menarik migran ke perbatasan selatan AS, melainkan bagian dari fenomena migrasi global yang didorong oleh ketidakstabilan politik, ekonomi, dan iklim. Hal ini yang mendorong orang-orang tersebut memilih untuk melakukan perjalanan yang mengancam nyawa demi kehidupan yang lebih baik.
Mayorkas juga menyalahkan situasi di perbatasan karena kegagalan Kongres dalam menyempurnakan sistem imigrasi AS.
Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS mengatakan pada hari Selasa bahwa jumlah imigran gelap yang melintasi perbatasan selatan di bulan Januari tahun ini telah menurun 50% dari angka tertingginya pada bulan Desember tahun lalu, karena tren yang terjadi secara musiman dan peningkatan penegakan hukum oleh AS bersama negara-negara tetangga.
Tiga orang anggota Kongres dari Partai Republik memberikan suara menentang, yakni anggota DPR Mike Gallagher, yang pada akhir pekan mengumumkan bahwa ia tidak akan mencalonkan diri kembali, serta anggota DPR Ken Buck dan Tom McClintock.
Ketiga orang tersebut mengatakan bahwa kinerja Alejandro Mayorkas tidak merupakan tindak kejahatan, sehingga khawatir kasus pemakzulan justru melanggar standar konstitusi.
“Salah urus atau ketidakmampuan tidak mencapai tingkat pelanggaran yang dapat dimakzulkan seperti yang dianggap oleh para Founding Fathers”, tulis anggota DPR Ken Buck dalam sebuah kolom opini pekan lalu.
Mike Gallagher juga menulis di Wall Street Journal bahwa pemakzulan Mayorkas selain tidak akan menyelesaikan krisis perbatasan yang dihadapi pemerintahan Biden, tetapi juga akan menjadi preseden baru berbahaya yang dapat digunakan oleh Partai Demokrat terhadap pemerintahan Partai Republik di kemudian hari.
Gallagher percaya bahwa artikel pemakzulan Partai Republik yang menuduh Mayorkas “tidak kompeten” itu belum cukup mencapai tingkat “pelanggaran pidana”. Pada saat yang sama, bahkan jika Mayorkas “dinilai gagal total dalam menegakkan hukum” untuk melindungi keamanan perbatasan, hal ini pun tidak dapat membuatnya dimakzulkan, sebab, jika dianalogikan, maka hampir semua menteri berpotensi dimakzulkan.
Dia juga mengatakan bahwa akar penyebab krisis perbatasan AS – Meksiko bukan Menteri Keamanan Dalam Negeri, tetapi terletak pada presiden. Mengganti Menteri Keamanan Dalam Negeri baru pun ia akan tetap menjalankan kebijakan Joe Biden. (sin)
“GULA” Pembunuh dalam Senyap Paling Manis, Disukai Banyak Orang, Picu Berbagai Penyakit, Mengapa..?
Puluhan tahun lalu, seorang guru biokimia pernah menceritakan sebuah kisah tentang hantu. Ia mengatakan bahwa gula rafinasi atau gula kristal putih dalam makanan jauh lebih beracun daripada alkohol. Alkohol akan meresap ke otak, kemudian membuat Anda pusing, mata berkunang-kunang, membuat Anda seakan dibius. Pada saat itu, otak akan segera memberitahu Anda untuk berhenti mengonsumsi racun ini, dan akan merangsang mekanisme mual untuk memuntahkan racun-racun ini.Karakter alkohol itu berbeda dengan gula. Gula tidak meresap ke otak, tapi gula akan menipu otak, memberi tahu otak tubuh terasa nyaman, saat itu gula darah pun melonjak, dan segera memerintahkan untuk makan sepuasnya.
25 Selebriti Sastra dan Seni Terkemuka Meninggal Dunia di Tiongkok dalam Waktu Kurang dari 40 Hari
Shawn Jiang dan Olivia Li
Selama waktu kurang dari 40 hari sejak awal 2024, setidaknya 25 tokoh terkemuka di sektor seni dan budaya Tiongkok meninggal dunia karena sakit atau kecelakaan. Sembilan orang berusia di bawah 60 tahun.
Di antara yang meninggal dunia adalah Shi Yu, 53, editor senior Grup Surat Kabar Harian Henan; Cheng Xue Li, 51 tahun, ketua Asosiasi Penulis Kota Shijiazhuang; Wang Zhichao, mantan direktur Harbin Repertory Theatre; Zhao Fu, mantan ketua partai di Surat Kabar Harian Liaoning; Guo Jie, mantan wakil pemimpin redaksi dan ketua partai di Surat Kabar Harian Guangzhou; dan Shen Rong, seorang penulis wanita terkenal dan anggota Federasi Sastra dan Seni Beijing.
Kebanyakan dari mereka terlibat dalam produksi atau pertunjukan karya-karya partai komunis. Penulis dan penyusun skenario Liu Jianhua memproduksi film komunis yang memuji polisi Tiongkok, sementara penulis Zhu Yueyu memproduksi drama TV dengan topik yang sama. Fan Xiangyang ikut mendirikan situs web China Red Flag pada tahun 2012 dan menjadi pemimpin redaksi. Wang Zhichao telah menyutradarai banyak drama komunis, salah satunya diproduksi dan dipersembahkan secara khusus untuk peringatan 80 tahun berdirinya Partai Komunis Tiongkok (PKT).
Lima Orang berusia 50-an
Shi Yu, editor senior Grup Surat Kabar Harian Henan, meninggal dunia di Zhengzhou pada 8 Februari pukul 53 karena sakit mendadak.
Ia juga menjabat sebagai pengajar master di Fakultas Jurnalisme dan Komunikasi Universitas Henan dan profesor tamu di Universitas Keuangan dan Ekonomi Guangdong.
Shi telah menerima penghargaan seperti “Jurnalis Luar Biasa Provinsi Henan” dan “Penghargaan Kontribusi Luar Biasa dari Sektor Berkala Provinsi” dari otoritas Tiongkok dan lebih dari 130 penghargaan di tingkat provinsi. Artikel-artikelnya telah diterbitkan ulang atau diarsipkan di Xinhua Digest, China Publishing Almanak, dan Jurnalisme dan Komunikasi.
Cheng Xue Li, presiden Asosiasi Penulis Kota Shijiazhuang dan seorang penulis terkenal, meninggal dunia pada 7 Februari di usia 51 tahun.
Seorang teman dekat Cheng mengungkapkan bahwa Cheng mengalami kecelakaan mobil pada 16 Januari dan menderita koma sejak saat itu, ia bergantung pada alat bantu pernapasan untuk menjaganya tetap hidup. Dia meninggal dunia setelah 20 hari.
Dia menulis beberapa karya merah yang memuji militer PKT dan dianugerahi gelar “Sepuluh Penulis Muda Terbaik” di Provinsi Hebei pada 2018.
Eric Cheng Kai-tai, seorang aktor Hong Kong, pembawa acara televisi, dan pembawa acara, dikirim ke rumah sakit 3 Februari dini hari karena diare dan kram kaki. Meskipun gejala awalnya menunjukkan bahwa penyakitnya hanya penyakit ringan, dia meninggal dunia pada malam yang sama di usia 56 tahun.
Penyanyi rock dan penulis lagu Xia Hui meninggal dunia secara mendadak pada 13 Januari di usia 50 tahun. Dia adalah juara kompetisi menyanyi di lima provinsi dan dinobatkan sebagai salah satu dari “Sepuluh Penyanyi Merah Terbaik Shenzhen” pada tahun 1996.
Xia dan bandnya berpartisipasi dalam Gala Tahun Baru Imlek Industri Seni Pertunjukan Tiongkok pada tahun 2020 sebagai direktur musik.
Yan Jianping, anggota Asosiasi Penulis Provinsi Zhejiang, meninggal dunia karena sakit pada 20 Januari di usia 51 tahun.
Gang Yi, seorang penyanyi Tibet, meninggal dunia karena sakit pada 2 Januari di usia 50 tahun. Dia pernah bernyanyi di panggung China Central Television pada tahun-tahun awalnya.
Tiga Orang di Bawah 45 Tahun
Song Zhenxi, seorang kurator terkenal Tiongkok, meninggal dunia mendadak pada 5 Februari, pada usia 39 tahun, saat bepergian di Malaysia. Song adalah seorang peneliti di Pusat Penelitian Budaya Pameran di Akademi Seni Tiongkok dan direktur Departemen Kuratorial di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kota Media di Akademi Seni Tiongkok.
Zhang Lan, mantan reporter Majalah Keuangan dan Caixin Media, meninggal dunia di Beijing pada 27 Januari pada usia 41 tahun setelah upaya medis gagal untuk menyelamatkannya. Dia terkenal karena melakukan wawancara lapangan setelah gempa bumi Sichuan tahun 2008.
Zhao Zheng, seorang tokoh media veteran, meninggal dunia di Beijing pada 19 Januari pada usia 44 tahun. Dia menderita serangan jantung pada 13 Januari sore dan dilarikan ke rumah sakit, di mana dia menerima perawatan darurat selama tujuh hari.
Pada awal karirnya, Zhao adalah kepala departemen di Beijing Times dan Legal Evening News. Dia kemudian mendirikan perusahaan medianya sendiri.
Bentrokan Meletus di Perbatasan Armenia–Azerbaijan, Mempertaruhkan Perundingan Damai
Adam Morrow
Kekerasan lintas batas antara Armenia dan Azerbaijan kembali meletus pada minggu ini, setelah beberapa bulan hubungan antara musuh regional yang sudah lama berlangsung relatif tenang.
Pada 13 Februari, Kementerian Pertahanan Armenia mengatakan empat tentaranya tewas—dan beberapa lainnya terluka—ketika pos perbatasan mereka diserang oleh pasukan Azerbaijan.
Menurut kementerian Armenia, insiden mematikan terjadi di dekat desa perbatasan Nerkin Hand di provinsi Syunik selatan Armenia.
Dalam unggahan di media sosial, Edmon Marukyan, duta besar Kementerian Luar Negeri Armenia, menuduh Azerbaijan “melanjutkan agresi ilegal tidak beralasan terhadap Republik Armenia.”
Pihak Azerbaijan sejak itu mengonfirmasi insiden tersebut, yang digambarkan sebagai “operasi pembalasan” yang dilancarkan sebagai respon atas tembakan lintas batas sebelumnya yang dilakukan pasukan Armenia yang melukai seorang tentara Azerbaijan.
“Sebagai akibat dari operasi tersebut, pos tempur militer Armenia di dekat pemukiman Nerkin Hand, tempat tentara kami ditembaki kemarin [12 Februari], hancur total,” kata Lembaga Perbatasan Negara Azerbaijan dalam sebuah pernyataan.
“Provokasi” lebih lanjut yang dilakukan Armenia akan ditanggapi dengan “tindakan tegas,” tambahnya.
Menurut kementerian pertahanan Azerbaijan, pasukan Armenia melepaskan tembakan ke posisi Azerbaijan di distrik Tovuz barat laut—kira-kira 400 mil sebelah utara Nerkin Hand—pada malam 12 Februari. Yerevan, pada bagiannya, membantah pernyataan Baku.
The Epoch Times tidak dapat memverifikasi secara independen klaim yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Insiden ini adalah yang pertama sejak akhir tahun lalu ketika kedua pihak yang bermusuhan sejak lama mulai mengadakan perundingan damai yang bertujuan mengakhiri permusuhan kedua negara selama tiga dekade.
Konflik Pasca-Soviet
Azerbaijan dan Armenia, keduanya bekas republik sosialis Soviet, kan tetapi menjadi musuh bebuyutan sejak runtuhnya Uni Soviet pada awal tahun 1990an.
Pada 1994, kelompok separatis Armenia—yang didukung oleh militer Armenia—merebut kendali wilayah pegunungan Nagorno-Karabakh, beserta wilayah sekitarnya.
Meskipun sebagian besar wilayah Nagorno-Karabakh dihuni oleh etnis Armenia, wilayah tersebut diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan.
Pada 2020, kedua negara terlibat perang besar terkait Nagorno-Karabakh yang berakhir dengan perjanjian gencatan senjata yang ditengahi Moskow.
Konflik enam minggu tersebut membuat Azerbaijan menguasai wilayah tersebut, beserta wilayah sekitarnya.
Armenia adalah anggota lama Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif, sebuah blok keamanan beranggotakan enam negara yang dipimpin oleh Rusia.
Namun Moskow juga menjaga hubungan baik dengan Baku, yang memungkinkannya memainkan peran mediasi antara kedua negara Kaukasus Selatan tersebut.
September lalu, Azerbaijan melancarkan serangan militer yang berhasil menetralisir kelompok separatis Armenia yang berbasis di Karabakh dan menjadikan wilayah tersebut berada di bawah kendali penuhnya.
Serangan 24 jam tersebut, juga berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi Moskow, menyebabkan puluhan ribu warga etnis Armenia di wilayah tersebut mengungsi ke negara tetangga Armenia.
Sejak itu, Baku dan Yerevan berupaya mencapai kesepakatan damai yang pasti—dengan bantuan Rusia—yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Kedua pihak mengatakan mereka menginginkan perdamaian tetapi masih belum sepakat mengenai berbagai isu, termasuk demarkasi perbatasan sepanjang sekitar 620 mil.
Baku juga ingin membangun koridor transportasi melalui wilayah Armenia, menghubungkan Azerbaijan dengan eksklave Nakhchivan, yang terletak di antara Iran dan Turki.
Armenia bersikeras mempertahankan kendali penuh atas semua jaringan transportasi yang melintasi wilayahnya.
‘Pukulan Serius’ terhadap Prospek Perdamaian
Dalam beberapa bulan terakhir, perbatasan kedua negara yang dijaga ketat militer masih tetap tenang.
Namun demikian, perundingan perdamaian terus gagal, dan kedua belah pihak saling menuduh satu sama lain berusaha menyabotase proses diplomatik yang penuh tantangan.
Menyusul bentrokan perbatasan terbaru, Kementerian Luar Negeri Armenia menuduh Baku “mencari alasan meningkatkan eskalasi” untuk menggagalkan perundingan perdamaian.
“Kepemimpinan Azerbaijan secara konsisten berusaha menggagalkan upaya mereka yang mencoba meningkatkan stabilitas dan keamanan Kaukasus Selatan dengan maksud untuk melanjutkan perundingan [perdamaian],” katanya dalam sebuah pernyataan.
Kementerian Luar Negeri Azerbaijan menyebut kejadian kekerasan lintas batas terbaru ini sebagai “pukulan serius” terhadap proses perdamaian yang sudah rapuh.
Baku, katanya, “berkomitmen terhadap proses perdamaian dan menyerukan pihak Armenia menahan diri dari eskalasi militer yang akan membahayakan upaya mencapai tujuan tersebut.”
Moskow telah mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri semaksimal mungkin agar tidak semakin membahayakan proses perdamaian.
“Kami menyerukan kedua belah pihak menghindari tindakan apa pun yang dapat dianggap provokatif,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada 13 Februari.
Gejolak yang terjadi di perbatasan baru-baru ini, katanya kepada wartawan, “tidak memajukan proses [perdamaian], juga tidak membawa kita lebih dekat pada penandatanganan perjanjian damai.”
Moskow, tambahnya, “akan terus memantau situasi dengan cermat sambil tetap menjalin kontak dengan kedua belah pihak.”
Reuters berkontribusi pada laporan ini.