Gadis Muslim Inggris Dipenjara Karena Tidak Melaporkan Rencana Serangan Teroris

EpochTimesId – Seorang wanita berusia 21 tahun, Khawla Barghouthi, dijatuhi hukuman dua tahun penjara lebih. Dia divonis hukuman penjara karena tidak memberi tahu pihak berwenang terkait rencana serangan pisau oleh teroris yang juga temannya di London, Inggris.

Khawla Barghouthi dijatuhi hukuman pada 21 Juni 2018, setelah pengadilan mendengar percakapan yang direkam. Dalam percakapan itu, dia terdengar tertawa dengan temannya tentang serangan pisau.

Serangan di British Museum telah direncanakan oleh seorang ibu dan dua putrinya pada musim semi tahun 2017, setelah mereka menjadi radikal melalui pengaruh online. Mereka secara efektif membentuk sel ISIS ‘all-female’ pertama yang diketahui di Inggris. Gadis bungsu dari dua saudara perempuan itu adalah wanita termuda yang pernah dihukum karena terorisme.

Koordinator ISIS yang menaungi mereka telah mendiskusikan rencana tentang platform pesan aman, dengan apa yang dia pikir adalah komandan ISIS. Orang yang disangka komandan ISIS itu adalah agen intelijen Inggris.

Calon jihadi Rizlaine Boular tertangkap dalam rekaman yang mengatakan kepada Barghouthi bahwa dia lebih suka menyerang wanita atau pria lajang. Keduanya menertawakan kemungkinan serangan itu menjadi ‘gagal’.

“Itu akan menjadi hal terburuk yang bisa terjadi—seperti Anda memulai sebuah aksi teroris dan kemudian Anda mengulur-ulur (waktu),” kata Barghouthi dalam rekaman itu, menurut BBC.

Barghouthi dijatuhi hukuman dua tahun dan empat bulan penjara di Old Bailey, berdasarkan pasal 38 Undang-Undang Terorisme Inggris Raya.

Dia juga akan dideportasi ke Tunisia, negara yang Dia tinggalkan sepuluh tahun silam.

Keluarga calon jihadis teman Barghouthi berada di bawah pengawasan dinas keamanan, setelah adik Boular yang lebih muda, Safaa Boular, tertangkap berusaha melakukan perjalanan ke Suriah.

“Setelah dicegah dari bepergian ke Suriah, dia kemudian mulai merencanakan serangan di Inggris. Akan tetapi rencananya sedang diawasi oleh jaringan kontraterorisme dan layanan keamanan (Inggris),” Wakil Asisten Deputi Terorisme, Dean Haydon mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Safaa, yang berusia 16 tahun pada saat itu, pertama kali melakukan kontak online dengan perekrut ISIS dan propagandis bahasa Inggris di Raqqa, yang memperkenalkannya kepada ratusan orang baru.

Gedung Bdan Intelijen MI6 di Vauxhall Cross di seberang Sungai Thames di London, Inggris. Gedung agen intelijen ini adalah salah satu lokasi pengawasan oleh sel ISIS ‘all-female’ Inggris. (Jeremy O’Donnell/Getty Images/The Epoch Times)

Safaa kemudian membentuk komunikasi online dengan seorang jihadis Inggris yang pergi ke Suriah untuk menjadi teroris ISIS. Mereka juga menikah dalam sebuah upacara via online.

Segera setelah mereka menggagalkan usahanya untuk bepergian, untuk bertemu dengan suaminya, petugas kontra-teroris Inggris menghubunginya melalui sistem pesan aman. Mereka menyamar sebagai komandan ISIS.

Koordinator ISIS mengambil umpan para agen intelijen dan berdiskusi dengan mereka tentang rencana serangan di London. Rencana serangan yang kemudian terungkap akan melibatkan Safaa, yang sudah berada dalam tahanan polisi.

“Tanpa diketahui oleh Safaa, orang-orang yang dia ajak mendiskusikan serangannya via online bukan sesama ekstremis, tetapi agen online dari dinas keamanan,” kata pernyataan dari Kepolisian Metropolitan. “Safaa mendiskusikan rencana dan keinginannya untuk memegang senjata api dan granat.”

Ketika Safaa masih dipenjara, saudara perempuan dan ibunya mengendarai mobil di sekitar Westminster. Dinas Keamanan meyakini kegiatan itu sebagai pengintaian target potensial pada 25 April 2017. Keesokan harinya, mereka membeli sebungkus pisau dapur dari sebuah supermarket di London selatan.

Pada tanggal 27 April, ketika mereka mendengar Rizlaine Boular mendiskusikan rencana penyerangan di rumah mereka dengan Barghouthi, pihak berwenang melakukan penangkapan.

Dalam penggrebekan di rumah mereka, Rizlaine ditembak oleh petugas saat dia hendak menyerang dengan pisau. Dia berteriak agar para polisi tidak menyentuhnya, saat mereka hendak memberikan pertolongan pertama.

Rizlaine Boular dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Dia juga dihukum untuk menjalani kerja sosial minimal selama 16 tahun.

Ibunya, Mina Dich, dijatuhi hukuman penjara 11 tahun dan sembilan bulan.

Selama persidangan, muncul fakta bahwa Dich telah tertarik pada interpretasi Islam yang semakin radikal. Dia juga mencekoki Safaa, bahkan memaksanya untuk berpuasa selama bulan Ramadhan, meskipun anaknya menderita diabetes. (Simon Veazey/Epoch Times/waa)

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA