Aksi 2112 Bela Muslim Uighur dengan Mengutuk Rezim Komunis Tiongkok di Sejumlah Wilayah Indonesia

Epochtimes.id- Aksi solidaritas 2112 terhadap penindasan yang dialami oleh Muslim Uighur ternyata digelar pada sejumlah wilayah di Indonesia. Aksi ini digelar merata di sejumlah wilayah pulau Kalimantan, Jawa, Sumatera dan Sulawesi.

Aksi di Jakarta digelar di depan Kedubes RRT di Jalan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (21/12/2018).  Sejumlah elemen ormas Islam menyerukan agar pemerintah Indonesia bersuara tegas atas penindasan yang dialami oleh muslim Uighur.

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Yusuf Martak menyatakan pihaknya mengutuk keras terhadap pemerintahan komunis Tiongkok atas penindasan terhadap muslim Uighur di Xinjiang.

“Kami mengecam keras bahwa perbuatan yang dilakukan oleh rezim komunis Tiongkok tersebut adalah pelanggaran nyata atas hak asasi manusia dan hukum internasional,” tegasnya.

Menurut dia, kebebasan beragama merupakan hak bagi setiap manusia. Maka karena itu, Muslim Uighur yang merupakan mayoritas penduduk di Provinsi Xinjiang harus memiliki dan diberikan kebebasan menjalankan agamanya.

Melansir dari media lokal, aksi massa bela Uighur di Sumatera Utara digelar di depan Konsulat Jenderal (Konjen) RRT di Jalan Walikota Medan, Medan, Sumatera Utara, Jumat (21/12/2018). Massa dalam aksi mereka membawa poster pembelaan terhadap muslim Uighur hingga kecaman atas tindakan kekejaman rezim komunis Tiongkok.

Selama aksi, orator menyatakan memang diri mereka marah atas tindakan serta penindasan yang dialami oleh Muslim Uighur di Tiongkok. Lebih tegas, massa mendesak agar Duta Besar RRT segera diusir keluar dari wilayah Indonesia.

Aksi bela Muslim Uighur di Depan Kedutaan Besar RRT di Jalan Mega Kuningan, Jakarta Pusat 21 Desember 2018 (Foto : M.Asari)

Sementara pada hari yang sama, aksi serupa digelar di wilayah Titik Nol Kilometer. Sejumlah ormas dan elemen umat Islam di Yogyakarata menyerukan pembelaan terhadap penindasan yang dialami oleh Muslim Uighur.

Senada dengan aksi di kota-kota lainnya, elemen dan ormas Islam di Yogyakarta menyatakan mengutuk keras dan mengecam keberutalan yang dperbuat oleh rezim komunis Tiongkok. Aksi ini pun digelar dengan lancar dan tertib. Meskipun sempat terjadi kepadatan, warga di pusat kota tetap nyaman beraktivitas.

Sedangkan, sebanyak ribuan massa dari ormas Islam di Solo, Jawa Tengah pada hari yang sama turut mengutuk kekejaman yang dialami oleh Muslim Uyghur di Xinjinag, Tiongkok. Aksi ini digelar dengan longmarch mulai Jl Slamet Riyadi hingga di Bundaran Gladag, Surakarata.

Orator saat aksi di Solo turut menyerukan agar memboikot barang-barang Made in China yang tidak diperlukan. Pernyataan sikap ormas Islam di Solo mengingatkan bahwa pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur telah dikecam secara global.

Tuntutan Ormas Islam di Solo Raya menyerukan agar penindasan terhadap Muslim Uighur segera diakhiri dengan andil oleh pemerintah melalui jalur diplomatik. Namun demikian, Ormas Islam meminta pemerintaha Indonesia memuturkan hubungan diplomatk dengan RRT jika penindasan dan kekerasan yang dialami oleh Muslim Uighur tidak dihentikan.

Masih di Pulau Jawa, massa dari Jawa Barat tergabung dalam Gerakan Solidaritas Muslim (GSM) beraksi di Gedung Sate Bandung, Jumat (21/12/2018).

Massa di Gedung Sate turut menyatakan mengecam tindak kekerasan yang dilakukan oleh rezim komunis Tiongkok kepada masyarakat Uighur di Xinjiang. Pada kesempatan itu, turut menyuarakan agar rezim komunis Tiongkok untuk segera menghentikan tindakan kekerasan terhadap masyarakat Uighur.

Adapun di Sulawesi, massa solidaritas untuk Muslim Uighur menggelar aksi mereka  di kantor DPRD Sulsel Jl Urip Sumoharjo Makassar, Sulawesi Selatan. Massa menyampaikan aspirasi serupa yakni mengecam penindasan terhadap etnis muslim Uighur.

Mengutip dari lampungpro, ribuan Umat Islam menggelar aksi serupa di Tugu Adipura, Bandar Lampung pada hari yang sama. Aksi digelar juga sebagai bentuk protes dan kecaman terhadap pemusnahan etnis Muslim Uighur yang dilakukan oleh rezim Komunis Tiongkok.

Sebagaimana diketahui, rezim Komunis Tiongkok selalu berdalih terkait penindasan terhadap etnis Uighur di Xinjiang, Tiongkok. Rezim komunis menuduh bahwa Uighur sebagai ancaman serius bahkan dituding sebagai militan dan terlibat gerakan separatis.

Sebagaiman ditulis The Epochtimes, Uighur dan Muslim lainnya yang ditahan di fasilitas seperti kamp konsentrasi, yang dikenal sebagai pusat “pendidikan ulang” dilarang menggunakan salam Islam, harus belajar bahasa Mandarin, dan menyanyikan lagu-lagu propaganda partai komunis sebagaimana dilaporkan oleh Human Rights Watch.

Namun demikian, rezim komunis Tiongkok selalu berdalih atas kesewenang-wenangannya sebagai pendidikan ulang politik. Bahkan, menyebutnya  pusat-pusat kejuruan.

Akan tetapi, sebuah laporan yang diterbitkan pada 5 November oleh think-tank AS, Jamestown Foundation menemukan bahwa terlepas dari kampanye “pelatihan kejuruan” yang diakui, hasilnya bahkan menunjukkan angka ketenagakerjaan tidak meningkat secara signifikan, menurut angka ketenagakerjaan resmi di pemerintahan Xinjiang. (asr)