Inilah Negeri Wanita di Dunia Nyata, Laki-laki Dilarang Menginjakkan Kakinya

Wen Xin

Epochtimes.id- Bagi penggemar film fiksi Mandarin, mungkin tak asing lagi dengan film “Journey to the West” atau “Perjalanan ke Barat”. Salah satu episodenya menceritakan ketika “Kera Sakti”dalam Perjalanan ke Barat singgah ke “Negeri kaum wanita.”

Apakah di dunia nyata memang ada negeri seperti yang tercantum dalam film tersebut?

Negeri ini benar-benar ada ditemukan di dunia ini. Kota ini terletak di pulau biarawati satu-satunya di Tiongkok.

Pulau ini dihuni puluhan ribu biarawati. Kaum pria dilarang menginjakkan kakinya disini. Pulau itu adalah Juemu Island di kuil Ya-Qing.

Kuil Yaqing terletak di desa Acha, Distrik Changtai, Kabupaten Baiyu, provinsi Sichuan, Tiongkok. Kabupaten Baiyu berada di tepi Sungai Jinsha dan menghadap ke seberang sungai di Tibet.

Daerah ini terletak di pegunungan terpencil yang saling terhubung dengan Provinsi Sichuan dan Tibet. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan sungai yang jernih. Suhu di wilayah ini hanya beberapa derajat celcius meski di musim panas pada Juli dan Agustus.

Arus sungai Changqu yang mengalir dari sungai Jinsha yang bersilangan mengelilingi seluruh kompleks bangunan kuil. Sungai Changqu berhaluan di tengah padang rumput Zhangtai, dan membagi kuil menjadi dua bagian, mengalir deras ke sungai di Tibet.

Ada dua jembatan di sungai terpisah pulau tersebut. Satu jembatan dari semen yang menghubungkan aula utama dan satu jembatan gantung yang menghubungkan sisi kanan gunung (tempat kultivasi).  Geografi pulau ini satu sisi pulau terhubung dengan bukit yang relatif datar. Sekitarnya terdapat aula utama yang disediakan untuk latihan konsentrasi.

Pulau biarawati ini melarang kaum pria menginjakkan kakinya disini. Hanya kaum wanita yang dibolehkan berkultivasi dan belajar agama Buddha di sini. Setiap tahun, banyak kaum wanita yang berkultivasi dan mendiskusikan ajaran Buddha. (weibo.com)

Di pulau yang penuh dengan misteri ini, para Juemu atau istilah untuk biarawati senior pulau tersebut membangun lebih dari 20.000 kamar berupa “kotak atau ruangan kecil” untuk berkultivasi. Setiap kotak/ruangan kecil hanya dapat menampung satu orang.

Rumah-rumah sederhana tidak terlindung dari hawa dingin. Sebagai perlindungan mereka menggantung tirai merah di luar untuk mengusir hawa dingin.

Setelah memasuki musim dingin setiap tahun, para biarawati akan memasuki ruangan “kotak kecil” yang dibangun sendiri. Mereka melakukan “kultivasi tertutup model klaster/kelompok” selama seratus hari.

Bagaimana biarawati yang hidup di wilayah ini? Mereka sehari-hari mengalami kehidupan yang sangat keras. Tidak ada perangkat komunikasi apa pun dan terisolasi dari dunia luar.

Oleh karena itu, bahan-bahan pokok sangat langka. Di sini, para Juemu/biarawati mengatasi sendiri semua masalah kehidupan sehari-hari, misalnya menimba air, memotong kayu, membangun dan memperbaiki rumah, menjahit serta memperbaiki pakaian.

Pulau ini selalu kekurangan pasokan dan tidak ada listrik hingga hari ini.  Tetapi penduduknya sangat bahagia bermukim di sana.

Pulau ini melarang kaum Laki-laki menginjakkan kakinya. hanya kaum wanita yang dibolehkan masuk untuk berkultivasi dan belajar agama Buddha. Setiap tahun, banyak kaum wanita yang berkultivasi dan mendiskusikan ajaran Buddha disini.

Namun, kabar buruknya, sejak tahun 2017 hingga sekarang, Partai Komunis Tiongkok tidak hanya menghancurkan biara-biara Buddha seperti Perguruan Tinggi Buddha Larong di Ganzi dan Kuil Yaqing, Sichuan, tetapi juga mengutus pejabat dari Partai Komunis Tiongkok untuk menjadi dekan di Sekolah Tinggi Buddha ini.

Pada Agustus tahun lalu, ada rumor tentang pembongkaran paksa oleh PKT terhadap Kuil Yaqing.

Radio Free Asia melaporkan bahwa sekitar 2.000 biarawati diusir dan 2.000 pondok biarawati akan dihancurkan secara paksa. (jon/asr)