Beban Utang Laos Melonjak Tinggi Akibat Ikut OBOR, Akankah Bernasib Seperti Sri Lanka ?

 oleh Chen Beichen

Situasi ekonomi Laos yang kian memburuk saat ini menjadi perhatian masyarakat internasional yang khawatir akan memunculkan lagi Sri Lanka kedua yang ekonominya juga ambruk gara-gara berpartisipasi dalam proyek Sabuk dan Jalan (One Belt One Road. OBOR) Tiongkok. Para ahli menunjukkan bahwa selain terjadi penurunan cadangan devisa yang terus menerus, lebih dari setengah utang luar negeri Laos itu berkaitan dengan proyek OBOR Tiongkok. Di mana dikhawatirkan Laos terpaksa menggunakan hak atas kedaulatan dan sumber dayanya untuk mendapatkan belas kasihan Beijing dalam menyelesaikan pembayaran utangnya.

“Nikkei News” menunjukkan bahwa dengan meningkatnya tekanan utang luar negeri, laju inflasi Laos juga semakin kencang. Situasi membuat banyak warga Laos pergi ke seberang Sungai Mekong, yakni Thailand untuk membeli persediaan. Di stasiun pompa bensin Kota Nong Khai, Thailand yang terletak di tepi barat Sungai Mekong, terlihat berjajar panjang kendaraan yang diparkir di sana, mencerminkan perbedaan fenomena antar penduduk yang tinggalnya hanya berseberangan sungai.

Kiri Malaya, seorang petugas stasiun pompa bensin mengatakan bahwa, sopir kendaraan berplat nomor Laos biasanya ada 2 permintaan : Satu yaitu minta kendaraan diisi full tank, kedua yaitu sekalian minta jerigen yang 20 liter juga diisi penuh bahan bakar untuk cadangan katanya. Banyak di antara orang-orang ini mengendarai mobil SUV atau Benz kelas atas.

“Sejumlah pengemudi itu sering mengisi bahan bakar di sini, jadi kami saling mengenal. Mereka umumnya mengeluh harga bahan bakar di Laos yang tinggi atau sering menghadapi pasokan yang tidak mencukupi”, kata Kiri Malaya yang tangannya sambil mengisi bahan bakar untuk mobil Range Rover berwarna hitam dan sebuah drum warna biru.

Stasiun pompa bensin di Kota Nong Khai, Thailand menjadi sibuk sejak bulan Juni tahun ini akibat harga bensin di Laos yang dinaikkan sebanyak 107,1%.

Bukan tidak ada barangnya di Laos, tetapi tidak terbeli karena harganya

Perlu dicatat bahwa bahan bakar bukan satu-satunya item barang yang dibeli warga Laos ke luar negeri.

Seorang wanita yang bekerja di kantoran mengatakan bahwa dirinya datang ke Thailand untuk membeli barang kebutuhan rumah tangga seperti sabun, deterjen, pakaian dan bahkan makanan karena beberapa barang tidak tersedia di toko dalam negeri Laos atau sekarang harga lebih mahal dari sebelumnya”. Seorangnya yang berprofesi sebagai pembuat roti sedang pusing dengan kenaikan biaya bahan.

Para ahli ekonomi memperingatkan bahwa partai yang berkuasa di Laos, Partai Revolusioner Rakyat telah menanam banyak ranjau pada perekonomian negara. Cadangan devisa negara Laos yang senilai USD. 18 miliar telah habis terpakai, dan kini menghadapi ketidakmampuan untuk menutupi utang luar negeri yang jumlahnya besar. Sedangkan utang itu sebagian besar berkaitan dengan pembangunan jalur kereta api cepat multi-miliar dolar proyek OBOR Tiongkok. Karena itu masyarakat internasional khawatir bahwa apakah Laos akan menjadi Sri Lanka berikutnya.

Sri Lanka kehabisan cadangan devisa untuk melunasi utang luar negerinya pada bulan April tahun ini. Ia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang gagal bayar utang dalam beberapa dekade terakhir.

Alex Kremer, Manajer Negara Bank Dunia mengatakan bahwa situasi ekonomi Laos sangat menantang. Bank Dunia pada Mei tahun ini telah memperingatkan bahwa akibat kenaikan yang tidak seimbang antara pengeluaran dan pendapatan, sebagian besar penduduk Laos terutama di wilayah perkotaan akan “berisiko jatuh ke dalam kemiskinan”.

Saat ini, Laos memiliki populasi sekitar 7 juta jiwa, dan tingkat inflasi negara itu mencapai 25,6% pada Juli tahun ini.

Pemerintah Laos sedang menghadapi defisit ganda

Alex Kremer mengatakan bahwa kelemahan struktural ekonomi Laos berasal dari “dampak pandemi COVID-19, dan pengaruh lingkungan makroekonomi global yang memburuk, juga  devaluasi mata uang Laos LAK (Lao Kip) yang cepat”.

Setahun yang lalu, nilai tukar 1 USD = LAK. 9.400,-  Namun pada pertengahan tahun 2022, sejumlah tempat penukaran mata uang menawarkan 1 USD = LAK. 15.000,-  Di pasar gelap, bahkan nilai tukarnya menjadi LAK.19.000,- 

Runtuhnya mata uang lokal (Lao Kip) telah mendorong analis untuk memperingatkan bahwa cadangan devisa Laos sudah berada dalam kondisi sangat minim. Saat ini angkanya mungkin hanya sekitar USD. 1,3 miliar, yang hanya cukup untuk menutupi impor kebutuhan untuk 2,2 bulan. Sementara negara itu dihadapkan untuk membayar kembali utang luar negerinya tahun 2022 yang berjumlah USD. 1,3 miliar.

Sathit Talaengsataya, ekonom senior “Krungsri Research” di Thailand mengatakan : “Laos sedang menderita defisit ganda, satu adalah defisit fiskal dan lainnya adalah defisit transaksi berjalan di tengah cadangan devisa yang tidak mencukupi”.

Dia mengatakan bahwa selama dekade terakhir, pemerintah Laos setiap tahun menghadapi defisit fiskal yang besarnya setara dengan 3% hingga 4% dari PDB. Sejumlah besar pembiayaan eksternal yang Laos butuhkan itu telah mengakibatkan defisit transaksi berjalan yang jumlahnya melebihi 10% dari PDB rata-rata negara tersebut.

Gubernur bank sentral Laos yang baru, Bounleua ​​Sinxayvoravong mengisyaratkan adanya krisis keuangan dalam pidato resminya dalam pidatonya beberapa hari lalu. Ia mengatakan : “Dari awal 2021 hingga kuartal pertama tahun ini, Laos seharusnya menerima USD. 9,81 miliar, tetapi hanya 32%-nya saja yang masuk ke sistem perbankan Laos”.

Namun, otoritas Laos terus berusaha menutup-nutupi besarnya angka utang pemerintah kepada Beijing, dan potensi dampaknya terhadap negara.

Menurut sebuah laboratorium penelitian internasional di College of William and Mary yang bernama “AidData”, bahwa selama masa “gila pinjaman” dari tahun 2000 hingga 2017 Laos telah mengakumulasikan utang resmi luar negerinya sebesar USD. 5,57 miliar, namun ini cuma bagian kecil. Secara keseluruhan, eksposur utangnya kepada Tiongkok mencapai USD. 12,2 miliar, atau sekitar 64,8% dari PDB Laos. (sin)