Berkat Integrasi Militer Sipil di RRT, Investasi Industri AI Jadi Sasaran Boikot AS

Reporter Departemen Tematik The Epoch Times Zhang Wan

Setelah semikonduktor, industri teknologi kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligent) RRT telah menjadi bidang yang disoroti oleh Gedung Putih. Baru-baru ini wadah pemikir AS (Amerika Serikat) merilis laporan, mengungkap perkembangan bidang AI di RRT yang memanfaatkan investasi AS, dan mengusulkan kepada pembuat kebijakan AS agar mengambil tindakan, menghentikan modal tersebut mengalir ke industri AI – RRT. Karena strategi yang disebut “integrasi militer dan sipil” oleh Beijing itu telah membuat teknologi AI dipasok untuk digunakan oleh pihak militer.

Center for Security and Emerging Technology (CSET) bulan ini merilis laporan yang menunjukkan, sejak 2015 hingga 2021, peneliti telah mendapati sebanyak 1.239 perusahaan AI di RRT telah meraup dana sebesar USD 110 Milyar ( 1.671 triliun rupiah, kurs per 12/02) dari 2.299 transaksi investasi yang dilakukan pada 36 negara.

Di antaranya, sebanyak 401 transaksi melibatkan 167 orang investor AS, yang telah menginvestasikan USD 40,2 Milyar ( 611 triliun rupiah) pada 251 perusahaan AI di RRT, atau sekitar 37% dari seluruh dana yang berhasil dikumpulkan oleh seluruh perusahaan AI milik RRT pada periode yang sama.

Laporan itu menyebutkan, dalam transaksi para investor AS tersebut, sekitar 91% di antaranya ditempatkan pada tahap awal invetasi modal ventura (VC). Padahal tahap awal investasi VC ini sering kali memberikan manfaat tak berwujud di luar modal, termasuk mendapat bimbingan dan pelatihan, meningkatkan popularitas dan relasi. Oleh sebab itu, laporan menilai, investasi AS terhadap teknologi Beijing (terutama AI) patut untuk disoroti dan ditelusuri lebih lanjut.

Pada 27 Januari lalu, situs berita Politico memuat artikel yang mengatakan, Gedung Putih sedang mempertimbangkan sebuah perintah eksekutif, melarang seluruh investasi AS terhadap sebagian bidang teknologi tinggi RRT, termasuk AI, komputasi quantum, 5G, dan semi konduktor canggih.

Ketua Komisi Urusan Diplomatik DPR AS yakni Michael McCaul yang turut serta dalam pembahasan tersebut mengatakan kepada Politico, sasaran Gedung Putih adalah melarang investasi pada perusahaan AI di RRT dan segala perusahaan RRT yang bergerak di bidang internet atau sektor terkaitnya. Oktober tahun lalu AS merilis satu titik berat pada perintah kendali semi konduktor, yaitu menghentikan perkembangan AI Beijing secara menyeluruh. Strategi konkritnya antara lain: memutus ekspor cip AI teknologi canggih ke RRT untuk menghentikan industri AI RRT; mencegah Beijing menggunakan peranti lunak perancang cip bikinan AS untuk menghadang PKT (Partai Komunis Tiongkok) merancang cip AI di dalam negerinya; lewat pembatasan ekspor peralatan canggih menghentikan RRT memproduksi cip canggih.

Cip jaringan internet yang digunakan pada pusat data untuk melatih dan mengoperasikan model AI ukuran besar atau digunakan pada instalasi super komputer adalah titik berat larangan ekspor AS kali ini. Cip jenis ini harus memiliki kemampuan pemrosesan paralel yang sangat kuat (di atas 300 Mbps), dan kecepatan interkoneksi yang super cepat (di atas 600 Gbps). Di seluruh dunia hanya perusahaan AS yakni Nvidia dan AMD serta segelintir perusahaan yang mampu menyediakan cip jenis ini.

Sedangkan laporan terbaru CSET mengusulkan pemerintah AS mengambil tindakan, memutus lebih lanjut investasi AS terhadap industri AI – RRT. Rekomendasi laporannya adalah:

1. Melakukan audit keamanan terhadap setiap potensi investasi ke luar negeri atau menetapkan sasaran kebijakan yang jelas sistemnya. 

2. Merancang suatu proyek uji coba, dan mengumpulkan data investasi AS terhadap RRT. Merevisi persyaratan pengungkapan terhadap dana AS, serta persyaratan pengungkapan terhadap perusahaan AS yang telah berinvestasi pada perusahaan RRT, khususnya pada industri kritis terkait keamanan nasional.

3. Mengusulkan pada Kementerian Keuangan AS untuk melakukan kerjasama lintas departemen, memperluas dan merevisi ruang lingkup daftar perusahaan RRT yang terlibat dalam industri militer, sasarannya termasuk perusahaan swasta RRT yang mampu menyerap investasi VC, serta departemen kritis yang berperan penting dalam keamanan nasional serta pertahanan dan logistik.

4. Membentuk suatu mekanisme, mencegah AS berinvestasi pada perusahaan RRT yang ada dalam daftar entitas di Kemendag AS. Hal ini mungkin dibutuhkan divestasi aset pada perusahaan RRT yang ada dalam daftar entitas, serta membatasi investasi mendatang terhadap entitas yang terdaftar.

Industri AI PKT Adalah Sasaran Baru AS

Dikeluarkannya laporan CSET bertepatan dengan diperluasnya sanksi peralatan semi konduktor AS terhadap PKT setelah Jepang dan Belanda juga ikut bergabung. Faktanya, industri AI – RRT adalah sasaran penumpasan yang potensial bagi pemerintah AS setelah semi konduktor.

Pada 7 Oktober tahun lalu, Kemendag AS telah mengeluarkan kebijakan pengawasan ekspor semi konduktor terbaru, yang membatasi cip canggih berikut peralatan produksinya diperoleh rezim RRT.

Dua puluh hari kemudian, dalam kegiatan yang diadakan pada Center for a New American Security, saat ditanya wartawan apakah pemerintahan Biden berencana memberlakukan pengawasan ekspor teknologi sistem informasi quantum, komputasi AI dan bioteknologi, Wakil Menteri Kemendag yang bertanggung jawab atas masalah industri dan keamanan yakni Alan Estevez menyatakan, semua ini memang benar merupakan bidang teknik yang disoroti oleh Gedung Putih.

Estevez menyatakan, kebijakan pengawasan ekspor semi konduktor terbaru hanya sebagian dari evaluasi yang tengah dilakukan oleh Kemendag AS. Tidak hanya semi konduktor, ia menilai tindak lanjutan pemerintah AS akan memberlakukan pengawasan ekspor di bidang yang kemungkinan akan dimanfaatkan oleh PKT untuk mengancam keamanan AS dan sekutunya. Ia menegaskan, menerapkan langkah-langkah pengendalian ini adalah demi keamanan nasional AS.

Strategi “Integrasi Militer – Sipil” RRT Membantu Militer Dapatkan Teknologi AI

Di Tiongkok, teknologi AI tak hanya digunakan secara luas untuk mengawasi warga dan juga tokoh oposisi, di saat yang sama juga banyak digunakan oleh PKT untuk meningkatkan peralatan militernya. Perintah pengawasan ekspor semikonduktor oleh pemerintah AS pada Oktober tahun lalu, telah menempuh jalan melarang penjualan cip canggih berikut peralatan produksinya kepada militer Beijing maupun entitas sipilnya, karena taktik “militer & sipil bersatu” PKT dapat membuat teknologi AI komersil yang terbaik diserahkan pada pihak militer, menyebabkan sanksi AS sebelumnya menjadi tidak efektif lagi. Pihak militer RRT juga memanfaatkan perusahan bodong untuk secara tidak langsung membeli dan terhindar dari pembatasan ekspor AS.

Pada Februari 2022 lalu CSET mengemukakan dalam laporan lainnya bahwa pihaknya telah memeriksa lebih dari 343 kontrak pembelian peralatan AI yang terkait dengan pihak militer RRT, dan ditemukan pihak militer Beijing telah mengalihkan AI tersebut ke dalam program mekanis militer, untuk mengembangkan berbagai jenis sistem tempur elektronik. Laporan menyebutkan, sejak 2009 pihak militer Beijing telah mulai mengembangkan sistem tempur laut dan udara yang pintar dan otomatis. Catatan kontrak pembelian menunjukkan, badan usaha pertahanan RRT telah membeli produk komersil dengan dibantu oleh forum pembelian publik yang dinamakan “Drone Internet”.

Di saat bersamaan CSET mendapati, militer RRT telah mendanai penelitian aviasi otomatis, serta membeli modul pemroses data dan pengacau “pintar” untuk pesawat nirawak. Seperti China Academy of Science (CAS) dan Shenyang Intelligence Autonomous (SIA) didanai oleh pemerintah untuk meneliti mobil pintar. Tahun 2020, kedua akademi tersebut telah memperoleh kontrak pembuatan “sistem anti tabrakan pintar 3D” bagi China Aviation Science Company (CASC, BUMN milik RRT) dan juga kontrak pembuatan “pesawat terbang pintar otomatis” bagi Angkatan Udara PLA (People’s Liberation Army Air Force atau PLAAF) RRT.

Disamping itu, CSET juga menemukan bahwa di antara kontrak pembelian peralatan AI bagi militer RRT itu, seperlima di antaranya adalah peralatan seputar intelijen, pemantauan, dan pelacakan (ISR).

Misalnya, kesatuan pendukung strategis (PLASSF) militer RRT pada 2020 lalu telah menandatangani kontrak pembelian peralatan terkait sistem pelacakan satelit dengan China Aviation Science Company (CASC). Selain itu, PLASSF juga menandatangani kesepakatan pengembangan pendeteksian informasi ruang geografis dan sistem analisis pintar dengan Uxsino Software Co. Beijing. Laporan mengemukakan, militer RRT juga sedang mengembangkan peranti simulasi taktik militer yang berbasis AI. Contohnya, suatu perusahaan Tiongkok yang bernama DataExa telah mengembangkan simulator permainan perang berbasis AI yang bernama AlphaWa.

Selain itu, pada pesawat terbangnya pihak militer RRT telah memasang peranti lunak pengenal target otomatis (ATR) yang berbasis AI. Pada Juni 2020 lalu, Shandong Hie-Tech yang mengaku sebagai pemasok sistem ATR pada pesawat nirawak bersama perusahaan swasta lainnya diminta untuk membuat pesawat nirawak dan perlengkapan penunjangnya bagi pihak militer RRT. (Sud/whs)