Undang-undang Anti-Spionase Baru Tiongkok Menimbulkan Risiko bagi Bisnis Asing

Orang asing berisiko ditahan karena mengajukan pertanyaan sensitif

 Antonio Graceffo

Di bawah undang-undang anti-spionase Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang baru, kegiatan bisnis yang normal dapat dianggap sebagai kegiatan mata-mata, yang mengakibatkan orang asing dilarang masuk atau keluar dari Tiongkok.

Undang-undang Kontra Spionase yang direvisi di Tiongkok, yang mulai berlaku pada  1 Juli, melarang transfer informasi yang terkait dengan keamanan nasional sekaligus memperluas definisi keamanan nasional. Selain itu, undang-undang ini juga memperluas cakupan dari apa yang dianggap sebagai mata-mata.

Mata-mata sekarang dapat mencakup “organisasi atau individu [yang] berkolusi, mencuri, membongkar, rahasia negara, intelijen, dan dokumen, data, materi lainnya.” Meskipun definisi mata-mata yang berlaku di sebagian besar negara akan diterapkan pada upaya untuk mencuri rahasia negara, membongkar rahasia negara pada umumnya tidak akan dianggap sebagai kejahatan. Jenis bahasa yang luas dan ambigu ini mengkhawatirkan bagi orang Barat yang mungkin menganggap bahwa mengajukan pertanyaan sensitif adalah hal yang wajar. Sekarang, sekedar bertanya saja sudah dianggap ilegal. Hal ini membahayakan semua orang, mulai dari wartawan asing hingga auditor.

Undang-undang ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan keamanan nasional, namun definisinya bisa meluas ke informasi apa pun yang berkaitan dengan dokumen, data, dan materi yang terkait dengan organ dan infrastruktur negara. Undang-undang ini juga memberikan wewenang kepada para penyelidik untuk mengakses data, peralatan elektronik, dan informasi di komputer dan telepon pribadi. Para penyelidik juga akan memiliki wewenang untuk mencegah orang-orang yang sedang diselidiki meninggalkan negara tersebut.

Jeremy Daum, peneliti senior di Paul Tsai China Center di Yale, mengatakan kepada AFP bahwa undang-undang yang direvisi tersebut menggunakan “pendekatan seluruh masyarakat untuk menangani apa pun yang berisiko terhadap definisi keamanan nasional yang luas ini,” dan melibatkan perusahaan swasta dan individu sebagai agen PKT. Pasal 7 undang-undang tersebut menyatakan, “Warga negara Republik Rakyat Tiongkok memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan, kehormatan, dan kepentingan negara,” sementara Pasal 8 berbunyi, “Semua warga negara dan organisasi harus mendukung dan membantu upaya kontra-spionase.”

Pendekatan seluruh masyarakat ini konsisten dengan Pasal 7 Undang-Undang Intelijen Nasional (sebagaimana telah diubah pada tahun 2018). Pasal tersebut menyatakan, “Semua organisasi dan warga negara harus mendukung, membantu, dan bekerja sama dengan upaya intelijen nasional.” Pasal 24 undang-undang tersebut menyatakan bahwa, selain keamanan publik dan urusan sipil, sektor-sektor yang diharapkan dapat membantu pengumpulan informasi intelijen meliputi “urusan sipil, keuangan, kesehatan, pendidikan, sumber daya manusia dan jaminan sosial, urusan veteran, dan jaminan kesehatan, serta badan usaha milik negara dan lembaga publik.” Penting untuk dicatat bahwa undang-undang tersebut tidak mengatakan bahwa tanggung jawab pengumpulan intelijen ini terbatas pada perbatasan Tiongkok. Secara efektif, kedua undang-undang tersebut membuat semua perusahaan dan individu Tiongkok menjadi agen PKT.

UU Kontra Spionase menempatkan warga negara Tiongkok yang bekerja untuk perusahaan asing dalam keadaan sulit, karena mereka dapat dihukum karena “Kegiatan yang dilakukan, dihasut atau didanai oleh lembaga, organisasi, dan individu asing selain organisasi spionase dan perwakilannya, atau yang berkolusi dengan lembaga, organisasi, atau individu dalam negeri.” Penindasan PKT terhadap agama Kristen sering kali dibenarkan sebagai upaya untuk mencegah warga negara berkolusi dengan entitas asing. Namun, kata-kata dalam undang-undang yang direvisi tersebut dapat diterapkan pada setiap warga negara Tiongkok yang bekerja di perusahaan asing atau bekerja sebagai perwakilan lokal dari perusahaan asing.

Undang-undang Kontra Spionase yang telah direvisi menyatakan bahwa undang-undang ini berlaku untuk orang asing dan pelanggarnya dapat dideportasi. Undang-undang tersebut selanjutnya mengatakan bahwa orang asing yang dianggap telah melanggar hukum juga dapat dilarang memasuki negara tersebut. Larangan masuk menunjukkan dimensi ekstrateritorial pada hukum, karena pelanggaran mungkin terjadi saat orang tersebut berada di negara lain. Namun, potensi “larangan keluar” terhadap warga negara asing bahkan lebih mengkhawatirkan. Pasal 33 menyatakan bahwa organ keamanan negara “di tingkat provinsi atau di atasnya dapat memberitahukan kepada badan manajemen imigrasi untuk tidak mengizinkan orang yang dicurigai melakukan tindakan spionase untuk keluar dari negara tersebut.”

Pada April, polisi Tiongkok meluncurkan penyelidikan terhadap aktivitas perusahaan konsultan manajemen AS, Bain & Company. Beberapa minggu sebelumnya, kantor perusahaan uji tuntas AS Mintz Group di Beijing digerebek dan ditutup, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa kegiatan normal perusahaan konsultan manajemen dapat bertentangan dengan UU Kontra Spionase yang telah direvisi, karena melibatkan pengajuan pertanyaan-pertanyaan sensitif dan perolehan data dan informasi. Undang-undang yang telah direvisi juga dapat dieksploitasi sebagai dalih bagi PKT untuk mendapatkan akses ke rahasia dagang perusahaan atau data atau informasi milik perusahaan tentang klien.

Mengomentari undang-undang yang direvisi tersebut, the U.S. National Counterintelligence and Security Center  atau Pusat Kontra Intelijen dan Keamanan Nasional AS (NCSC) mengeluarkan peringatan kepada warga Amerika dan perusahaan-perusahaan Amerika di Tiongkok: “Undang-undang ini memberi pemerintah RRT [Republik Rakyat Tiongkok] dasar hukum yang lebih luas untuk mengakses dan mengendalikan data yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan AS di Tiongkok. Perusahaan-perusahaan AS dan individu-individu di Tiongkok juga dapat menghadapi hukuman atas aktivitas bisnis tradisional yang dianggap Beijing sebagai tindakan spionase atau atas tindakan yang menurut Beijing membantu sanksi-sanksi luar negeri terhadap Tiongkok. Undang-undang ini juga dapat memaksa warga negara RRT yang dipekerjakan secara lokal oleh perusahaan AS untuk membantu upaya intelijen RRT.”

Di antara kegiatan yang diperingatkan oleh NCSC adalah penanganan data pribadi, baik di dalam maupun di luar RRT, serta pengumpulan dan penyimpanan data pribadi. Pada 30 Juni, Departemen Luar Negeri AS memperingatkan warga AS untuk mempertimbangkan kembali perjalanan ke Tiongkok, Hong Kong, atau Makau “karena penegakan hukum setempat yang sewenang-wenang, termasuk dalam kaitannya dengan larangan keluar, dan risiko penahanan yang tidak semestinya.”

Selama tiga tahun terakhir, perusahaan-perusahaan asing menganggap Tiongkok sebagai tempat yang kurang menarik untuk berbisnis. Undang-undang baru ini hanyalah alasan terbaru bagi perusahaan-perusahaan untuk meninggalkan Tiongkok. 

Menurut Kamar Dagang Uni Eropa, kepercayaan bisnis di Tiongkok berada pada titik terendah sepanjang masa, sehingga mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengalihkan investasi mereka dari Tiongkok dalam jumlah yang sangat besar. Satu dari 10 perusahaan anggota Kamar Dagang Eropa telah mengalihkan investasi dari Tiongkok, sementara satu dari lima perusahaan sedang mempertimbangkan untuk merelokasi investasi mereka ke tempat lain.

Antonio Graceffo, Ph.D., adalah seorang analis ekonomi Tiongkok yang telah menghabiskan lebih dari 20 tahun di Asia. Mr. Graceffo adalah lulusan Shanghai University of Sport, memegang China-MBA dari Shanghai Jiaotong University, dan saat ini belajar pertahanan nasional di American Military University. Dia adalah penulis “Beyond the Belt and Road: China’s Global Economic Expansion” (2019).