Asian Games Tunjukkan Pamor Beijing Semakin Merosot di Asia

Yang Wei

Pada 23 September malam, Xi Jinping menghadiri acara pembukaan Asian Games yang ke-19 di Hangzhou, tapi tokoh politik luar negeri yang hadir tidak bisa menonjolkan acara itu, acara yang telah menelan biaya 200 milyar yuan itu (Rp 423 triliun, kurs per 26/09) tidak bisa meraih dukungan para pemimpin negara Asia. 

Xi Jinping absen dari KTT G20 dan Sidang Majelis Umum PBB, menandakan Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah dikucilkan oleh dunia; sepi mamringnya upacara pembukaan Asian Games, juga menandakan tren makin merosotnya pamor PKT di kawasan Benua Asia.

Negara Utama Asia Tidak Men-support PKT

Kantor berita Xinhua News membuat daftar politisi negara asing yang hadir pada acara Asian Games, antara lain Raja Kamboja Norodom Sihamoni, Presiden Suriah Bassar al-Assad dan Ibu Negara Asma al-Assad, Putra Mahkota Kuwait Sheikh Meshal al-Ahmad al-Sabah, PM Nepal Pushpa Kamal Dahal, PM Timor Timur Xanana Gusmão, PM Korsel Han Duck-Soo, Ketua Dewan Rakyat Malaysia Johari Abdul beserta istri Puan Sri Noraini Mohd, serta perwakilan sultan Brunei Darussalam Haji Sufri Bolkiah, perwakilan Emir Qatar Sheikh Joaan Bin Hamad Bin Khalifa Al Thani, Pangeran Yordania Faisal bin Hussein, serta Putri Kerajaan Thailand Sirivannavari.

Dewan Olimpiade Asia (OCA) terdiri dari 45 negara anggota, tapi hanya politisi dari 7 negara saja yang menghadiri upacara pembukaan Asian Games, dan 4 negara hanya mengirimkan perwakilan kerajaan.

Negara terbesar ASEAN yakni Indonesia tidak hadir dalam acara di Hangzhou, seharusnya cukup membuat Beijing kecewa. Indonesia juga merupakan salah satu negara kuat di bidang olahraga di Benua Asia, dalam Asian Games 2018 Indonesia menyabet total 98 medali, dan menduduki posisi keempat perolehan medali terbanyak. Pada 19 September lalu di Istana Kepresidenan, Presiden RI Joko Widodo mengadakan acara pelepasan kontingen Indonesia yang bertolak ke ajang kompetisi Asian Games, menandakan perhatiannya yang besar, namun tidak mengutus politisi untuk hadir.

Politisi Negara Asing Yang Melakukan Improvisasi Akhir

Banyak politisi negara utama di Asia tidak datang ke Hangzhou, Raja Kamboja ditempatkan pada posisi pertama politisi negara asing yang hadir. Kamboja selama ini terus merapat ke PKT, hampir sepenuhnya dikendalikan oleh Beijing. Presiden Suriah berada di urutan kedua. Rusia tidak lagi mampu mendukung Suriah, sehingga Suriah yang tidak rukun dengan AS dan Barat beralih meminta pertolongan PKT. Presiden Suriah telah diatur jadwal kunjungan ke Tiongkok, sebenarnya juga dimanfaatkan PKT untuk improvisasi akhir.

PM Korsel tergolong satu-satunya politisi dari negara utama Asia yang hadir dalam acara pembukaan Asian Games, tapi wewenang PM Korsel sangat berbeda dengan perdana menteri negara lain, yang riilnya merupakan pemimpin kabinet yang menjalankan keputusan presiden.

 Antara AS, Jepang dan Korsel sedang mempererat kerjasama, tapi Korsel tidak ingin berseteru dengan Beijing. PKT diam-diam mendukung Korut, selama mereka tidak hendak berperang, Korut juga tidak akan membuat onar, Korsel tidak bisa merusak hubungan dengan RRT. 

Korsel sedang mendorong diadakannya KTT Trilateral RRT-Jepang-Korsel, sehingga masih membutuhkan kerjasama dengan PKT, maka kedatangan PM Korsel ke Hangzhou, hendak memanfaatkan peluang ini untuk berbincang dengan Xi Jinping.

Ketua Dewan Rakyat Malaysia datang ke Tiongkok atas undangan Kongres Rakyat Nasional RRT, juga telah diatur kunjungannya pada masa berlangsungnya Asian Games, juga merupakan salah satu improvisasi PKT, tapi ia bukan pejabat pemerintahan.

Beberapa politisi negara asing lainnya dalam daftar PKT antara lain keluarga Kerajaan Kuwait, PM Nepal, PM Timor Timur, keluarga Kerajaan Brunei, Emir Qatar, Pangeran Yordania, Putri Kerajaan Thailand dan lain-lain, tidak bisa mengangkat pamor kepemimpinan Beijing, tapi masih dapat ikut meramaikan; jika tidak, maka daftar politisi negara asing yang menghadiri acara pembukaan Asian Games akan semakin terlihat loyo.

Porsi politisi luar negeri tidak memadai, sehingga Kepala Eksekutif Hong Kong dan Macau pun dipanggil ke Hangzhou untuk turut meramaikan. Mantan Ketua Partai Kuomintang Taiwan yakni Hung Hsiu-Chu juga ikut meramaikan acara tersebut. Walaupun porsi politisi luar negeri tidak memadai, tapi Xi Jinping tetap harus menggelar jamuan pesta untuk menyambut mereka. Dalam pidato singkatnya Xi Jinping mengatakan, “Akan mendorong perdamaian lewat ajang olahraga, menjaga hubungan baik, saling menguntungkan dan sama-sama menang dengan negara tetangga, menolak pemikiran perang dingin dan konfrontasi antar kubu.”

Kata-kata ini tidak ada kesempatan diucapkan pada KTT G20, juga tidak berkesempatan diucapkan pada Sidang Majelis Umum PBB, tadinya hendak dikatakan kepada politisi berbagai negara Asia, namun pada akhirnya hanya bisa diucapkan kepada politisi Asia yang tidak begitu penting, faktanya tidak begitu berbobot maknanya. “Komunitas manusia dunia yang senasib” yang digadang-gadang PKT sudah tidak ingin didengar siapapun, sehingga terpaksa disusutkan lingkupnya menjadi “komunitas manusia se-Asia yang senasib”, tapi hasilnya tetap saja lemah gaungnya.

Bagi PKT, Asian Games mutlak bukan suatu ajang kompetisi olahraga, melainkan suatu panggung politik dimana wajib baginya melakukan propagandanya. Akan tetapi negara-negara utama di Asia tidak memberi muka PKT, Asian Games Hangzhou yang menghabiskan dana raksasa itu sepertinya akan sia-sia, pengaruh Beijing di Asia juga sedang merosot dengan cepat. Sepertinya hal ini sudah ditakdirkan sejak tahun lalu.

Asian Games Hangzhou yang Tertunda Setahun

Diadakannya Asian Games ke-19 di Hangzhou tadinya ditetapkan pada 10 – 25 September 2022, tapi karena pandemi sehingga ditunda. Pada 17 Juli 2022, Dewan Olimpiade Asia (OCA) menunda Asian Games Hangzhou selama setahun hingga 23 September – 8 Oktober 2023. 

Pada 2022 lalu, jika Hangzhou tetap mengadakan Asian Games sesuai rencana, para atlet peserta akan kesulitan menaati peraturan pencegahan pandemi “nol Covid” PKT; sikap buruk pencegahan pandemi mereka yang esktrem, dan RRT yang menutupi informasi terkait pandemi, besar kemungkinan akan tersebar cepat ke luar negeri. PKT mengadakan Asian Games dengan tujuan propaganda ke luar negeri, tentu saja tidak ingin fakta di dalam negerinya terungkap, maka Asian Games pun ditunda selama setahun.

Asian Games sebelumnya pada 2018 seharusnya diselenggarakan oleh Hanoi, Vietnam, tapi kemudian Hanoi mendadak membatalkan hak penyelenggaraannya. Pada 2012 lalu, Hanoi Vietnam, Surabaya Indonesia, dan Dubai UEA pernah memperebutkan hak penyelenggaraan Asian Games 2018, yang akhirnya dimenangkan oleh Vietnam. 

Pada 2014, Vietnam kemudian menyadari anggaran yang tadinya sebesar 150 juta dolar AS, mungkin akan membengkak menjadi 300 juta dolar AS. Vietnam juga menyadari, mengadakan Asian Games sulit untuk mendorong sektor pariwisata, maka diumumkanlah pembatalannya, di saat yang sama mendapatkan dukungan rakyat Vietnam. Waktu itu ekonomi Vietnam belum baik seperti sekarang, mereka merasa tidak mampu menanggung beban biaya ajang olahraga tersebut. Yang tak disangka oleh Vietnam adalah, beberapa tahun kemudian rantai pasokan dalam jumlah besar telah mengalir masuk ke Vietnam dari Tiongkok, dan kini Vietnam pun menjadi bintang ekonomi baru di Asia Tenggara.

Setelah Vietnam membatalkan hak penyelenggaraannya, Indonesia yang menduduki posisi kedua bersedia menerima tanggung jawab itu, yang akhirnya menelan biaya sekitar 3,2 milyar dolar AS (Rp 50 triliun), karena dana dari para sponsor terbatas, maka mayoritas dibiayai pemerintah. Untuk menghemat anggaran, Indonesia secara maksimal memanfaatkan lapangan olahraga yang telah ada, dilakukan renovasi yang layak, dan hanya membangun sebagian arena olahraga baru; bahkan membangun arena insidentil di Jakarta International Expo, untuk mengadakan pertandingan tinju, kartu bridge, senam, wushu, tenis meja, dan angkat berat.

Asian Games Hangzhou menelan biaya hingga 200 milyar yuan RMB, atau sekitar 27,4 milyar dolar AS, bisa dibilang angka yang fantastis. Sama seperti Olimpiade Musim Dingin 2022 Beijing, Asian Games Hangzhou juga dipandang sebagai ajang propaganda politik yang sangat penting bagi PKT, yang utamanya dihitung secara “pembukuan politik”, dan bukan secara “pembukuan ekonomi”.

Setelah dikucilkan secara serius oleh dunia internasional, PKT berinisiatif meninggalkan platform tata kelola global seperti G20 dan lain-lain, tapi PKT mengira masih dominan di Asia, sehingga Beijing masih berupaya menciptakan suasana semua negara berdatangan. Akan tetapi faktanya tidak demikian, posisi PKT di Asia juga telah merosot dengan cepat, negara utama Benua Asia sama sekali tidak mengindahkan Asian Games Hangzhou. Hal ini sepertinya di luar dugaan pemimpin PKT.

Kemerosotan Membuat PKT Sulit Bergembira

Asian Games Hangzhou kembali menghabiskan dana raksasa, perlindungan keamanan bahkan lebih ketat lagi, puluhan stasiun KA bawah tanah dihentikan operasinya, warga mempertanyakan “seluruh kota yang terlihat seperti penjara raksasa”.

Ekonomi Tiongkok terjerumus dalam kesulitan, pemimpin PKT tidak ada strategi untuk mengantisipasinya, tapi masih saja menghamburkan dana begitu besar hanya demi gengsi; namun setelah uang dihamburkan, pamor itu tetap saja tidak bisa didapatkan.

Simbol “gelombang” Asian Games Hangzhou sejak awal telah dipublikasikan, bertopik gambar berwujud seperti kipas, yang dikombinasikan dengan wujud ombak Sungai Qiantang, lintasan atletik, logo internet dan lain-lain, serta gambar matahari yang merupakan logo OCA. Konsep rancangan ini memang tidak diragukan lagi, tapi pihak pemerintah RRT mati-matian menginterpretasikannya sebagai “simbol yang melambangkan era baru arus pergerakan dan perkembangan besar sosialisme yang berkarakter Tiongkok”.

Arus sejarah yang baru memang telah tiba, tapi bukan “era baru” seperti yang diserukan oleh PKT. Di tengah himpitan kesulitan dalam dan luar negeri, Beijing berupaya mempropagandakan Asian Games Hangzhou sebagai suatu pesta kegembiraan, yang sebenarnya justru sebaliknya. 

Asian Games Hangzhou kembali membuktikan bahwa RRT sedang merosot dengan cepat, setiap aksi yang menggila hanya akan semakin menguras stamina terakhir PKT yang hanya tersisa sedikit itu, membuat Dinasti Merah akan runtuh semakin cepat lagi. (sud/whs)