Hamas Mengacaukan Situasi Timur Tengah, Bayang-Bayang Siapakah di Balik Serangan itu?

Zhou Xiaohui

Pada 7 Oktober, kelompok militan Hamas Palestina di Jalur Gaza mendadak melancarkan serangan udara, darat, dan laut terhadap Israel. Dalam beberapa jam saja Hamas telah menembakkan lebih dari 5.000 roket, walaupun berhasil dihadang, masih saja ada sebagian roket yang lolos serta menghunjam wilayah Israel, menimbulkan korban tewas dan luka-luka.

Selain itu, Hamas juga mengirim pasukan bersenjatanya memasuki pemukiman Israel di Gaza, dan membunuh warga sipil dari rumah ke rumah, juga sempat terlibat bentrokan senjata dengan tentara Israel.

Tindakan Hamas telah membuat Israel berang. PM Israel Netanyahu menyatakan secara terbuka pada warganya, “Kita sedang dalam perang, ini bukan aksi militer, bukan pula eskalasi situasi, melainkan adalah perang. Musuh akan membayar sangat mahal yang belum pernah ada sebelumnya.”, dan Israel pun langsung melakukan serangan balasan. 

Hingga 8 Oktober, peristiwa yang disebut serangan dadakan “Pearl Harbour” terhadap Israel ini telah menewaskan setidaknya ribuan orang di kedua belah pihak, dan ribuan lainnya luka-luka, sementara itu 100-an serdadu dan warga sipil Israel ditawan sebagai sandera di Gaza.

Volker Türk dari Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM menyatakan, “Serangan kali ini mengakibatkan dampak yang mengerikan terhadap warga sipil Israel. 

Warga sipil tidak seharusnya menjadi sasaran serangan.” Presiden dan pemerintah yang mengutuk Hamas dan mendukung Israel antara lain: AS, Uni Eropa, Inggris, Jerman, Prancis, Italia, Polandia, Ukraina, Ceko, Korsel, India, Brasilia, Singapura, Thailand, Taiwan, Turkiye, Australia, Selandia Baru, Nepal, dan lain-lain.

Setiap pemerintah dan individu yang meyakini nilai-nilai universal, tidak akan mentolerir serangan terhadap warga sipil semacam ini. Melampiaskan amarah pada warga sipil, membunuh dan menyandera mereka, hanya akan menunjukkan kekejaman mereka. Terhadap aksi Hamas ini, berpihak dan mendukungnya berarti memiliki sifat yang sama dengan Hamas. Dan, itu adalah PKT (Partai Komunis Tiongkok).

Pasca serangan tersebut, Kemenlu Tiongkok dalam menjawab pertanyaan wartawan dari media resminya sendiri, “Israel mengalami konflik sengit dengan kelompok bersenjata di Gaza, Palestina, menyebabkan banyak korban tewas dan luka-luka di kedua belah pihak. Bagaimana komentar Tiongkok?” Kemenlu menjawab, “Menyatakan turut prihatin, menghimbau kedua pihak tetap tenang dan menahan diri, segera gencatan senjata, melindungi warga sipil, mencegah situasi menjadi semakin memanas”. 

Sangat jelas, baik wartawan yang mengajukan pertanyaan maupun pihak Kemenlu Tiongkok sendiri, sengaja menghindari kata “Hamas”, apalagi mengutuknya. Sementara pemberitaan kantor berita Xinhua News terkait peristiwa itu juga menghambarkan serangan terhadap warga sipil yang dilakukan oleh pihak Hamas itu. Sepertinya Tiongkok nampak “objektif”, namun sebenarnya berpihak pada Hamas, tapi mengapa?

Yang memberi respon serupa dengan Beijing adalah Rusia melalui Wakil Menlu yang mengatakan “meminta kedua pihak menahan diri”, serta menyatakan “Sedang menjalin komunikasi dengan Israel, Palestina, dan negara Arab terkait konflik Israel-Palestina tersebut”.

Dibandingkan dengan Tiongkok dan Rusia yang malu-malu berpihak pada Hamas, Palestina (yang dipimpin Fatah) dan Iran justru secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap Hamas. Seperti disebutkan oleh media massa Iran, “Kami berada di pihak yang sama dengan para pejuang Palestina, sampai Palestina dan Yerusalem berhasil dibebaskan”. Stasiun televisi nasional Iran bahkan menayangkan pemandangan para anggota parlemen Iran berdiri dari tempat duduk mereka dan berteriak “Binasakan Israel”.

Tak sulit dilihat, Tiongkok, Rusia, dan Iran yang berpihak dan mendukung Hamas selama ini terus menjalin hubungan erat, terutama setelah meletusnya perang Rusia-Ukraina pasca invasi Rusia terhadap Ukraina, menghadapi sanksi menyeluruh dari negara Barat, di bidang politik, ekonomi, dan militer Rusia telah mendapat dukungan penuh dari PKT dan Iran yang juga mengalami sanksi dari Barat, ketiga negara ini ditambah dengan Korut telah membentuk “negara poros”. Lalu, siapakah sebenarnya yang mendorong Hamas menyerang Israel kali ini? Iran? Tiongkok? Atau Rusia?

Pertama, yang sulit dipahami pihak luar adalah bagaimana mungkin membuat badan intelijen Israel dan AS tidak sempat sama sekali memperoleh informasi?

Di antara badan intelijen di seluruh dunia, badan intelijen Israel yakni Mossad tidak bisa diremehkan, dan terkenal dengan kecepatan, akurasi, dan efisiensi, tapi kali ini sebelum serangan terjadi tidak diperoleh informasi apapun. Badan intelijen AS maupun Eropa juga tidak mendapatkan peringatan apapun.

Mantan Direktur Mossad yakni Efraim Halevy pada 7 Oktober waktu setempat memberitahu CNN, “Kami tidak menerima peringatan dalam bentuk apapun, perang yang meletus dini hari ini terjadi begitu tiba-tiba, dan sangat mengejutkan. Dalam tempo kurang dari 24 jam mereka telah menembakkan lebih dari 3.000 roket. Dari sudut pandang kami, kejadian ini di luar bayangan kami, kami tidak tahu dari mana mereka bisa memiliki begitu banyak roket, tentu saja kami pun tidak menduga mereka akan seefektif kali ini.”

Jelas, badan intelijen Israel tidak tahu menahu bahwa Hamas memiliki begitu banyak roket. Dari mana roket tersebut berasal? Halevy mencurigai roket tersebut setelah “diselundupkan lewat jalur laut” kemudian dirakit di Jalur Gaza, “besar kemungkinan” Hamas telah melakukan “latihan uji coba” tanpa diketahui oleh militer Israel. Dengan kata lain, bahan baku dan suku cadang roket dikirim diam-diam ke Jalur Gaza, lalu dirakit di sana.

Apalagi media massa PKT mengungkapkan, roket yang ditembakkan Hamas kali ini bukan roket “Qassam” kelas bawah seperti yang dibuat sebelumnya, melainkan roket yang sama dengan spesifikasi roket artileri beruntun yang digunakan oleh pasukan konvensional, yang mampu menembus sistem pertahanan udara “Iron Dome” Israel. Menilik kapasitas Hamas sendiri, jelas tak mampu melakukan hal ini, di belakangnya pasti ada yang mendukung.

Dukungan ini bisa ditangkap dari pemberitaan media massa PKT yang menyombongkan roket tersebut. Dalam artikel itu disebutkan, Tiongkok adalah “pasukan militer yang paling tidak kekurangan artileri roket berdaya tembak menekan seperti ini di seluruh dunia, artileri roket beruntun yang digunakan Hamas kali ini sepertinya adalah barang kelas bawah yang kami remehkan, tapi dengan mudahnya telah mendobrak intersepsi ‘Iron Dome’ Israel.”

Apakah ada kemungkinan PKT memberikan roket artileri bagi Hamas? Perlu diketahui, Hamas sudah cukup lama berhubungan dengan Beijing, dan Tiongkok adalah penderma terbesar Hamas selama ini. Pada 2009 ada media massa Jerman yang memuat artikel berjudul “Roket Hamas Buatan Tiongkok”, dan disebutkan walaupun rezim Tiongkok mengutuk konflik di Jalur Gaza dan menghimbau kedua pihak agar menahan diri dan gencatan senjata, tapi Beijing tidak secara langsung mengkritik Hamas, Israel bahkan mendapati para teroris itu memiliki roket “Made in China”.

Selain itu, pada 2006, sebuah badan intelijen yang bermarkas di Prancis pernah menyatakan, ada kerjasama antara Tiongkok dengan Hamas, dan Menlu Hamas pernah berkunjung ke Beijing. Di samping itu, bank Tiongkok juga pernah membantu Hamas melakukan transfer dana. Hubungan kedua pihak berlanjut hingga kini dan sudah bukan hal aneh. Oleh sebab itu, serangan Hamas terhadap Israel disinyalir adanya bayang-bayang PKT di baliknya, adalah kesimpulan yang sangat masuk akal.

Lagi pula pada Juni tahun ini, pada saat Xi Jinping bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang datang berkunjung, diumumkan dibangunnya hubungan mitra strategis antara Tiongkok dengan Palestina (faksi Fatah). Xi bahkan mengatakan “selalu gigih mendukung rakyat Palestina memulihkan hak legalitas nasional”, Tiongkok yang pernah memberikan senjata bagi Hamas apakah akan berhenti? Hanya akan semakin terselubung.

Sama seperti perang Rusia-Ukraina, PKT sebisa mungkin menghindari membantu Rusia secara langsung dengan senjata penting, dan dilakukan secara diam-diam melalui Iran, Korea Utara, dan negara Asia Tengah, bantuan Tiongkok terhadap Hamas juga besar kemungkinan dilakukan lewat negara ketiga, misalnya Iran dan Suriah.

Pada 2014, Israel pernah mencegah sebuah kapal barang sipil yang memuat 40 roket jenis M-302 di perairan Laut Merah dekat Pelabuhan Sudan. Negara asal senjata tersebut adalah Suriah, dan tujuannya adalah Gaza. Dari Suriah sampai ke dataran Gaza jaraknya hanya seratus sampai dua ratus kilometer, tapi untuk menghindari Israel, pengiriman tersebut memutar sejauh sepuluhan ribu kilometer.

Seperti diketahui, Presiden Suriah Bashar al-Assad bersama istri baru saja berkunjung ke Tiongkok, Xi Jinping tidak hanya mengirimkan pesawat sipil Tiongkok untuk menjemputnya, juga dijamu dengan sangat ramah, bahkan pintu gerbang utama Kuil Lingyin pun dibukakan khusus baginya,dan  disambut dengan karpet merah, lalu Xi Jinping juga meningkatkan hubungan kedua negara menjadi “hubungan mitra strategis”, dan memberikan sebuah bingkisan besar bagi Assad, termasuk bantuan ekonomi, dukungan teknologi dan juga pertukaran budaya, serta terakhir mengantarkan Assad kembali ke negaranya dengan dikawal oleh beberapa pesawat tempur.

Sementara Hamas yang pernah berseteru dengan Suriah, pada 2022 lalu sudah memulihkan hubungan. lewat Suriah dan Iran, Tiongkok mengirimkan senjata yang dibutuhkan Hamas secara terpisah masuk ke Jalur Gaza, dan tidak diketahui oleh badan intelijen Israel, Amerika maupun Eropa, seharusnya mereka memang telah bersusah payah. Mengapa Hamas yang sempat diserang oleh Israel lalu takluk itu mau menuruti PKT, dan mengacau daerah Timur Tengah? Ada beberapa alasan:

Pertama, negara besar Timur Tengah yakni Arab Saudi berniat menjalin hubungan diplomatik dengan Israel berkat upaya AS. Ada berita menyebutkan, Arab Saudi menyetujui karena AS telah menjanjikan begitu hubungan diplomatik terjalin, Arab Saudi akan diberikan perlakuan sebagai negara sekutu seperti Jepang dan Korsel. Bagi Beijing yang selama ini terus berupaya menggandeng Arab Saudi dan hendak menyebarkan pengaruhnya di Timur Tengah, tentu saja bukan berita baik. PKT berharap aksi Hamas dapat merusak hubungan diplomatik Arab Saudi dengan Israel.

Kedua, menyingkirkan kesulitan bagi PKT. Secara permukaan, nampaknya Iran mendukung Hamas, tapi karena di balik Iran ada Tiongkok, dan Beijing telah lama berkonspirasi dengan Hamas, maka di saat Tiongkok sedang dilanda krisis dalam dan luar negeri serta menghadapi kepungan dunia seperti sekarang, aksi Hamas memprovokasi perang di Timur Tengah membuat orang tak perlu banyak berpikir sudah bisa menebak.

Melihat sikap keras Israel saat ini, banyak negara di dunia khawatir perang akan meluas, dan menyebabkan meletusnya perang Timur Tengah yang keenam. Begitu perang ini meluas, jika Iran, Suriah dan negara lain ikut berperang, maka demi kepentingannya sendiri, AS dan Eropa mau tidak mau harus melakukan mediasi diplomatik.

Perlu diketahui, memicu perselisihan di Timur Tengah untuk mengalihkan perhatian AS, dan mengalihkan perhatian dunia terhadap PKT, menguras stamina AS, melemahkan tekanan AS terhadap Tiongkok, adalah teknik yang sangat dikuasai oleh Beijing. (sud/wsh)