Untuk Pertama Kalinya dalam 15 Tahun Jumlah Pelajar Asal Tiongkok yang Studi di AS Lebih Rendah dari Pelajar Asal India 

oleh Xia Yu

Meskipun jumlah visa F-1 yang dikeluarkan untuk tahun ajaran baru bagi pelajar asal Tiongkok telah meningkat secara signifikan, namun, Tiongkok sudah tidak lagi menjadi sumber pelajar internasional terbesar di Amerika Serikat untuk pertama kalinya dalam 15 tahun terakhir. 

Menurut database yang dikelola oleh Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS, bahwa lonjakan jumlah pelajar India yang studi di AS telah menggeser posisi yang dipegang oleh Tiongkok sejak tahun ajaran 2009. Tercatat hingga bulan September tahun ini, pemegang visa pelajar yang aktif (datang ke AS untuk studi) dari India berjumlah 320.000 orang lebih, sementara jumlah pemegang visa pelajar yang aktif dari Tiongkok adalah sekitar 254.000 orang.

Jumlah visa F-1 baru yang dirilis AS kepada pelajar Tiongkok terutama pada bulan-bulan kritis dari Mei hingga Agustus tahun ini telah meningkat sebesar 47%, namun jumlah pelajar asal India juga yang masih melampaui jumlah pelajar asal Tiongkok.

Visa F-1 diperuntukkan bagi orang yang terdaftar dalam program akademik atau mencari gelar penuh waktu di institusi Amerika Serikat.

Menurut analisis yang dilakukan oleh Chronicle of Higher Education terhadap data visa yang tercatat pada Kementerian Luar Negeri AS, bahwa hampir 70.000 visa yang telah dikeluarkan AS untuk pelajar Tiongkok selama bulan-bulan musim panas tahun ini. Jauh lebih besar dari tahun lalu (2022) yang jumlahnya hanya sekitar 47.000 visa.

Meskipun terdapat peningkatan pesat dalam jumlah pemberian visa F-1 buat pelajar asal Tiongkok, tetapi negara ini masih tertinggal dibandingkan India dalam penerbitan visa bagi pelajar baru. Jumlah visa yang dikeluarkan untuk pelajar asal India pada periode yang sama adalah 89.000, meningkat 5% dibandingkan periode 4 bulan yang sama pada tahun 2022 dan meningkat 160% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019 sebelum pandemi COVID-19.

Jumlah total visa masuk AS buat pelajar baru yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat pada musim gugur tahun 2023 adalah 9% lebih tinggi dibandingkan tahun 2022 dan 20% lebih tinggi dibandingkan tahun 2019. Sementara itu, jumlah visa F-1 buat pelajar baru yang dikeluarkan oleh konsulat AS di seluruh dunia telah mencapai lebih dari 307.000.

Kebanyakan pelajar internasional hanya diberikan satu visa selama masa studi mereka. Meskipun siswa asing yang belajar di sekolah dasar dan menengah AS juga menggunakan visa F-1, tetapi sembilan dari sepuluh pemegang visa pelajar adalah pelajar perguruan tinggi, sehingga data visa ini dapat dianggap sebagai cerminan dari pendaftaran di perguruan tinggi.

Jumlah visa F-1 yang diterbitkan dari Mei hingga Agustus 2023 telah melebihi jumlah visa F-1 yang diterbitkan pada periode yang sama pada tahun-tahun sebelum pandemi.

Meskipun demikian, peningkatan jumlah pemberian visa baru belum tentu mampu mengembalikan situasi booming yang pernah terjadi pada 15 tahun lalu, dimana jumlah pelajar asal Tiongkok terus naik dari tahun ke tahun, sehingga mampu mengisi sepertiga mahasiswa internasional di kampus-kampus AS. Jumlah visa yang dikeluarkan untuk pelajar asal Tiongkok pada tahun ajaran baru masih jauh di bawah jumlah sebelum pandemi.

Xiaofeng Wan, wakil dekan penerimaan dan koordinator penerimaan internasional di Amherst College, mengatakan kepada The Chronicle of Higher Education bahwa peningkatan visa F-1 baru bukan satu-satunya tanda positif. Sebagai bagian dari penelitian doktoralnya di Boston College, Wan sedang mendalami tren di kalangan siswa Tiongkok. Dalam surveinya terhadap college counselors dari 80 lebih SMA Tiongkok baru-baru ini, ia menemukan bahwa di antara siswa kelas 10, tingkat partisipasi dalam program internasional yang mempersiapkan siswa untuk studi ke luar negeri adalah 25% lebih tinggi dibandingkan program kelulusan sekolah menengah atas.

Dalam survei Wan, sebagian besar college counsellors mengatakan bahwa Amerika Serikat adalah negara pertama pilihan para mahasiswa, namun mahasiswa juga mendaftar ke universitas di banyak negara, termasuk Inggris, Kanada, dan Hongkong.

Namun, kemerosotan ekonomi Tiongkok dan jatuhnya nilai renminbi telah meningkatkan secara signifikan biaya untuk sekolah di luar negeri. Krisis real estate di Tiongkok juga telah menyusutkan kekayaan keluarga, dan faktor-faktor ini menjadi hambatan bagi pelajar Tiongkok untuk belajar di luar negeri. Di sisi lain, generasi muda Tiongkok adalah kelompok yang paling terkena dampak perlambatan ekonomi, saat ini satu dari lima orang kesulitan mendapatkan pekerjaan, dan jika tidak ada kepastian dalam mendapatkan pekerjaan, hal ini juga akan menurunkan semangat belajar di luar negeri. (sin)