Ketegangan Meningkat di Timur Tengah, Pasar Keuangan Global Menghadapi Risiko Baru

 Li Yang

Investor bersiap menghadapi volatilitas karena mereka menjadi semakin khawatir tentang risiko geopolitik yang mana dapat mendorong harga minyak dan menciptakan guncangan baru pada ekonomi dunia, jika negara-negara lain terlibat dalam perang Israel melawan Hamas, karena ketegangan di Timur Tengah mendorong pasar global ke tepi jurang.

Pasukan Pertahanan Israel sedang bersiap untuk melancarkan serangan darat terhadap Hamas sebagai tanggapan atas serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Insiden tersebut menewaskan lebih dari 1.300 warga Israel. Adapun Israel sebelumnya telah memerintahkan lebih dari satu juta warga Palestina untuk mengungsi dari Gaza utara ke selatan untuk menghindari bahaya ketika melancarkan serangan darat. Israel mengatakan pada Minggu 15 Oktober bahwa mereka akan terus mengizinkan penduduk Gaza yang dikuasai Hamas untuk mengungsi ke selatan.

Pasar mengkhawatirkan dampak ekonomi dari konflik Israel-Palestina. Investor khawatir perang antara Israel dan Hamas akan meluas. Investor berebut menilai risiko dan dampak yang terkait dengan konflik Timur Tengah yang lebih luas.

“Setiap kali terjadi konflik sebesar ini, pasar akan bereaksi,” kata Ben Cahill, peneliti senior di Program Keamanan Energi dan Perubahan Iklim di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS).

Tren di pasar komoditas paling mencerminkan “perasaan krisis” pasar. Investor berbondong-bondong beralih ke aset-aset safe-haven, mendorong harga emas naik lebih dari 3%, sementara mata uang dolar AS menguat ke level tertinggi dalam seminggu dan harga obligasi Treasury naik.

Harga minyak juga meningkat tajam. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), yang merupakan indikator minyak mentah AS, naik menjadi sekitar US$ 87 per barel pada 13 Oktober, meningkat 6% dari 12 Oktober. Minyak mentah berjangka North Sea Brent, yang menjadi patokan Eropa, juga melampaui angka US$90 untuk pertama kalinya dalam waktu sekitar seminggu.

Indeks S&P 500 saham AS turun 0,5% pada perdagangan hari itu. Harga gas Eropa juga melonjak ke level tertinggi sejak Maret. Pasalnya, penutupan sementara ladang gas Israel memicu kekhawatiran mengenai pasokan dari Mesir dan Yordania.

Bernard Baumohl, kepala ekonom global di The Economic Outlook Group, mengatakan bahwa jika konflik meluas, kemungkinan besar akan menyebabkan inflasi yang lebih tinggi, yang mana akan merangsang bank sentral  mempercepat kenaikan suku bunga guna mengendalikan harga.

Baumohl menunjukkan bahwa meskipun suku bunga di negara lain mungkin naik dalam kasus ini, Amerika Serikat mungkin merupakan pengecualian. Jika investor memasukkan uang ke dalam obligasi pemerintah, hal ini akan menyebabkan suku bunga turun dan dolar AS menguat.

Erik Nielsen, kepala penasihat ekonomi di UniCredit Group, mengatakan: “Saya tidak tahu apakah pasar akan tetap berperilaku relatif baik. Hampir pasti, hal ini tergantung pada apakah konflik baru-baru ini tetap terlokalisasi atau meningkat menjadi perang Timur Tengah yang lebih luas.”

Ketika konflik Israel-Palestina terus berlanjut, hal ini kemungkinan akan menimbulkan ketidakpastian baru di Timur Tengah, dan pasar keuangan global tidak diragukan lagi akan tetap sangat khawatir.

Dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan keuangan kuartalan bank tersebut pada hari Jumat, CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, memperingatkan bahwa konflik antara Rusia dan Ukraina, serta Timur Tengah, dapat memiliki implikasi yang luas bagi pasar energi dan pangan, perdagangan global, dan hubungan geopolitik, dan ini dapat menjadi “masa paling berbahaya yang pernah dialami dunia selama beberapa dekade terakhir”.

Ia menambahkan, “Meskipun kami berharap yang terbaik, kami siap menghadapi berbagai kemungkinan. (sin)