Vaksinasi Kembali Dipaksakan pada Banyak Tempat di Tiongkok, Masyarakat Khawatir dengan Efek Sampingnya

oleh Xiong Bin, Luo Ya 

Baru-baru ini populasi kunci di sejumlah tempat seperti Beijing, Shanghai dan lainnya didesak untuk menjalani vaksinasi yang mengandung komponen antigen dari strain varian XBB produksi dalam negeri Tiongkok. Meskipun pihak berwenang tidak mengakui bahwa penyakit pernafasan yang belum diketahui dan sedang merebak luas sejak bulan September tahun ini memiliki hubungan dengan virus partai komunis Tiongkok (COVID-19), namun pihak berwenang dalam praktik penanganannya, ternyata mengambil langkah yang tidak jauh berbeda selama epidemi COVID-19.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Beijing menyatakan pada 11 Desember bahwa, baru-baru ini pihak berwenang Beijing mulai menggerakkan para populasi kunci seperti warga lansia untuk menerima vaksinasi yang mengandung komponen antigen dari strain varian XBB.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Shanghai menyatakan bahwa beberapa rumah sakit komunitas di Shanghai sudah dapat menerima vaksinasi XBB. Selain itu, banyak kota di Tiongkok, termasuk Xi’an, Wuhan, Guangzhou, Harbin dan lainnya juga telah memulai vaksinasi XBB.

Di sisi lain, strain dari virus komunis Tiongkok yang bermutasi, yang disebut JN.1 saat ini sedang menyebar dengan cepat ke seluruh dunia dan telah ditemukan di 12 negara.

Pada Jumat pekan lalu (8 Desember) CDC AS memasukkan JN.1 ke dalam SARS-COV-2 Nowcast dan menyebutnya sebagai strain mutan yang paling cepat tumbuhnya. Bisa jadi virus ini lebih menular atau lebih mampu menghindari sistem kekebalan tubuh manusia. Badan Kesehatan dan Keselamatan Inggris (UKHSA) juga menyatakan, bahwa JN.1 merupakan varian dengan pertumbuhan tercepat di Inggris, dengan tingkat pertumbuhan mingguan sebesar 84,2%, dan memiliki penyebaran yang jauh melebihi varian lain yang sudah diketahui.

Sementara itu data dari Pusat Informasi Biologi Nasional Tiongkok menunjukkan bahwa JN.1 telah ditemukan di Kota Shanghai pada 11 Oktober tahun ini, namun setelah itu tidak ada laporan tindak lanjutnya. Warga sipil di berbagai tempat mengatakan bahwa karena rumah sakit tidak lagi melakukan tes infeksi COVID-19 terhadap pasien, sehingga banyak warga lansia tidak tahu apakah mereka terinfeksi virus COVID-19.

“Benar, menutup-nutupi (fakta), tidak ada (dokter atau rumah sakit) yang bilang itu COVID-19. semua (dokter atau rumah sakit) mengatakan itu penyakit pernapasan atau infeksi saluran pernapasan, bukan COVID-19,” kata seorang pria warga Beijing bermarga Meng.

Seorang wanita pensiunan dokter di Provinsi Liaoning mengatakan : “Rumah sakit juga tidak akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut, takut ketahuan kalau itu berasal dari virus COVID-19. Pokoknya rumah sakit tidak lagi membuat diagnosis lebih lanjut. Jadi kami tidak berani pergi ke rumah sakit atau pergi ke tempat-tempat umum.”

Setidaknya sejak September tahun ini Tiongkok kembali mengalami puncak penyakit pernapasan. Namun pihak berwenang tidak mengakui bahwa epidemi telah kembali merebak, tetapi mengklaim hal itu terjadi akibat infeksi beberapa patogen yang beredar pada saat yang bersamaan.

Meskipun pihak berwenang tidak mengakui terjadinya gelombang baru epidemi, tetapi dalam penanganannya, ternyata tidak jauh berbeda dengan tindakan selama COVID-19. Seperti pemberlakuan tes asam nukleat dan kode kesehatan, halaman sekolah dimasuki oleh para petugas ber-APD, dan sebagainya. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit kembali mengeluarkan perintah kepada warga untuk memakai masker saat berada di tempat umum, dan mendorong masyarakat untuk melakukan vaksinasi. Dari awal yang katanya vaksinasi untuk mencegah flu, kini jelas-jelas mengatakan vaksin XBB.

Selain itu, mulai tanggal 1 hingga 3 Desember, vaksin COVID-19 dari lima perusahaan, termasuk Livzon Group, CSPC Pharmaceutical Group, China Cell, Watson Biotech, dan CanSino, segera dimasukkan dalam penggunaan.

Qin Peng, seorang analis politik dan ekonomi yang tinggal di Amerika Serikat mengatakan : “Bagi Partai Komunis Tiongkok, masalah terbesarnya adalah mereka tidak lagi menyediakan data uji klinis atau mengikuti proses pengembangan vaksin dan obat-obatan sebagaimana yang dilakukan di dunia internasional. Jadi sajak awal bulan Desember tahun ini hingga sekarang, Partai Komunis Tiongkok dengan cepat menyetujui peredaran vaksi dari 5 perusahaan farmasi dalam negeri yang berlatar belakang perusahaan milik negara atau militer. Seperti halnya vaksin adenovirus yang dikembangkan oleh Chen Wei dari militer, beredar tanpa dilengkapi data uji klinis”.

Bahkan di Amerika Serikat yang berteknologi maju, hanya ada tiga versi vaksin terbaru yang tersedia saat ini: Pfizer (Comirnaty), Moderna (Spikevax), dan Novavax. Namun, sebelum lima vaksin produksi perusahaan farmasi Tiongkok disetujui untuk dipasarkan kali ini, lebih dari 10 vaksin COVID-19 telah disetujui peredarannya.

“Di Amerika Serikat, kami telah melihat data antibodi yang dihasilkan oleh vaksin yang berbeda dan membandingkan satu sama lain. Setelah digunakan dalam jangka waktu tertentu, kedua vaksin mRNA akhirnya menang. Vaksin Johnson & Johnson pada akhirnya dihilangkan karena memiliki lebih banyak efek samping. Ini adalah sikap ilmiah, dan juga merupakan sikap yang bertanggung jawab terhadap kesehatan semua rakyat Amerika Serikat dan warga masyarakat di seluruh dunia yang menggunakan kedua vaksin ini. Tetapi di Tiongkok, data dari berbagai vaksin ini sangat kurang sehingga diragukan efektivitasnya,” kata Qin Peng.

Selama epidemi yang berkecamuk selama tiga tahun, kasus orang yang mengalami efek samping buruk setelah menerima vaksin buatan dalam negeri Tiongkok terus bermunculan ke permukaan, namun didata pun tidak oleh pihak berwenang Tiongkok.

Mrs. Li, warga Beijing mengatakan : “Setelah tiga tahun itu berlalu, badan orang juga rusak, dan beberapa orang yang divaksinasi karena memiliki kesehatan yang buruk sehingga berdampak dasyat terhadap kesehatannya. Cucu saya baru berusia 4 tahun, demamnya tidak kunjung turun, bahkan mencapai suhu lebih dari 40 derajat. Membuat kita orang-orang tua stress sekali”

Banyak warga sipil secara pribadi mengungkapkan bahwa mereka tidak yakin dengan vaksin-vaksin buatan dalam negeri, sehingga enggan pergi untuk vaksinasi. (sin)